Thursday, October 31, 2019

Kata-Kata pun Bisa Viral


Tidak hanya manusia yang bisa viral. Kata-kata juga dapat seperti itu. Tidak percaya?

Perhatikan saja di jagat dunia maya. Sebut saja media sosial. Kata-kata dengan cepat bisa menjadi viral. Satu kata misalnya, bisa bersifat menyebar dengan cepat dan luas.

Nah, kata-kata tersebut biasanya tidak secara sekaligus viral. Akan tetapi, satu demi satu.

Contoh, ada kata "alay" yang viral di media sosial. Lalu muncul kata "lebay". Ada lagi "baper".

Dan belakangan yang sedang menyebar cepat dan luas adalah kata "radikal".

Kata terakhir ini sangat viral di dunia maya. Bahkan, pihak pemerintah di negara kita juga turut adil dalam memviralkannya.

Waw, luar biasa.


Wednesday, October 30, 2019

Pengorbanan untuk Mencapai Tujuan


Cita-cita. Mungkin kata ulang itulah yang secara kasat mata identik dengan tujuan hidup manusia. Terutama saat masih kecil. Biasanya para orang dewasa, semisal guru di sekolah, bertanya apa cita-cita muridnya. Ada yang menjawab ingin jadi dokter, guru, dan sebagainya.

Tapi, tentunya cita-cita bisa juga dipahami bukan sebagai tujuan, melainkan sarana untuk mewujudkan tujuan. Contohnya, seorang menjadi dokter untuk mengobati orang sakit. Atau, seorang menjadi guru untuk mencerdaskan kehidupan bangsanya.

Baiklah, kita tinggalkan saja soal cita-cita. Fokus kita pada tujuan. Apa tujuan Anda?

Suatu hari yang terik, saya pernah masuk ke sebuah gua. Pemandangannya sangat eksotis. Dan, dari segala yang ada di sana, ada satu bagian terpenting menurut saya. Apakah itu? Sebuah lubang.

Ya, lubang. Mungkin secara umum itu hal paling wajar. Namanya juga gua pastilah berlubang. Jika tak berlubang, mungkin namanya batu atau paku. Meski itu lubang, namun saya tidak melewatinya. Mengapa?

Itu pertanyaan menariknya. Sebab, lubang itu tinggi sekali. Tepatnya ada di puncak gua tersebut. Jadi kalau ibarat rumah, itu adalah lubang pada atap atau sebutlah "kebocoran".

Nah, ketika matahari bebas dari hambatan awan, cahayanya masuk dari lubang itu dan menyinari isi gua. Waw! Begitu indah. Gadis cantik pun kalah olehnya.

Keindahan itulah yang membuat saya berpikir, untuk mewujudkannya diperlukan pengorbanan. Saya membayangkan, hal yang harus dilakukan untuk menghasilkan keindahan itu adalah membuat lubang tersebut. Bayangkan, betapa susahnya jika yang melakukannya manusia. Sangat berat.

Begitulah dalam hidup, diperlukan pengorbanan berat untuk mencapai tujuan. Seseorang tentu tidak secara instan menjadi guru, petani, penulis, dan lainnya. Diperlukan doa dan usaha nyata agar dapat mewujudkan tujuan yang mulia.

Sudahkah Anda mencapainya?

Tuesday, October 29, 2019

Gadis-Gadis Cantik pun Jatuh Hati kepada Mantul


Mungkin sudah puluhan gadis cantik jatuh hati kepada Mantul. Teman-temannya heran mengapa bisa seperti itu. Padahal, dari segi fisik, mohon maaf saja, wajah Mantul di bawah rata-rata. Soal materi? Wah, jauh dari kaya. Jangankan sepeda motor, sepeda genjot saja ia tidak punya.

Alhasil, Baper yang terkenal tampan pun kalah dibuatnya. Begitu pula dengan Santuy dan Lebay yang anak orang kaya juga tak berkutik di hadapan Mantul dalam hal wanita.

Entah apa gerangan yang membuat para gadis cantik seakan takluk di tangan Mantul.

Saking herannya, ketiga temannya itu menanyakan hal tersebut kepada salah seorang gadis yang jatuh hati kepada Mantul.

"Kalian tidak perlu heran! Itu biasa. Wajar, 'kan kalau banyak gadis jatuh kepadanya?" balas Alay yang terkenal dengan kecantikannya itu.

"Bagaimana tidak heran? Mantul, 'kan..."

Belum lagi Baper meneruskan perkataannya, Alay sudah memotongnya, "Tidak tampan dan miskin harta maksudmu?"

Baper mengangguk. Lebay dan Santuy turut mengamininya.

Beberapa waktu mereka saling membisu.

"Jadi begini. Mengapa banyak gadis termasuk aku jatuh hati kepada Mantul? Itu karena, ia mampu berpikir matang."

"Matang?" tanya Santuy penasaran.

Alay mengangguk yakin.

"Bisa kamu jelaskan?" Lebay sedikit memaksa.

Alay mengangguk lagi,  "Aku sebut saja contohnya, soal daun. Mantul mampu menangkap tanda kebesaran Allah swt meski hanya pada selembar daun yang kering. Luar biasa, 'kan?"

Baper, Lebay, dan Santuy terlihat melongo.

Sedang Alay menghela napas sejenak. Lalu melanjutkan perkataannya, "Ya, Mantul menjelaskan kepada kami bahwa meski hanya selembar daun yang kering, tapi manusia tidak bisa membuatnya. Hanya Allah swt yang mampu membuatnya. Bagi kami, ia pria yang cerdas dan dewasa. Ia begitu mengesankan dan keren."

Kali ini ketiga pria itu manggut-manggut di hadapan Alay.

"Sudah mengerti, 'kan mengapa banyak gadis jatuh hati kepada Mantul?" Alay memastikan.

"Ya!" suara ketiganya kompak.

Monday, October 28, 2019

Membaca Sebuah Pohon


Pohon. Apa yang Anda bayangkan tentang kata itu? Tumbuhan berbatang besar dan keras? Pokok kayu? Atau apa?

Apa pun itu, kata ini berbunyi "pohon" yang dituturkan oleh masyarakat bahasa Indonesia.

Nah, di suatu pagi yang hangat, saya pernah menuju ke sebuah pohon besar. Awalnya bukan berniat menujunya, melainkan ke sebuah destinasi wisata. Goa Batu Hapu namanya. Di tempat itulah ada sebuah pohon besar menjulang dan terlihat begitu kukuh.

Jika ia hidup sebagai manusia, mungkin setara dengan Hercules. Sang legenda besar dan ikon kekuatan Bangsa Yunani kuno. Ya, anak Zeus yang mereka agungkan.

Kembali ke pohon besar itu. Agaknya ia berdiri di sana bukan tanpa alasan. Benar, yang pasti keberadaan dirinya tentunya atas kehendak-Nya. Lantas  apa yang dapat kita tangkap?

Sambil menatapnya, seakan saya  sedang ia ajak bicara, "Selamat datang! Aku si Pohon Besar menerima kehadiranmu dengan senang hati.  Sejak lahir aku selalu di tempat ini dan menyambut setiap kedatangan manusia sepertimu."

Begitulah kira-kira jika ia dapat bicara lantang. Artinya, ia tak langsung menjadi besar, tapi ada proses menjadi besar. Sejak tumbuh daun pertama hingga dewasa. Ada kesabaran. Ada usaha. Ada beragam cobaan semisal teriknya matahari. Dan berbagai hal yang dihadapinya. Setelah semua hal tersebut terlewati, menjadilah ia besar seperti itu.

Hidup memang demikian adanya. Selalu berproses. Selalu ada tahapan yang harus kita jalani sebaik mungkin, baik dalam kehidupan individu, maupun dalam hubungannya dengan Allah swt, keluarga, masyarakat, hewan, tumbuhan, dan lain sebagainya.

Sunday, October 27, 2019

Empat Rahasia Sukses Bisnis Gerai Ponsel Khas Santuy


Baper, Lebay, dan Mantul sedang khusyuk mendengarkan perkataan Santuy tentang rahasia sukses menjalankan usaha gerai ponsel.

Tiga rahasia sudah ia paparkan dengan baik dan benar di hadapan teman-temannya itu. Meski demikian, ada satu rahasia lagi yang masih ia sembunyikan.

Ketiga temannya itu pun sangat penasaran.

"Ayolah, Tuy, beri tahu kami rahasia yang keempat. Kami janji tidak akan memberitahukannya kepada yang lain. Iya, 'kan teman-teman?" Baper masih berusaha membujuk Santuy mengatakan rahasia yang keempat.

"Iya, Tuy. Benar yang dikatakan Baper. Kami janji akan menyimpannya dengan sangat baik. Kami jamin rahasianya akan aman."

Penegasan yang disampaikan Mantul itu pun diamini Lebay dengan anggukan ke arah Santuy.

Beberapa waktu mereka saling diam. Dan, Santuy pun berdiri. Kemudian berjalan meninggalkan ketiga temannya sambil berkata, "Biarlah keempatnya tetap menjadi rahasiaku."

"Kok begitu, Tuy?" tanya Mantul penasaran.

Santuy tetap diam dengan posisi santai.

"Ayolaaah, Tuy, katakan saja rahasia yang keempat kepada kami!" pinta Lebay.

Santuy menggeleng. Lalu berjalan santai meninggalkan mereka bertiga.

"Eh, tadi bukannya kamu sudah mengatakan rahasia pertama hingga ketiga? Berarti tinggal satu, 'kan rahasia yang masih kamu sembunyikan? Bukan empat lagi!" Baper sedikit jengkel.

Sambil berjalan Santuy bersuara santai, "Ketiganya hoax."

Baper, Lebay, dan Mantul pun saling berpandangan heran.

Saturday, October 26, 2019

Benarkah Puisi hanya Bunyi bagi Masyarakat Pembacanya?


Konon, puisi bisa menggugah jiwa masyarakat pembacanya. Yang semula malas beribadah misalnya, tergugah jiwanya menjadi ahli ibadah setelah ia membaca puisi genre religi. Atau, yang sebelumnya gemar mencuri, setelah membaca puisi tentang kesedihan korban pencurian, ia pun berhenti melakukan perbuatan tercela itu.

Tapi, bagaimana dengan sebagian masyarakat yang mengaku tidak dapat memahami kandungan makna puisi?

Suka tidak suka, pertanyaan di atas memang sebuah kenyataan di lapangan. Tidak sedikit orang yang mengatakan bahwa puisi itu sulit sekali dipahami.

"Sudah kubaca sih, tapi ga ngerti isinya."

Lebih kurang seperti itu yang diungkapkan sebagian pembaca puisi.

Dalam hal ini, kita jangan dulu membahas soal interpretasi terhadap kandungan puisi. Sebab, masyarakat di luar dunia puisi, lebih akrab dengan memahami isi puisi daripada menafsirkannya.

Karena alasan itulah, banyak orang yang menganggap bahwa puisi hanya dipahami penulisnya dan kaum penyair saja. Sementara orang lain tidak bisa mendapatkan apa-apa dari pembacaan puisi.

Namun, ada sebagian orang yang meski tidak memahami isi puisi, mereka memilih untuk menikmati bunyi indah dari puisi yang dibacanya. Ya, mungkin seperti saat seseorang tidak memahami bahasa dalam irik sebuah lagu, tapi dapat menikmati iramanya.

Bagian di atas itu sebenarnya khusus puisi yang sukar dipahami. Memang ada kerja interpretasi di dalamnya.

Nah, berbeda lagi ceritanya pada puisi-puisi yang mudah dipahami semisal karya-karya Taufiq Ismail. Orang akan dengan mudah menangkap maknanya.

Berikut contoh puisi yang mudah dipahami.

SEORANG TUKANG RAMBUTAN PADA ISTRINYA
Karya Taufiq Ismail

“Tadi siang ada yang mati,
Dan yang mengantar banyak sekali
Ya. Mahasiswa-mahasiswa itu. Anak-anak sekolah
Yang dulu berteriak: dua ratus, dua ratus!
Sampai bensin juga turun harganya
Sampai kita bisa naik bis pasar yang murah pula
Mereka kehausan datam panas bukan main
Terbakar muka di atas truk terbuka

Saya lemparkan sepuluh ikat rambutan kita, bu
Biarlah sepuluh ikat juga
Memang sudah rezeki mereka
Mereka berteriak-teriak kegirangan dan berebutan
Seperti anak-anak kecil
“Hidup tukang rambutan! Hidup tukang rambutani”
Dan menyoraki saya. Betul bu, menyoraki saya
Dan ada yang turun dari truk, bu
Mengejar dan menyalami saya
“Hidup pak rambutan!” sorak mereka
Saya dipanggul dan diarak-arak sebentar
“Hidup pak rambutan!” sorak mereka
“Terima kasih, pak, terima kasih!
Bapak setuju karni, bukan?”
Saya mengangguk-angguk. Tak bisa bicara
“Doakan perjuangan kami, pak,”
Mereka naik truk kembali
Masih meneriakkan terima kasih mereka
“Hidup pak rambutan! Hidup rakyat!”
Saya tersedu, bu. Saya tersedu
Belum pernah seumur hidup
Orang berterima-kasih begitu jujurnya
Pada orang kecil seperti kita.

1966

Thursday, October 24, 2019

Prabowo Jadi Menhan, Jokowi Semakin Jaya


Ibarat di medan peperangan, Joko Widodo adalah sang pemenang. Sedang Prabowo Subianto merupakan pihak yang berhasil ditumbangkan dan dikuasai. Setidaknya itulah realitas sederhana yang dapat dilihat oleh banyak mata.

Ya, secara empiris, sejak prapilpres hingga pascapilpres lalu, memang begitu adanya.

Sebagai pihak yang kalah dalam "perang total" (versi kubu pemenang), rupanya Prabowo memiliki jiwa yang besar. Ia mau menerima kekalahan sampai titik puncak perjuangan, yakni di Mahkamah Konstitusi. Tidak ada demo, tidak ada peperangan berdarah. Dirinya menerima dengan legawa bahwa ia telah kalah di tangan Joko Widodo (Jokowi).

Melihat sikap positif yang ditunjukkannya itulah, pihak sang pemenang merasa perlu merangkulnya. Lalu memperlakukan Prabowo dengan baik.

Benar saja, Jokowi menawarkan sebuah kursi menteri kepada Prabowo. Sungguh jabatan luar biasa yang didambakan banyak orang di negeri ini. Terutama para elit politik.

Tak pelak lagi, Prabowo Subianto pun dengan senang hati menerimanya. Dirinya terlihat begitu gembira. Sangat bahagia. Tak ada rona kesedihan di wajahnya yang sudah tak muda lagi itu.

Hari pun berganti. Pelantikan para menteri termasuk dirinya pun berlangsung hikmat. Prabowo sah menjadi Menteri Pertahanan yang bersumpah setia membantu atasannya, yakni Presiden Joko Widodo selama lima tahun ke depan menjalankan roda pemerintahan yang baru. Pemerintah Era Jokowi jilid II.

Nah, dengan kata lain, jika Prabowo Subianto dapat melaksanakan tugasnya itu dengan baik, maka secara otomatis visi dan misi Pemerintahan Jokowi pun sukses besar. Dan sudah barang tentu, Presiden Joko Widodo akan semakin jaya dalam karier politiknya.

Kemudian, bagaimana dengan pendukung Prabowo Subianto? Di lapangan banyak pendukungnya berharap bahwa ia (baca: Prabowo Subianto) dapat semaksimal mungkin menjalankan tugasnya tersebut. Jika demikian adanya, berarti mereka sebenarnya mendukung penuh Pemerintah Joko Widodo agar Indonesia dapat meroket menuju kemajuan.

Lalu, bagaimana dengan pihak oposisi seperti yang didengungkan Rocky Gerung terhadap Prabowo secara khusus dan dan Pemerintahan Jokowi secara umum?

Hal terakhir di atas mungkin akan terjawab seiring perjalanan Bangsa Indonesia ini sendiri. Masih setia menjadi oposisi? Atau entah bagaimana kelanjutannya?


Mendikbud Baru, Keresahan Baru


Jika menyangkut pendidikan formal di Indonesia, maka secara otomatis akan terhubung pula dengan yang namanya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Dan, rasa-rasanya dunia kerja saat ini mewajibkan calon pegawainya pernah belajar di lembaga pendidikan formal. Sebut saja alumnus dari sebuah universitas negeri di Indonesia. Saya sengaja tak mau menyebutkan nama universitasnya itu apa. Alasannya singkat saja, takut dikira iklan.

Kewenangan Kemendikbud tentunya berpengaruh terhadap aturan yang berlaku di sekolah-sekolah dan perguruan-perguruan tinggi. Kita sudah mafhum soal hal itu. Contoh mudahnya soal kurikulum yang diterapkan oleh lembaga-lembaga pendidikan formal tersebut. 

Dan, kebijakan Kemendikbud bisa saja berbenturan dengan kondisi di lapangan. Masih ingat, 'kan soal pemberlakuan lima hari belajar oleh Mendikbud Muhajir Effendi sekitar dua tahun lalu? Tak sedikit yang protes terhadap kebijakan itu.

Nah, kemudian bagaimana dengan Nadiem Anwar Makarim sebagai Mendikbud baru saat ini? Di hari pelantikannya saja, 23 Oktober 2019, reaksi masyarakat Indonesia sudah begitu besar dan luas.

Ya, beragam pendapat berseliweran di berbagai media. Khususnya yang merasa resah atas dilantiknya ia sebagai orang nomor satu di Kemendikbud RI.

Mengapa demikian? Pastinya ada hukum kausalitas dalam hal ini. Lalu apakah itu?

Pertama, mengenai latar belakang pendidikan sang Mendikbud baru. Realitasnya, ia tak memiliki dasar ilmu kependidikan apa pun. Secara ringkasnya, Nadiem mendapatkan gelar sarjananya dari Jurusan Hubungan Internasional di Brown University, Amerika Serikat. Lalu mengikuti pertukaran pelajar di London School of Economics (bidang ekonomi). Terakhir ia meraih gelar Master of Business Administration di Harvard Business School.

Hukum alam selalu saja mengamini pernyataan bahwa serahkan urusan tertentu kepada yang ahlinya. Artinya, jika urusan A diserahkan kepada yang ahli di bidang A, akan lebih mudah diselesaikan daripada apabila diserahkan kepada yang ahli di bidang B. Misalnya bergini, orang sakit tentu diserahkan ke dokter, dan bukan ke pengacara.

Bagian pertama inilah yang melahirkan keresahan sebagian rakyat Indonesia. Pertanyaan yang muncul, mengapa bukan seorang pakar atau ahli di bidang pendidikan yang menjadi memimpin Kemendikbud RI? Bukankah lebih tepat jika seorang Nadiem menjadi Menteri Perdagangan atau Menteri Perindustrian?

Kedua, pengalaman kerjanya. Nama Nadiem Anwar Makarim pertama kali muncul di khalayak ramai atau publik sebagai pendiri salah satu perusahaan jasa transportasi daring. Lagi-lagi saya sengaja tidak menyebutkan nama jasa transportasinya apa. Alasannya masih sama.

Sebelumnya ia bekerja sebagai konsultan manajemen dan pengusaha.

Dari sini jelas dirinya tak memiliki pengalaman di bidang pendidikan. Dalam hal ini, agaknya ia lebih pantas menjadi Menteri Perhubungan sesuai bidang yang digelutinya, yakni bidang transportasi.

Mengapa demikian? Sebab, di lapangan, pengalaman adalah guru terbaik bagi setiap orang. Artinya, jika seseorang telah memiliki pengalaman dalam memasak misalnya, ia akan lebih profesional menyajikan menu istimewa. Jika sebaliknya? Inilah yang membuat sebagian rakyat Indonesia resah.

Ketiga, menyangkut agama. Ini fakta yang tak terbantahkan bahwa sebagian rakyat Indonesia merasa resah dengan masa depan pendidikan agama di sekolah pascapelantikan Nadiem sebagai Mendikbud RI. Apa yang diresahkan?

Ada keresahan bahwa pendidikan agama, khususnya Islam, perlahan akan dikikis di sekolah dan perguruan tinggi. Kok, bisa resah seperti itu?

Padahal, namanya saja sangat Arab, yakni Nadiem Anwar Makarim. Bahkan, orang bisa saja melabelinya sebagai pemeluk Islam garis keras yang super radikal. Beda jika ia bernama Alexander atau Thomaz. Melihat hal ini seharusnya tidak ada keresahan tersebut, 'kan?

Begini ceritanya. Latar belakang keluarga, pendidikan, dan kehidupan Nadiem dinilai jauh dari Islam. Beredar berita bahwa kedua orang tuanya sangat sekuler. Ia juga belajar di lembaga pendidikan umum. Dan, yang paling menjadi sorotan adalah, ia menikah dengan wanita nonmuslim di gereja. Anaknya juga dibaptis. Jadi, wajar muncul keresahan yang demikian bagi sebagian rakyat Indonesia.

Keresahan di atas pun terus bergulir sebagai bola hangat yang perlu mendapatkan perhatian serius dari berbagai pihak.

Lantas, bagaimana kelanjutannya?


Wednesday, October 23, 2019

Presiden "Penyair" Indonesia Ada, kok Kementerian Puisi Tidak Ada?


Para menteri baru di Indonesia sudah dilantik oleh Presiden Indonesia. Meski demikian, dari sekian yang dilantik itu, tidak ada menteri puisi. Ya, puisi.

Padahal, di Indonesia sudah ada presiden penyair Indonesia. Sengaja dituliskan "penyair" dan bukan "pensyair". Ini agar sebagian masyarakat Indonesia tidak bingung dengan kata yang terakhir itu. Sekadar untuk diketahui saja bahwa yang baku adalah kata "pensyair", tetapi yang lazim digunakan adalah "penyair".

Nah, lalu siapa presiden penyair Indonesia? Tentu saja dari kalangan penyair itu sendiri. Nama Sutardji Calzoum Bachri agaknya sudah dikenal luas dalam dunia perpuisian tanah air kita. Dialah sang presiden penyair Indonesia tersebut.

Pertanyaannya, jika presidennya ada, kok menterinya tidak ada?

Ini terkesan sebuah "guyonan" belaka. Hanya permainan kata-kata. Namun, tunggu dulu! Pertanyaan itu sebenarnya dapat dimengerti sebagai sindiran.

Presidennya memang ada di dunia puisi, bukan seantero Indonesia. Akan tetapi,  tak ada salahnya jika serius diwacanakan pula pengadaan Kementerian Puisi.

Masyarakat Indonesia tentu mafhum bahwa puisi sudah hidup dan berkembang sejak lama di negeri berjuluk Jamrud Khatulistiwa ini. Jauh sebelum adanya puisi-puisi mutakhir seperti sekarang, di tanah air kita ada puisi lama. Bahkan, yang khas dalam negeri pun ada, yakni pantun.

Memang, selama ini ada Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mengurusi hal kesastraan. Tapi bayangkan jika Kementerian Puisi ada, kemungkinan besar dunia puisi di Indonesia semakin maju.

Mengapa semakin maju? Alasannya sederhana. Kementerian puisi akan fokus pada seluk-beluk puisi dan bukan yang lainnya.

Tapi, ah, sudahlah. Ini hanya sebatas celotehan. Tampaknya, hal yang dibayangkan di atas jauh dari harapan. Jangankan Kementerian Puisi, Kementerian Sastra saja belum ada.

Terpenting, terus fokus pada bidang masing-masing. Tentunya, termasuk pula yang menggeluti  bidang puisi secara khusus dan sastra secara umum.

Tuesday, October 22, 2019

Mengetahui Arah Politik Prabowo, dengan Hisab atau Rukyat?


Apa yang Anda pikirkan tentang judul di atas?

Rasanya mustahil jika dua metode pada judul itu digunakan untuk mengetahui arah politik Prabowo Subianto. Coba bayangkan saja, bagaimana bisa?

Ya, Prabowo memang makhluk yang mendiami salah satu benda langit. Itu faktanya. Tapi, ia bukanlah hilal yang menandakan masuknya awal bulan baru dalam sistem kalender Hijriah. 

Jadi, sudah jelas, baik hisab, maupun rukyat tidak bisa digunakan untuk mengetahui arah pergerakan Prabowo Subianto dalam karier politiknya.

Sudah selesai? Tentu belum. Lho, kok? Benar, pembahasan yang sesungguhnya belum dimulai.

Hisab dan rukyat memang digunakan untuk menentukan awal bulan baru dalam Islam. Patokannya adalah sebuah benda langit, yakni bulan baru. Secara umum lazim disebut  hilal.

Beda keduanya yang paling mencolok adalah, hisab dengan perhitungan sedangkan rukyat dengan penglihatan atau pengamatan langsung.

Dengan kata lain, hisab menggunakan hitungan karena matahari dan bulan beredar menurut perhitungan. Sementara rukyat dengan melihat hilal secara langsung.

Lalu? Apakah Prabowo beredar menurut perhitungan? Atau dapat dilihat langsung?

Agaknya, dalam hal ini lebih tepat jika hisab  diartikan sebagai prediksi. Maksudnya, prediksi atas berbagai rekam jejak Prabowo selama ini dan beragam kemungkinan yang akan terjadi. Kemudian, dibuktikan dengan penglihatan atau pengamatan langsung selama lima tahun ke depan.

Banyak pihak yang berkomentar atas pergerakan Prabowo pascapilpres 2019 lalu. Terutama setelah ia merapat ke kubu Jokowi. Pertemuan demi pertemuan dengan sejumlah tokoh elit politik semisal Megawati dan Surya Paloh pun ia lakukan.

Lantas apakah tujuannya? Ini yang menarik. Ada yang mengatakan Prabowo Subianto sengaja melakukannya untuk dapat menunaikan janji-janji politiknya. Ada lagi yang mengatakan bahwa hal itu guna mengamankan negara dari tangan-tangan asing khususnya Republik Rakyat China.

Selebihnya, Prabowo diduga mendekati Megawati agar dapat menang dalam Pilpres 2024 mendatang. Selain itu semua, ada juga yang berkomentar agak miring, yakni Prabowo dikesankan sebagai manusia rakus kekayaan dan kekuasaan sehingga mau menjadi salah seorang menterinya Jokowi. Dalam arti sebagai pembantu dari lawan politiknya pada Pilpres 2014 dan 2019.

Terlepas dari semua prediksi itu, idealnya kita perlu melihat atau mengamati saja secara langsung bagaimana sepak terjangnya dalam kancah perpolitikan Indonesia ke depan.

Pertanyaan yang muncul selanjutnya, apakah kita dapat sabar selama lima tahun ke depan? Dan, adakah manfaatnya bagi bangsa ini? Dan, bagaimana dengan Anda?

Kita buktikan saja!

Monday, October 21, 2019

Pemerintah Indonesia untuk Seni Sastra


Tepatkah judul di atas? Pemerintah Indonesia bekerja untuk seni sastra? Begitu wah kedengarannya jika dibaca nyaring. Agaknya, puisi pun kalah gelegarnya saat dibacakan di atas panggung.

Tapi, lupakan soal tidak, kurang, atau bahkan mungkin sangat tepat soal judul di atas. Sebab, itu tergantung siapa yang menilainya. Dan, ada sebuah pertanyaan lain yang lebih mengusik saya beberapa hari belakangan ini.

Ya, jika dipikir-pikir, sebenarnya sudah seberapa seringkah pemerintah Indonesia hadir dalam seni sastra di tanah air kita?

Beberapa teman terkadang mengeluhkan pajak yang dikenakan pada buku-buku novel misalnya. Atau, tentang biaya sewa panggung pementasan teater di gedung milik pemerintah. Dan lainnya, dan lainnya yang semuanya memberatkan langkah pergerakan seni sastra itu sendiri.

Sementara itu, sebagian teman yang lain begitu gembira atas hadiah sastra yang ia dapatkan dari pemerintah. Yang lainnya lagi terlihat tertawa riang, menikmati menu lezat, dan menerima sejumlah uang dalam acara sastra yang digelar pemerintah pula.

Saya berpikir, beruntunglah pertanyaan yang muncul di kepala ini adalah "seberapa seringkah" dan bukan "sudah hadirkah". Sebab, sejatinya pemerintah sudah hadir, tapi memang belum hadir di setiap jejak langkah seni sastra Indonesia.

Hal terakhir di atas mengingatkan saya pada kemajuan yang dicapai Korea Selatan, termasuk dalam bidang seni. Benar sekali, terutama seni musik dan peran, bukan saja di dalam negeri mereka, tetapi juga hingga Benua Eropa dan Amerika. Tentu terpikir bagaimana mereka bisa semaju itu dalam kesenian?

Kehadiran pemerintah setempat tak lepas dari capaian kemajuan tersebut. Artinya, memang ada campur tangan pemerintah berupa dukungan atas keberlangsungan hidup seni di sana.

Terkait hal itu, ada bayangan-bayangan yang mungkin dianggap lebay. Apa itu? Terbayang Pemerintah Indonesia mendukung penuh penerbitan buku-buku sastra Indonesia. Termasuk mendistribusikannya ke sekolah-sekolah, perguruan-perguruan tinggi, dan perpustakaan-perpustakaan yang ada. Ada lomba-lomba sastra yang menggembirakan digelar pemerintah. Kata "menggembirakan" tentunya lomba dimaksud sangat menusiawi. Maksudnya tidak memberatkan peserta lomba semisal lomba naskah bahan bacaan dan bukan lomba bahan bacaan dalam bentuk buku cetak. Bisa dibayangkan jika peserta harus membuat buku terlebih dahulu. Berapa biaya yang dikeluarkan? Belum lagi jika lomba itu mengharuskan adanya ilustrasi berupa gambar. Yang terakhir sangat memberatkan peserta karena penulis bukanlah ilustrator. Selain itu, juri juga haruslah yang berkompeten dalam hal yang dilombakan.

Terbayang pula para sastrawan mendapatkan biaya transportasi penuh dari tempat tinggalnya menuju tempat acara dan begitu sebaliknya.

Dan, meski banyak lagi bayangan yang waw, tapi malah memunculkan pertanyaan yang sedikit banyak mengelus dada, "Apakah Pemerintah Indonesia akan benar-benar bekerja untuk seni sastra di tanah air ini pascapelantikan presiden dan wakil presiden periode 2019--2024?"


Sunday, October 20, 2019

Rakyat Indonesia Terpapar Makhluk Astral


Suatu hari, seorang teman bertanya, "Mandau terbang itu beneran ada atau ga sih?"

Teman itu sangat penasaran. Maklum, ia orang kota. Wilayah yang jarang ditemui praktik ilmu gaib.

Sengaja dalam artikel sederhana ini disebut ilmu gaib. Yaaa, sekadar membuat kesan yang mistis.

Mungkin bagi sebagian orang ilmu semacam itu mustahil ada. Alasannya sederhana, tidak masuk akal. Unsur gaib yang melekat padanya tidak dapat diindra oleh manusia. Dan, hal itu memang jauh dari materi sebagai objek ilmu pengetahuan normal di sekolah dan perguruan tinggi di Indonesia.

Maka tak heran, jika mengundang para makhluk astral dengan ritual khusus, sungguh menggelikan bagi sebagian orang di negeri ini.

Tapi tunggu dulu! Meski demikian, entah apa yang merasuki banyak orang di Indonesia belakangan ini sehingga giat mengunggah gambar-gambar penampakan makhluk-makhluk halus di media sosial. Sebuah media yang sejatinya lahir di zaman yang serba modern.

Tidak percaya? Coba cek kebenarannya.

Ya, ada Genderuwo, Tuyul, Pocong, Nyi Belorong, bahkan Nyi Roro Kidul yang semuanya adalah makhluk astral dan asli Indonesia. Tidak ada jenis makhluk gaib dari negara lain. 

Ini sungguh mengherankan.

Entah apa yang merasuki jiwa-jiwa itu? (Meminjam sebagian lirik lagu yang sedang hit).

Lalu, apakah memang benar sebagian orang Indonesia telah terpapar makhluk astral?

Atau, apakah hanya sekadar sindiran terkait ada seorang dukun yang telah mengerahkan para makhluk astral tersebut untuk mengamankan jalannya pelantikan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin hari ini?

Oh, entahlah? Dan, mungkin Anda telah mengetahui jawabannya.


Friday, October 18, 2019

Memetik Pelajaran dari Sastrawan Negara Datuk A.Samad Said

Saatrawan Negara Datuk A.Samad Said (kanan) dan Sastrawan Idris Boi (kiri) - FB.

Indonesia memiliki tetangga dekat, Malaysia. Sebagian warga Indonesia dan Malaysia hidup damai di pulau yang sama, Kalimantan. Bahkan, ada satu rumah yang terbagi dua, satu bagian masuk wilayah Indonesia, bagian lainnya di wilayah Malaysia.

Orang Iban misalnya, ada yang menjadi warga Indonesia, sebagian lainnya adalah warga Malaysia.

Indonesia dan Malaysia hanya terpisah secara politik. Selebihnya merupakan dua saudara serumpun, yakni Melayu.

Dalam kehidupan bersastra pun antara sastrawan Indonesia dan Malaysia terus menjalin persahabatan dan persaudaraan. Sebut saja dengan diadakannya Dialog Sastra Borneo atau Pertemuan Penyair Nusantara, maka sastrawan Indonesia dan Malaysia, juga dari negara lainnya semakin terjalin akrab.

Nah, salah seorang Sastrawan Negara (SN) Malaysia yang tersohor adalah Datuk A.Samad Said.

Nama aslinya Abdul Samad Muhammad Said. Ia termasuk seorang sastrawan Malaysia yang produktif dalam penulisan kreatif.

Benar, dirinya memiliki keistimewaan yang jarang dimiliki oleh semua sastrawan. Apa keistimewaannya itu? Ia menguasai semua genre sastra. Alhasil, kini A.Samad Said telah
menghasilkan puluhan karya dalam genre novel, puisi, drama, cerpen, dan esei.

Ada prinsip utama yang ia terapkan dalam proses kreatif menulisnya. Sastrawan kelahiran 9 April 1935 di Kampung Belimbing Dalam, Durian Tunggal, Melaka ini berprinsip bahwa untuk melahirkan karya, sastrawan tidak hanya bergantung pada bahan, dan bakat, serta kekuatan pikiran saja.
Akan tetapi, yang penting ialah pembacaan dan pengalaman yang luas.

Sudah banyak penghargaan yang ia terima
Sepanjang karier penulisannya. Antara lain, Anugerah Pejuang Satera (1976), SEA Write Award (1979), Anugerah Sastera Negara (1985), dan Anugerah Sasterawan Nusantara (1999). Ia juga mendapatkan Anugerah Ijazah Kehormat Doktor Pendidikan Kesusasteraan UPSI pada tahun 2003.

Saat usia senjanya, misalnya dalam usia awal 70-an, Datuk A.Samad Said masih juga memenuhi undangan majelis sastra. Ya, sebagai seorang yang sudah pantas disebut kakek, dirinya sanggup mengembara sampai ke kawasan pedalaman Sarawak dan Sabah untuk menunaikan undangan serta turut membantu perkembangan sastra Malaysia.

Adapun karya besar yang dihasilkannya ialah Salina yang telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa, seperti bahasa Inggeris dan bahasa Perancis

Selain itu, ada Di Hadapan Pulau, Sungai Mengalir Lesu, Warkah Eropah, Al-Amin, Rindu Ibu, Hujan Pagi, Lantai T.Pinkie, Benih Semalu, Benih Harapan, Langit Petang, dan lain-lain.

Dari segala yang telah ia perbuat dan hasilkan dalam bidang sastra tersebut, tentu kita dapat memetik pelajaran penting, khususnya guna memacu geliat bersastra dari waktu ke waktu.


Disarikan dari beberapa sumber.

Bangsa Indonesia Perlu Belajar dari Cetbang


Mungkin judul di atas terlalu bombastis. Memangnya siapa cetbang? Mengapa bangsa Indonesia harus belajar darinya?

Cetbang bukanlah manusia. Itu yang pasti. Lantas? Bingung? Buka Kamus Besar Bahasa Indonesia? Tidak usah. Sebab, membukanya, lalu mencari kata cetbang, Anda tidak akan menemukannya dalam kamus itu.

Nah, jika Anda gemar membaca sejarah, khususnya yang berhubungan dengan peradaban nenek moyang bangsa ini, kata itu tidaklah asing. Ya,  keberadaan cetbang merupakan bagian yang sangat penting dalam sejarah tanah air kita

Bahkan, Bangsa Eropa yang datang dan berperang melawan para leluhur orang--orang Jamrud Khatulistiwa ini, terheran-heran. Kalau secara mudahnya, mereka bertanya-tanya, "Kok, di negeri timur yang jauh dari barat ada senjata api sehebat itu?"

Benar, cetbang adalah senjata sejenis meriam. Meriam kuno. Senjata api ini diproduksi dan digunakan pada era Kerajaan Majapahit dan kerajaan-kerajaan di Nusantara setelahnya. Bisa dikatakan, nenek moyang kita sudah mahir dalam pembuatan dan penggunaan senjata api.
Meriam cetbang Majapahit yang tersimpan di The Metropolitan Museum of Art di New York, Amerika Serikat. Perhatikan lambang Surya Majapahit. - Wikipedia

Cetbang sebenarnya  juga merupakan meriam yang unik. Selain bahannya dari perunggu (tahan karat), juga dibuat ruang dan tabung peluru di bagian belakangnya sehingga dikenal sebagai meriam terbuka. Ini yang membuat cetbang berbeda jika dibandingkan dengan meriam Eropa dan Timur Tengah.

Begitu waw, 'kan nenek moyang kita? Mereka luar biasa dan setara dengan bangsa-bangsa di Eropa!

Lalu bagaimana keturunan mereka sekarang? Ya, kita. Siapa lagi? Apakah masih lantang menyuarakan bambu runcing? Bangga dengan produk impor? Bahkan, lebih senang melakukan aktivitas impor daripada mendukung pembuatan dan penggunaan produk-produk dalam negeri?

Agaknya itu hanyalah sebagian saja. Tentu masih ada anak negeri ini yang menghendaki adanya kemandirian dalam segala sendi kehidupan.

Pertanyaannya, apakah pemerintah Indonesia sudah mendukung penuh kemandirian di dalam negeri sendiri?

Sebentar lagi ada pelantikan presiden dan wakilnya di negara kita. Dan, adakah harapan selama lima tahun hingga 2024 ada kemandirian di Indonesia yang dapat diwujudkan?

Tampaknya ada benarnya kata banyak orang, "Waktulah yang akan menjawabnya."

Thursday, October 17, 2019

Memahami Keinginan Suku Dayak Minta Hak Tanah Lima Hektare Per KK


Bicara Dayak, mungkin pikiran Anda akan melayang ke suku-suku asli Pulau Formosa atau Taiwan. Sebut saja Suku Amis dan Athayal yang mendiami pulau itu sebelum kedatangan Suku Han dari daratan China (Republik Rakyat China).

Tak mengherankan jika hal itu terjadi pada diri Anda. Sebab, secara linguistik dan genetik, orang-orang Dayak memang dekat dengan suku-suku di Formosa, yakni bagian dari rumpun Austronesia. Dalam kaitannya dengan keindonesiaan, orang Dayak dikenal pula sebagai Proto Melayu.

Secara garis besar orang-orang pribumi awal di Kalimantan, terdiri atas enam rumpun, yaitu Klemantan, Iban, Apau Kayan, Murut, Punan, dan Ot Danum. Dari rumpun-rumpun itulah terbentuk sub-sub Dayak semisal Kenyah, Bahau, Kayan yang berasal dari Rumpun Apau Kayan.

Selebihnya, ada pribumi lain yang dikenal sebagai Deutro Melayu. Mereka ini kebanyakan mendiami wilayah pesisir Kalimantan. Sebut saja Suku Banjar di pesisir Kalimantan bagian selatan.

Khusus wilayah Dayak yang bisa dikatakan terfokus di pedalaman Kalimantan, kian hari kian menyempit. Terlebih sejak semakin maraknya penggunaan lahan untuk kepentingan perkebunan sawit di Kalimantan pada 2014 lalu masyarakat Dayak tidak lagi memiliki tanah dan hutan adat yang dilindungi hukum untuk digarap sebagai sumber mata pencaharian.

Melihat kondisi memprihatinkan yang dialami orang-orang Dayak, maka wajar jika pribumi awal Kalimantan ini meminta kepada pemerintah untuk memenuhi hak mereka memperoleh tanah tersertifikasi sebelum Ibu Kota Negara baru dipindahkan ke Kalimantan Timur.

Bahkan, Wakil Bendahara Umum Majelis Adat Dayak Nasional, Dagut H. Djunas, juga mengatakan bahwa minimal, pemerintah memberikan hak tanah kepada masyarakat Dayak seluas lima hektare per kepala keluarga dan 10 hektare hutan adat per desa.

Hal itu dapat dipahami agar hak-hak masyarakat Dayak sebagai suku asli yang menghuni wilayah Kalimantan terpenuhi dan mampu sejahtera.

Wednesday, October 16, 2019

Menafsirkan Foto Kombinasi Wajah Prabowo-Jokowi


Pernah tahu seorang seniman yang memiliki nickname di sosmed @gesichtermix semisal di Facebook dan Instagram? 

Jika pernah, mungkin Anda tidak terlalu terkejut dengan beredarnya foto kombinasi wajah Prabowo Subianto dan Joko Widodo di media sosial. Sebab, seniman itu sudah sering mengombinasikan wajah-wajah tokoh dunia. Sebut saja Donald Trump dan Hillary Clinton.  Dua tokoh yang dikenal berseberangan dalam dunia politik Amerika Serikat.

Nah, lalu apa makna di balik kombinasi wajah dua tokoh politik Indonesia yang sempat bertarung dalam Pilpres 2019 lalu itu?

Mendapatkan makna dari sebuah foto tentu bukan urusan gampang. Karena, membutuhkan interpretasi yang tidak bisa main-main, apalagi ini berkaitan dengan urusan Bangsa Indonesia ke depan.

Banyak penafsiran yang muncul. Bisa jadi foto itu sebagai simbol persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang beberapa tahun belakangan tepecah menjadi dua kubu yang berbeda. Kubu Prabowo yang dikenal kaum kampreters dan kubu Jokowi atau cebongers.

Mungkin juga sebagai pengandaian bahwa Prabowo akan memberikan warna yang signifikan terhadap pemerintahan Jokowi berikutnya. Dengan kata lain pengaruh Ketua Umum Gerindra itu sangat besar selama Jokowi memimpin Indonesia lima tahun ke depan.

Anda pun mungkin memiliki penafsiran sendiri terhadap foto kombinasi tersebut. Intinya, beragam penafsiran akan terlahir dan terjawab kebenarannya secara perlahan hingga 2024 mendatang. Selamat menafsirkan dengan akal sehat Anda!

Ketika Negeri Sakura Berduka


Ini bukan soal kunai yang heboh belakangan ini. Bukan pula tentang para kunoichi yang mahir mendekati target dengan kefiminiman mereka.

Adalah Hagibis. Topan yang telah menggoreskan luka dan penderitaan bagi masyarakat Jepang. Bukan hanya kerugian materi, tetapi juga korban jiwa.

Melihat kondisi yang demikian itu, pemerintah setempat bertindak cepat. Tidak tanggung-tanggung, Jepang segera siapkan Rp92 M untuk membantu para korban bencana Topan Hagibis

Apa yang bisa kita tangkap dari sikap positif pemerintah di sana?

Selama ini orang-orang Jepang memang terkenal dengan tanggung jawab yang tinggi. Sejak dini mereka memang diajarkan bagaimana harus bersikap yang seharusnya terhadap siapa dan apa saja.

Nah khusus dalam hal bernegara, para elit politik Jepang sangat tegas dalam tanggung jawab. Perhatikan saja, sudah berapa pejabat Jepang yang berani mengundurkan diri sebagai tanggung jawab moral mereka kepada publik.

Dan ketika negeri mereka berduka seperti saat ini, Pemerintah Jepang pun langsung bertanggung jawab untuk rakyat yang mereka pimpin. Salah satunya segera menyiapkan dana besar agar beban yang ditanggung rakyat menjadi berkurang.

Tuesday, October 15, 2019

Abidah El Khalieqy Bawa Oleh-Oleh Puisi dari Kalimantan Timur, Mau Baca?

Abidah El Khalieqy (kanan) mengenakan mahkota Dayak Kenyah di Desa Budaya Dayak, Pampang, Samarinda.

Di dunia sastra tanah air, siapa yang belum tahu Abidah El Khalieqy? Sosok cantik dan ramah ini begitu terkenal dengan novel-novel karyanya, terutama "Perempuan Berkalung Sorban". Novel itu sukses mencuri perhatian banyak pembaca dan penonton (versi filmnya).

Nah, belakangan ini ia diundang oleh pihak Kantor Bahasa Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Unit Pelaksana Teknis dari Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan itu mengundangnya sebagai narasumber utama dalam rangka gebyar literasi 2019  di Hotel Swiss Bell International, Balikpapan, 16 dan 17 Oktober 2019.

Selagi masih di Samarinda (belum menuju Balikpapan), ia juga diminta Jaring Penulis Kaltim (JPK) untuk berbagi pengalaman dalam proses kreatif menulis. Komunitas menulis yang digawangi sastrawan nasional, Amien Wangsitala, itu memang sering mengadakan kegiatan literasi di Samarinda dan sekitarnya.
Abidah El Khalieqy (nomor tiga dari kanan).


Sebagaimana lazimnya penulis, tentu saja novelis yang merupakan istri dari sastrawan nasional, Hamdy Salad, ini pun melakukan pembacaan atas alam. Ya, mulai dari menyusuri Sungai Mahakam yang eksotis, Islami Center yang megah, hingga menikmati budaya khas Dayak Kenyah (Rumpun Apau Kayan) di Desa Budaya Dayak, Pampang, Samarinda, Kaltim.
Dari kanan: Misri, Abidah El Khalieqy, Fitriana, dan Nurul menyusuri Sungai Mahakam.


Dari hasil pembacaan alam itulah, ia menuliskan sebuah puisi berlatar Kalimantan Timur nan menawan. Berikut adalah puisi karya Abidah El Khalieqy.

Berjalanlah di Muka Bumi dan Lihatlah...
Eksotisme senja di atas Sungai Mahakam
Di antara semilir angin
Sunset dan naiknya purnama
Gema adzan sayup sayup dari pucuk menara
Panorama indah masjid masjid di pinggir sungai
Wisatawan berselfi ria
Yang lain mengabadikan kerlap lampu
Bak manik manik cahaya menghiasi lembah
Atau jajaran gunung hitam
Gunung timah yang diam diam berlayar
Menjauh dari tempat tinggal
Entah sedang menjemput harta karun
Di nun jauh negeri para haus dan kaya
Sementara musik dan senandung para biduan
Tetap saja renyah tak peduli
Bumi karun tempatnya berpijak
Bergunung gunung sedang dibajak
Dunia o dunia.


Rangkaian Acara FESTIVAL SASTRA INTERNASIONAL GUNUNG BINTAN 2019


Festival sastra ini berlangsung di Tanjungpinang, Kepulauan Riau.

Nah, berikut adalah rangkaian acaranya.

28 OKTOBER 2019
Bertempat di Gedung Daerah,
Tanjungpinang

Pembukaan Festival Sastra Internasional Gunung Bintang (FSIGB) 2019

Anugerah JEMBIA EMAS 2019

Peluncuran Buku Antologi Puisi "JAZIRAH 2 dan 3"

Parade Baca Puisi


29 OKTOBER 2019
Bertempat di Hotel BBR
Tanjungpinang

Seminar Sastra
"Pantun sebagai
Akar Puisi Modern
Nusantara"

Pesta Puisi dan
Pesta Asam Pedas
Ikan Sembilang


30 OKTOBER 2019
Bertempat di Pulau Penyengat
dan Tanjungpinang

Ziarah Budaya ke Pulau Penyengat

Pesta Durian di Kedai Kopi Sekanak


31 OKTOBER 2019
Bertempat di Lagoi, Bintan
dan Dompak Tanjungpinang

Ziarah Wisata dan Berkunjung ke Pusat
Pelestarian Ikan Duyung

Malam Penutupan dan Parade Baca Puisi


Sunday, October 13, 2019

Wahai Rakyat Indonesia, Inilah Puncak Perayaan HARI PUISI INDONESIA 2019!



Puisi. Kata ini sudah diperkenalkan kepada rakyat Indonesia sejak usia dini. Dari tahun ke tahun puisi tetap eksis di jagat khatulistiwa. Ada beragam acara puisi. Salah satunya adalah perayaan hari puisi Indonesia.

Tahun ini, seperti terlansir di akun media sosial Asrizal Nur, acaranya akan digelar pada 18--20 Oktober 2019 di Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta

Nah, adapun rangkaian kegiatan acaranya seperti di bawah ini.

Jumat, 18 Oktober 2019
Pukul 13.00 WIB
Seminar Nasional
Puisi di antara Tradisi dan Inovasi
Tempat PDS HB. Jassin

Sabtu, 19 Oktober 2019
Pukul 13.00--17.00 WIB
PESTA PUISI RAKYAT
Bersama Penyair dan Deklamator se-Indonesia, Peluncuran Antologi Puisi Penyair Perempuan Indonesia,
Musikalisasi puisi, dll

Pukul 19.30--23.00 WIB
PARADE PUISI
Bersama Penyair, Pejabat, dan Tokoh

Minggu, 20 Oktober 2019
Pukul 20.00 23.00 WIB
Malam Anugerah Hari Puisi Indonesia

Pidato Kebudayaan
Oleh Prof. Dr. Suminto A. Sayuti

Pembacaan Puisi:
Sutardji Calzoum Bachri, Sapardi Djoko Damono, Anis Baswedan (Gubernur DKI Jakarta), Isdianto MM (Plt. Gubernur Kepulauan Riau), Dr. Mehrdad Rakhshande (Atase Kebudayaan Iran untuk Indonesia), John Byron Estrada (Perwakilan Kedubes Colombia untuk Indonesia), Dheni Kurnia (Pemenang Sayembara Buku Antologi Puisi HPI 2018)

Peluncuran Prangko dan Penandatanganan Sampul Prangko
Lelang Prangko
Dana disumbangkan untuk Keluarga Raja Ali Haji dan Keluarga Chairil Anwar

Penayangan Profil Video Singkat Balai Pustaka dan Penandatanganan Kesepakatan Kerjasama antara Yayasan Hari Puisi dengan Balai Pustaka

Pengumuman Pemenang
Sayembara Buku Antologi Puisi HPI 2019 Oleh Abdul Hadi WM (Dewan Juri)
Penyerahan Hadiah
Oleh : Rida K Liamsi
(Ketua Pembina Yayasan Hari Puisi)
Minggu, 20 Oktober 2019
Pukul 22.00 WIB

Prabowo Kejar Kekuasaan Semata dan Khianati Mandat pemilihnya, Benarkah?


Isu kedekatan antara Prabowo Subianto dan Joko Widodo menimbulkan beragam reaksi. Khususnya, dari orang-orang yang pernah menjadi pendukungnya.

Prabowo telah dinyatakan kalah telak dari Joko Widodo dalam Pilpres 2019 lalu. Realitasnya, ia tak berkutik di hadapan lawannya itu.

Beberapa waktu pascakekalahannya,  banyak kalangan menduga Ketua Partai Gerindra ini akan tetap memilih sebagai oposisi.

Akan tetapi, tampaknya dugaan itu dari hari ke hari terus digerus oleh sikapnya yang kian hangat dan mesra di sisi Sang Pemenang, yakni Joko Widodo.

Para pendukungnya pun sedikit demi sedikit mulai meragukan sosok yang pernah menjadi orang nomor satu di Komando Pasukan Khusus (Kopassus) tersebut. Bahkan, pengamat politik sekaligus pakar filsafat, Rocky Gerung, mengikrarkan diri menjadi oposisi terhadap Prabowo Subianto.

Padahal mantan orang penting di Partai Sri (partai itu sekarang sudah tidak ada), merupakan sosok paling getol mendukung Prabowo.

Pertanyaannya, apakah memang benar jenderal bintang tiga ini sejatinya hanya mengejar kekuasaan semata hingga rela mengkhianati mandat para pendukungnya sendiri?

Kemudian, meskipun seandainya benar, lalu apakah Prabowo akan bangga dan senang-senang saja memegang kekuasaan, tetapi diikat tali kendali oleh Presiden Joko Widodo?

Entahlah?

Presiden Diminta Jalankan Konstitusi, Salah Satunya Pelayanan Kesehatan


Apa kabar BPJS Kesehatan?

Isu penusukan Wiranto sedikit banyak mengingatkan bangsa Indonesia akan pentingnya pelayanan kesehatan. Khusunya dalam hal ini adalah perihal Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang sedang mengalami defisit biaya.

Sehubungan hal terakhir itu, seperti terlansir Kompas, Minggu (13/10/2019), Ombudsman RI meminta pemerintah menutup defisit biaya BPJS Kesehatan dengan menggunakan sumber pembiayaan pemerintah, salah satunya dari cukai rokok.

Hal tersebut disampaikan anggota Ombudsman RI--Ahmad Alamsyah Saragih--usai diskusi bertajuk BPJS Salah Kelola, Pelayanan Publik Disandera di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (13/10/2019).

Ia juga menyampaikan, "Itu semua di bawah Presiden. Kenapa Presiden tidak boleh abai, karena Presiden diminta menjalankan konstitusi, yang salah satunya adalah pelayanan kesehatan. Jadi jangan dianggap masalah sepele."

Saturday, October 12, 2019

Benarkah jika Gerindra Gabung, Sama Halnya Membiarkan Roda Pemerintahan Salah Arah?


Prabowo-Jokowi kian mesra. Ungkapan itu makin terdengar luas dalam perpolitikan Indonesia.

Dan, melihat pergerakan keduanya, tak menutup kemungkinan Paryai Gerindra akan bergabungn ke dalam koalisi pemerintah.

Pertanyaan yang muncul, apakah hal tersebut akan cenderung berdampak negatif, terutama bagi legislatif?

Pertanyaan itu cukup beralasan. Karena, seandainya itu benar-benar terjadi, maka kekuatan fraksi oposisi akan makin lemah. Lalu?

Mungkinkah hal yang demikian akan berdampak pula bagi kebijakan yang dikeluarkan pemerintah?

Mengutip RMOL, Sabtu (12/10/2019), Direktur Arus Survei Indonesia--Ali Rif'an--menuturkan, "Sekarang saja dengan disokong 5 partai yang lolos parliamentary threshold, Jokowi sudah punya dukungan sekitar 60% kursi di DPR. Sebuah jumlah yang cukup untuk memuluskan sejumlah program dan kebijakan pemerintah."

Ia menambahkan bahwa peran oposisi sebagai check and balances sangat penting untuk mengontrol jalannya pemerintahan yang baik.

Masih dari sumber yang sama, dirinya menerangkan, "Menghilangkan prinsip-prinsip koreksi dan keseimbangan sama halnya membiarkan roda pemerintahan tergelincir dan salah arah."

Saya akan Mencopot Kepala BIN


Demikianlah yang disampaikan pengamat politik, Rocky Gerung.
dalam program Sarita (Sarinya Berita) yang dipandu presenter Rahma Sarita di Realita TV, Sabtu (12/10/2019).

Seperti terlansir RMOL, Sabtu (12/10/2019), mantan pengajar filsafat di Universitas Indonesia itu menegaskan, "Kalau saya jadi presiden, sebagai kepala negara maka saya akan mencopot Kepala BIN. Bukannya justru melontarkan pernyataan yang seolah-olah membelah masyarakat, bahwa ada kelompok radikal dan semua jadi saling tuding."

Lantas, dalam rangka apa sosok fenomenal yang akrab dengan lontaran kata "dungu" ini menegaskan hal itu?

Ia berbicara demikian sebagai tanggapan atas isu penusukan Wiranto yang terjadi di Banten beberapa waktu lalu.

Dirinya menambahkan bahwa insiden Wiranto menjadi kritikan pedas bagi BIN dalam menjalankan tugasnya. Dengan itu Rocky menilai sidah sepantasnya Budi Gunawan dicopot.

Pray for Japan, Topan Hagibis Terjang Jepang. Apa saja Akibatnya?


Alam bersuara bak pujangga melahirkan kata-kata. Akibat yang ditimbulkannya pun tak bisa dianggap remeh.

Topan Hagibis yang telah menerjang Jepang mengakibatkan satu orang tewas.

Meski hanya satu, pihak pemerintah dan masyarakat Jepang tidak lantas berhenti sampai di situ.

Terlebih, badai itu juga membawa curah tinggi ke sejumlah wilayah termasuk Tokyo.

Japan Meteorological Agency (JMA) atau Badan Meteorologi Jepang bahkan mengeluarkan peringatan bencana per Sabtu ini (12/10) menyusul tingginya curah hujan yang turut dibawa badai tersebut.

Seperti AFP, yang dikutip CNN Indonesia, Sabtu (12/10/2019), perwakilan JMA, Yasushi Kajiwara, mengatakan, "Hujan lebat yang belum pernah terjadi sebelumnya telah terlihat di sejumlah kota dan desa, di mana JMA telah mengeluarkan peringatan. Kami memprediksi banjir dan tanah longsor akan terjadi akibat curah hujan yang sangat tinggi."

Berdasarkan catatan JMA, ada 13.500 warga Jepang sudah melakukan evakuasi dan berada di tempat penampungan.

Selain itu, JMA juga telah memperkirakan curah hujan tinggi bakal melanda Tokyo hingga esok hari (13/10).

Dari bidang ekonomi, dua pabrik mobil Toyota dan Honda diketahui telah menutup sementara pabrik mereka.

Sementara di bidang olahraga, imbauan topan juga menyebabkan terganggunya dua pertandingan Piala Dunia Rugby yang dijadwalkan pada akhir pekan ini, serta latihan Grand Prix Formula One (F1) di Suzuka pada Jumat besok.

Thursday, October 10, 2019

Benarkah Isu Penusukan Wiranto Tumbangkan Isu Arteria di Internet?


Belakangan ini begitu heboh soal seteru antara Arteria Dahlan dan Emil Salim saat di acara Mata Najwa.

Isu ini begitu menyita perhatian publik. Pro dan kontra datang silih berganti menanggapi perseteruan tersebut.

Ya, ada yang berpendapat agar Arteria meminta maaf kepada Profesor Emil. Ada juga yang sebaliknya.

Namun, kegaduhan itu segera tumbang oleh isu penusukan Menteri Koordinator  Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam)--Wiranto--di Pandeglang, Banten.

Isu Wiranto ini menghebohkan jagat maya sejak kemarin, Kamis (11/10/2019).

Seperti terlansir CNN Indonesia, Jumat (11/10/2019), dilibasnya isu Arteria ini tidak hanya terjadi di media sosial, tapi juga terjadi di media online. Menurut hitungan Drone Emprit, total percakapan Arteria mencapai 199.089. Sementara percakapan Wiranto sebanyak 214.227.

Jangan karena Pemerintah Gagal, Peserta BPJS Kesehatan Dihukum!


Sistem jaminan sosial termasuk dalam hal kesehatan masyarakat, tentulah ditopang pula dengan sistem  kelembagaan sosial-ekonomi yang jelas dan terintegrasi dengan kebijakan sosial.

Terkait dengan sistem penopang dan kebijakan sosial tersebut, Ombudsman mengimbau pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Hal ini terutama yang berkaitan dengam skema jaminan sosial bagi lapis peserta bukan penerima upah.

Seperti terlansir CNN Indonesia, Kamis (10/10/2019), Anggota Ombudsman--Alamsyah Saragih--menegaskan, "Jangan jadikan (masyarakat) kambing hitam atas kegagalan sistemik ini. Bagaimanapun mereka memiliki hak yang sama dengan peserta yang lebih beruntung karena memiliki kesempatan kerja di sektor formal maupun warga yang mendapatkan subsidi."

Masih dari sumber yang sama, ia juga
mengingatkan agar Dirut BPJS berhati-hati, "Jangan karena Pemerintah gagal membangun kelembagaan sosial-ekonomi untuk mendukung kepastian pembiayaan jaminan kesehatan, kemudian rakyat dihukum dengan mencabut hak-hak konstitusional lainnya. Pelayanan publik itu hak konstitusional warga."

Wednesday, October 9, 2019

Tak Tutup Kemungkinan Ribuan Mahasiswa akan Demonstrasi pada Pelantikan Jokowi


Gelombang aksi mahasiswa di Indonesia belumlah usai meski sudah ada yang gugur di medan juang.

Seperti terlansir RMOL, Kamis (10/10/2019), ribuan mahasiswa dari lintas kampus akan kembali melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPR RI, Senayan, Jakarta pada Jumat, 18 Oktober mendatang.

Masih dari sumber yang sama, para mahasiswa masih akan membawa tuntutan aksi yang sama seperti sebelumnya, salah satunya mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) untuk membatalkan UU 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang dianggap bermasalah.

Sementara itu, Wakil Presiden Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) UIN Syarief Hidayatullah Jakarta, Rizki Ari Bowo menjelaskan alasan rencana aksinya masih harus menunggu tanggal    18 Oktober tersebut.

Katanya hal itu karena mahasiswa masih menunggu itikad baik dari Jokowi untuk menerbitkan Perppu sebelum dirinya dilantik pada 20 Oktober mendatang.

Nah, jika presiden Jokowi tak juga menerbitkan Perppu pada saat mahasiswa aksi (18/10), ribuan mahasiswa pun tak menutup kemungkinan akan menggelar aksi demonstrasi pada pelantikan presiden Jokowi.


Pimpinan UGM Telah Berubah bak Rezim Politik yang Antiperbedaan


Pupus sudah harapan bakal diselenggarakannya kuliah umum Ustaz Abdul Somad bertajuk Integrasi Islam dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) di Masjid Kampus UGM, Sabtu (12/10/2019) besok lusa.

Acara yang rencananya mulai pukul 12.45 WIB hingga selesai itu batal karena pimpinan (baca: kumpulan pemimpin) universitas terbaik di Yogyakarta ini meminta agar rencana tersebut dibatalkan.

Seperti terlansir Hidayatullah, Kamis (10/10/2019) Pimpinan UGM telah mengonfirmasi pembatalan kuliah umum UAS di Masjid Kampus UGM (Universitas Gajah Mada).

Adapun UGM sendiri beralasan bahwa pembatalan ini dilakukan karena dianggap tidak selaras jati diri UGM.

Tentu saja banyak tanggapan datang dari berbagai pihak terkait pembatalan sepihak itu.

Salah satunya dari mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak. Ia mengungkapkan, “Saya sesalkan sikap UGM tersebut. Kampus telah kehilangan identitasnya sebagai “University” dimana, kampus adalah rumahnya diversity (perbedaan, keberagaman) pandangan lahir. Tempat dimana pikiran diadu. Pimpinan UGM telah berubah bak rezim politik yang anti perbedaan."

Mengapa Ninoy Karundeng Ada di Kerumunan Massa?


Hal itulah yang menurut Ketua Umum DPP PA 212, Ustaz Slamet Maarif,  dipertanyakan pertama kali oleh pihak kepolisian.

Benar saja. Siapa pun pasti akan merasa heran dengan kehadiran buzzer Jokowi, Ninoy Karundeng, di tengah-tengah bentrokan antara massa aksi unjuk rasa dengan aparat kepolisian.

Seperti terlansir RMOL, Rabu (9/10/2019), ia mengatakan, "Mestinya yang disidik pertama, yang diperiksa pertama kali, diungkap pertama kali, kenapa Ninoy ada ditempat itu?, kenapa Ninoy ada di kerumunan massa?"

Dan, hal itu terasa sangat masuk akal mengingat status Ninoy merupakan salah seorang relawan Jokowi.

Dalam hal ini, Ustaz Slamet juga mengungkapkan, "Padahal disitu tuh sudah jelas tempat berlindungnya, tempat berlarinya tempat berkumpulnya kawan-kawan, adik-adik mahasiswa dan pelajar yang sedang berbeda pandangan dengan pemerintah. Sementara Ninoy sama-sama kita ketahui salah satu diduga buzzernya dari tim sebelah."

Tuesday, October 8, 2019

BPJS Itu Haram Jadi Rakyat Bisa Milih Ikut atau Tidak, Jangan Dipaksa-paksa, Apalagi Diancam-ancam


Demikianlah yang disampaikan Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Anton Tabah.

Seperti terlansir RMOL, Rabu (9/10/2019), ia menegaskan, "Mewajibkan setiap orang masuk jadi anggota BPJS Kesehatan adalah pelanggaran HAM. Apalagi menurut MUI, BPJS itu haram karena kental dengan unsur ribanya. Jadi rakyat bisa milih. Ikut BPJS atau tidak. Jangan dipaksa-paksa, apalagi diancam-ancam."

Hal itu sebagai tanggapan atas kisruhnya BPJS yang seakan-akan tak ada ujungnya. Ya, mulai dari rencana menaikkan iuran hingga dua kali lipat,  kini para peserta yang tak bayar pun mulai mendapat ancaman.

Dan, ancamannya sangat mengerikan dan menyeramkan. Betapa tidak? Bagi masyarakat yang diketahui menunggak iuran BPJS, merrka tak bisa lagi memperpanjang SIM, STNK, membuat SKCK, Paspor, sertifikat tanah, hingga bertransaksi di bank.

Anton juga memberikan alternatif kepada pemerintah sebagai solusi kisruh BPJS yang sangat memberatkan masyarakat kecil itu. Menurutnya, pemerintah tidak perlu sampai mengeluarkan ancaman. Cukup dengan tidak memberikan layanan kesehatan saja kepada mereka yang tidak membayar iuran BPJS.

Spontan Ustaz Bernard Selamatkan dan Lindungi "Penyusup" Ninoy dari Amukan Massa


Kasus Ninoy Karundeng seakan kobaran api yang menari-nari melahap ruang-ruang sunyi. Begitu bergeliat.

Dan, Anggota tim hukum FPI, Azis Yanuar, mempertanyakan tindakan polisi menjadikan Sekretaris Jenderal Persaudaraan Alumni (Sekjen PA) 212 Bernard Abdul Jabbar sebagai tersangka dugaan penganiayaan Ninoy Karundeng.

Azis, seperti terlansir CNN Indonesia, Selasa (8/10/2019) juga mengonfirmasikan, "Spontan ustaz Bernard menyelamatkan dan melindungi 'penyusup' Ninoy dari amukan massa, bahkan menasehati jangan keluar dulu karena bahaya di luar massa masih marah."

Ia juga mengatakan bahwa keberadaan Bernard di lokasi itu setelah mendengar banyak korban mahasiswa dan pelajar yang dibawa ke Masjid Al-Falah. Kala itu, Bernard bersama istrinya tengah mencari keberadaan anaknya yang diketahui juga ikut aksi demo di kawasan Senayan.

Masih dari sumber yang sama, Azis berujar, "Ustaz Bernard dan istrinya menuju masjid Al-Falah karena di mobil ada P3K seperti perban, betadine, oksigen, dan lain-lain."

Monday, October 7, 2019

Polisi Datangi dan Yakinkan Buzzer Jokowi Buat Laporan, Sekjen PA 212 Jadi Tersangka Ke-12?


"Tiba-tiba polisi sudah ada di depan rumah saya ketika video itu viral. Polisi meyakinkan bahwa saya harus melaporkan peristiwa itu."

Demikianlah yang diungkapkan salah seorang buzzer pendukung Jokowi, Ninoy Karundeng, seperti terlansir RMOL, Selasa (8/10/2019).

Ninoy juga mengaku kaget soal viralnya video dirinya di medsos. Kekagetannya itu lantaran ponselnya hilang sehingga dirinya ketinggalan informasi terkini.

Pascapolisi mendatangi dan meyakinkannya soal peristiwa yang ia alami, dirinya pun melaporkannya ke Polda Metro Jaya. Dalam laporannya, ia mengaku diculik dan dianiaya sekelompok orang.

Alhasil, sejumlah orang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian. Dan, Sekretaris Jenderal Persaudaraan Alumni (PA) 212, Bernard Abdul Jabbar, ditetapkan sebagai tersangka ke-12.

Dikutip dari sumber yang sama, Kombes Pol Argo Yuwono mengatakan, "Ya betul Bernard Abdul Jabbar telah ditetapkan sebagai tersangka."

Setelah Hilang hingga Meninggal, Kini Jenazah Golfrid Selesai Diautopsi, Bagaimana Hasilnya?


Mungkin sebelumnya belum banyak orang yang tahu siapa Golfrid Siregar.

Golfrid yang merupakan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) dan juga advokat Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) ini sempat hilang sejak Rabu (2/10/2019).

Kemudian seorang tukang becak menemukannya pingsan di fly over Simpang Pos Jalan Jamin Ginting Padang Bulan, pada Kamis (3/10) sekitar pukul 01.00 dini hari.

Tukang becak itu pun membawanya ke RS Mitra Sejati dan diarahkan  ke RSUP Haji Adam Malik untuk segara ditangani. Di rumah sakit inilah ia menghembuskan nafas terakhirnya.

Kematiannya menyisakan tanda tanya besar. Walhi Sumut menilai banyak kejanggalan dari peristiwa yang menimpa almarhum Golfrid.

Maka, Jenazah Golfrid Siregar pun diautopsi.

Kini, autopsi sudah selesai dilakukan. Lantas, bagaimana hasilnya?

Seperti terlansir Antara News, Selasa (8/10/2019), salah seorang petugas autopsi mengatakan, "Kalau soal hasil, saya tidak bisa kasih penjelasan. Mungkin besok dokter akan menjelaskannya, karena dokternya juga sudah pulang."


Apa Alasan Muhammadiyah Imbau Pemerintah Tak Larang Minyak Goreng Curah? Lalu Apa Solusinya?


Bicara minyak goreng curah, seakan sedang berhadapan langsung dengan masyarakat Indonesia secara luas. Betapa tidak? 

Suka tidak suka. Mau tidak mau. Kenyataannya hampir 50 % dari kebutuhan minyak goreng dalam negeri dikonsumsi dalam bentuk curah yang diproduksi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Menanggapi hal ini, seperti terlansir Hidayatullah, Senin (7/10/2019), Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Dr Anwar Abbas mengimbau pemerintah agar tidak melarang peredaran minyak goreng curah.

Apa alasannya?

Anwar menilai pelarangan tersebut bisa merugikan pengusaha skala kecil.

Masih dari sumber yang sama, ia pun menjelaskan bahwa kebijakan tersebut jelas-jelas akan sangat menguntungkan usaha-usaha besar yang ada. “Dan sebaliknya tidak mustahil akan menjadi bencana dan malapetaka bagi pengusaha dan rakyat kecil."

Lalu apa solusinya?

Menurut Anwar, pemerintah harus bisa menginventarisasi secara cermat produsen-produsen minyak curah yang jumlahnya sangat banyak tersebut. Lalu mereka diberi bimbingan dan pelatihan agar kualitas produksi mereka dapat meningkat dan bisa memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah.

Sunday, October 6, 2019

Korea Selatan Cantik saat Musim Gugur, Bagaimana dengan Indonesia?


Sudah bukan rahasia lagi bahwa sebagian orang mengunjungi Korea Selatan, khususnya Seoul pada saat musim gugur. Ya, antara akhir bulan Oktober hingga awal Desember.

Seperti terlansir Antara News, Minggu (6/10/2019), Direktur Korea Tourism Organization (KTO) Jakarta, Andrew Joong-hoon Kim kepada ANTARA mengatakan, saat musim gugur di Korea Selatan begitu cantik dan merekomendasikan orang-orang berkunjung pada saat itu.

Masih dari sumber yang sama, salah seorang staf Seoul Tourism Organization (STO)--Kim Min-ji--mengungkapkan, musim gugur begitu cocok untuk menjelajah Seoul sambil memandangi pepohonan yang daunnya menguning dan memerah.

Ia pun turut merekomendasikan untuk mengunjungi Namsan Seoul Tower agar bisa menikmati pemandangan kota. Dirinya menyarankan naik ke puncak menara itu setelah pukul 18.00 atau setelah matahari terbenam.

Begitu pula dengan pemandangan kota di malam hari dapat disaksikan dari Lotteworld Tower Seoul Sky Observatory. Untuk diketahui, bangunan ini merupakan yang tertinggi ke empat di dunia, yakni memiliki ketinggian 500 meter dan terdiri dari 123 lantai.

Waw! Keren, 'kan? Lalu, bagaimana dengan Indonesia?

Saturday, October 5, 2019

Pemerhati Politik: Kampus Komunis, Maksudnya Apa Ya?


KOMUNISME. Kata itu begitu terkenal seantero dunia. Betapa tidak? Ideologi tersebut hingga saat ini terus eksis meski beberapa pihak sempat meragukannya. Sebut saja Kim Il Sung yang berhaluan sosialis itu tidak menggunakan paham komunis, melainkan paham juche di Korea Utara.

Dan, sudah menjadi rahasia umum ciri khas negara yang menganut komunisme dikenal menerapkan sistem kehidupan otoriter terhadap rakyatnya, termasuk mahasiswa. Tragedi pembantaian mahasiswa di lapangan Tiananmen, Republik Rakyat China, merupakan salah satu bukti nyatanya.

Terkait hal di atas dan demonstrasi mahasiswa di Indonesia belakangan ini,  pemerhati politik--M. Rizal Fadillah--seperti terlansir RMOL, Sabtu (5/10/2019), mengatakan, andai kampus kampus melarang mahasiswa unjuk rasa dan bagi yang melanggar larangan ini terancam drop out, maka kampus telah menerapkan sistem kehidupan otoriter khas negara komunis. Tidak salah jika kita menyebutnya sebagai kampus komunis

Ia menegaskan bahwa Indonesia bukan negara komunis. Itulah sebabnya, menurutnya tak boleh ada kebijakan yang berbau komunis dan tak boleh ada pula kampus komunis.

Sebagaimana kita ketahui sebenarnya
Unjuk rasa di Indonesia telah dijamin Konstitusi Pasal 28 UUD 1945 dan UU No 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum.