Sunday, September 29, 2019

Jokowi Terkesan Tutup Mata Terkait Tragedi Wamena?


Tragedi Wamena, Papua, sungguh memilukan. Bukan sekadar kerusuhan biasa. Di sana sudah berujung korban jiwa.

Korban yang tewas kebanyakan masyarakat pendatang, di antaranya dari Suku Minang, Suku Bugis, dan lainnya.

Bahkan, pembunuhan yang dilakukan pun sangat sadis. Korban tewas ada yang dibakar dan ada pula yang dikampak kepalanya. Benar-benar tragis.

Mengutip RMOL, Senin (30/9/2019), Ketua Harian DPP Ikatan Keluarga Minang, Andre Rosiade pun menyatakan kekecewaannya kepada presiden Jokowi.

Ia mengatakan, "Terus terang kami kecewa respons pemerintah sampai saat ini belum ada. Rakyatnya ada puluhan orang meninggal dunia, tetapi beliau (Presiden Jokowi) mengucapkan belasungkawa saja tidak."

Dirinya melanjutkan, "Malah dia (Jokowi) punya waktu mengucapkan bela sungkawa untuk wafatnya Presiden Prancis Jacques Chirac, yang mungkin Jokowi sendiri belum pernah ketemu."

Masih dari sumber yang sama, Andre mengingatkan Presiden Jokowi bahwa ada perintah Konstitusi UUD 1945 yang wajib dilaksanakan, yaitu melindungi segenap tumpah darah bangsa Indonesia.

Dan ia menegaskan, "Faktanya di sana yang terbunuh itu mendapat perlakuakn dikampak, dibacok, lalu dibakar. Kami mencatat presiden tidak punya empati sama rakyatnya. Kalau enggak mampu, ya anda mundur saja dari presiden. Ini urusan nyawa."


Apa Kata Sri Bintang Pamungkas Terkait Penangkapan Anaknya?


Lea atau Husni Husti Yusuf (HHY) yang merupaka anak Sri Bintang Pamungkas (SBP) ditangkap aparat kepolisian dari Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya.

Terkait penangkapan itu, seperti terlansir RMOL, Minggu (29/9/2019), SBP menjelaskan, "Iya (ditangkap) orang Polda (Metro Jaya). Fitnah tidak ada bukti, tidak ada apa, tidak ada saksi. Kalau (pun) ada bukti, (itu) bukti yang dibuat-buat, bukti yang sebetulnya tidak ada."

Awalnya SBP penasaran dengan maksud penyidik Ditnarkoba Polda Metro Jaya yang mendatangi rumahnya sekitar akhir Agustus 2019. Saat itu anaknya tak ada dirumahnya sehingga penyidik tersebut pun pergi.

Kemudian, ia membawa anaknya sekaligus menyerahkan kasus tersebut kepada pengacaranya.

Lantaran penyidik terus berusaha bertemu Lea, SBP pun menjemput anaknya berbarengan dengan penyidik ke kantor pengacaranya.

Akan tetapi, saat di kantor pengacaranya, penyidik telah berbohong. Di awal, masih kata SBP, penyidik beralasan hanya melengkapi surat-surat kasus lama Lea yang tidak ada bukti. Ternyata malah ditangkap.

Lebih lengkap ia menuturkan, "Ya sebenarnya peristiwa lamalah. Pernah (ditangkap) tapi langsung bebas karena tidak ada bukti. Sekarang dimainkanlah, dan tidak ada surat apa pun, surat penangkapan tidak ada, surat penggeledahan tidak ada."

Itulah sebabnya, SBP berpendapat bahwa penangkapan anaknya merupakan korban dari perilaku dirinya yang ingin menjatuhkan Presiden Joko Widodo.

Dirinya juga menegaskan, "(Penangkapan) Ini karena kasusku, karena aku ngomong macam-macam di depan MPR jadi yang disasar aku. Tapi ya silakan saja kalau kalian (polisi) mau memperkosa (anaknya), saya tetap akan menjatuhkan Jokowi. Artinya ini bukan soal dendam, tapi secara konstitusional Jokowi memang harus sudah jatuh."


Saturday, September 28, 2019

Pegawai Balai Bahasa Kalteng Ditemukan Tak Bernyawa

Pak Giro (Kanan)

Pria paruh baya itu terkenal sangat ramah. Rekan-rekannya di kantor sering menyapanya dengan Pak Giro. Seorang pegawai negeri sipil dari tanah Sumatera yang merantau di Kalimantan Tengah ini bernama lengkap Elisten Parulian Sigiro.

Dan, sungguh tak diduga, seperti terlansir Borneo24, Pak Giro (50) ditemukan tewas di atas tempat tidur kediamannya di Jalan Manjuhan RT 6 Kelurahan Bukit Tunggal Kecamatan Jekan Raya Kota Palangka Raya, Sabtu (28/9/2019) siang.

Jasadnya ditemukan pertama kali oleh  Kristin. Tetangganya ini diminta tolong oleh istri pak Giro untuk mengecek kondisi suaminya (baca: Giro).

Dikabarkan sang istri sedang berada di Medan, Sumatera Utara.

Masih dari sumber yang sama, Kristin mengatakan, “Karena korban ketika dihubungi oleh istrinya tidak ada jawaban, lalu istri korban minta tolong sama saya, untuk menjenguk korban. Ternyata korban sudah terbujur kaku."

Setelah menemukan jasad pak Giro tersebut, Kristin pun  langsung melaporkan peristiwa itu ke Ketua RT setempat kemudian dilanjutkan ke SPK Polres Palangka Raya.

Tak lama kemudian, tim Inafis Polres Palangka Raya dan dibantu relawan ERP mendatangi lokasi kejadian untuk dilakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP). Lalu jasadnya dievakuasi ke ruang Kamboja Rumah Sakit Doris Sylvanus Palangka Raya untuk di visum luar.

Sementara itu, dokter forensik RSUD Doris Sylvanus, dr. Ricka Brilianty, menuturkan, “Kulit korban sudah mulai terkelupas saat dipegang. Jadi korban diperkirakan meninggal lebih dari 24 jam."

Untuk diketahui, pak Giro memang mengidap penyakit Diabetes.

Rencananya hari ini jenazahnya akan diberangkatkan ke Medan. Sejumlah rekannya pun menuliskan ungkapan belasungkawa, semisal Elisabeth Ebta Kartini dan Evi Septiasi di media sosial.


Revolusi Harus Dilakukan jika Penguasa dan Aparat Keamanan Melanggar Konstitusi


Demikian yang disampaikan Panglima Peta, Mayor (Purn) TNI Muhammad Saleh.

Ya, seperti terlansir RMOL, Sabtu (28/9/2019), Pembela Tanah Air (Peta) menggaungkan revolusi di Aksi Mujahid 212 bertajuk “Selamatkan NKRI” di kawasan Patung Kuda, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Sabtu (28/9).

Dirinya mengingatkan, "Wahai TNI, Polri, kalian adalah pagar negara, alat negara, rakyat bukan musuhmu."

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa aparat keamanan tidak boleh ikut-ikutan melanggar konstitusi.

Menurutnya, jika pemerintah melanggar konstitusi dan aparat melakukan hal yang sama, maka akan terjadi kekacauan di mana-mana. Satu-satunya cara untuk menjaga NKRI ialah revolusi.

"Saya ingatkan satu hal, jika eksekutif dan legislatif tidak bersatu menjalankan konstitusi NKRI, maka hanya satu jalan terakhir yang akan kita lakukan yaitu revolusi, revolusi, revolusi."

Friday, September 27, 2019

Di Manakah Amien Rais Kini Berada?


Masih ingat demonstrasi besar-besaran oleh mahasiswa tahun 1998?

Jika ingatan itu sedang tayang di otak kita, terlihatlah sosok Bapak Reformasi, yakni Amien Rais.

Nah, bulan ini, semangat luar biasa mahasiswa bisa dikatakan lahir kembali. Jiwa-jiwa muda itu telah bergejolak usai pascalengsernya Presiden Soeharto beserta orde barunya.

Tentu saja. Reaksi pasti lahir dari aksi. Gairah mahasiswa turun ke jalan kali ini pun sebagai reaksi dari adanya RUU bermasalah garapan DPR dan pemerintah NKRI (Pemerintahan Jokowi).

Sudah ada nyawa yang melayang dari kalangan mahasiswa oleh sikap represif dari aparat pemerintah.

Tapi, dari ramainya aksi mahasiswa itu, ada yang dirasa kurang. Apakah itu? Keberadaan Sang Bapak Reformasi Indonesia.

Sosok Amien Rais seakan sirna. Seolah hilang ditelan kabut asap akibat karhutla. Tanpa jejak.

Ini menjadi pertanyaan yang membuat rasa penasaran besar. Ke manakah politisi PAN yang hampir tak pernah absen dalam mengkritik kebijakan pemerintah yang dianggap tak prorakyat itu berada?

Menanggapi pertanyaan tersebut, seperti terlansir RMOL, Sabtu (28/9/2019), melalui akun pribadinya, Hanum mengungkap keberadaan sang ayah, "Dear journo, Pak AR tengah umrah sejak beberapa hari lalu, sekalian mendoakan Ibu Pertiwi. Ada yang mau nitip doa? Doa minta jodoh boleh, yang penting yang bagus lah ya. Anyway, wa makaru wa makarallah, wallahu khairul maakiriin."

Mengapa Represi Tidak hanya dari Polri, tapi akan Diberlakukan di Kampus?


Demokrasi dalam kaitannya dengan politik bisa dimaknai sebagai pemerintahan rakyat.

Ada jaminan kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran (baik lisan, maupun tulisan), dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang dalam negara demokrasi.

Maka tidak salah jika Ombudsman RI seperti terlansir RMOL, Jumat (27/9/2019, meminta Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk mengingatkan jajarannya tidak berbuat represif dalam menghadapi aksi unjuk rasa.

Permintaan itu diungkapkan anggota Ombudsman RI, Ninik Rahayu. Ia juga mengatakan, “Represivitas tidak hanya datang dari Polri, tapi juga akan diberlakukan di kampus. Ini kan disayangkan karena kampus adalah ruang demokrasi."

Ya, dirinya menyoroti pernyataan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti)--Mohamad Nasir--yang mengancam menjatuhkan sanksi kepada rektor perguruan tinggi yang mahasiswanya ikut melakukan demonstrasi. Tak kalah represifnya, para dosen dan mahasiswa yang terlibat juga akan diberikan sanksi oleh rektor.

Ninik menambahkan, "Memberikan sanksi bagi mahasiswa yang ingin menyampaikan pendapat di muka umum, itu konstitusional, jadi kalau dilarang apalagi akan diberikan sanksi itu potensi maladministrasi."

Pertanyaannya, mengapa represi tidak hanya dari Polri, tapi akan diberlakukan di kampus?

Thursday, September 26, 2019

Bagaimana di Indonesia ketika AS Buat RUU Dukung Demokrasi Hong Kong?


Negeri Paman Sam memang terkenal dengan slogan demokrasinya. Jadi, tidak mengherankan, seperti terlansir RMOL, Jumat (27/9/2019), Komite Hubungan Luar Negeri Senat dan Komite Dewan Urusan Luar Negeri telah meloloskan Undang-Undang Hak Asasi Manusia (HAM) dan Demokrasi Hong Kong 2019 pada Rabu (25/9).

Rancangan undang-undang tersebut sebagai reaksi atas demonstrasi besar-besaran rakyat Hong Kong.

Lalu bagaimana dengan Indonesia? Apakah negeri ini sudah sedemokratis Amerika Serikat? Cukupkah demokrasi di Indonesia hanya dibuktikan dengan Pileg, Pilkada, dan Pilpres?

Tentu tidak. Negara Indonesia harus menjamin hak-hak rakyatnya di alam demokrasi yang sehat. Sebut saja menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran (baik  lisan, maupun tulisan), dan sebagainya yang ditetapkan dengan undang-undang.

Maka, tindakan represif terhadap demonstran di Indonesia misalnya, tidak diperbolehkan.

Sudahkah demikian?


Adanya Aksi Represif Aparat, Kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Tewas Tertembak


Kayu dilawan dengan kayu. Buku dilawan dengan buku. Begitulah yang sering kita dengar jika berbicara tentang keadilan. Kedua belah pihak sama-sama imbang.

Akan tetapi, prinsip itu tidak berlaku saat demonstran sipil berhadapan dengan aparat kepolisian di Indonesia. Kali ini korbannya adalah mahasiswa. Seperti kita ketahui bersama bahwa mahasiswa tidak dibekali jurus-jurus beladiri dan persenjataan perang. 

Tentu saja mereka akan kalah telak jika berhadapan dengan aparat bersenjata canggih dan lengkap. Dan, hari ini salah seorang dari mahasiswa itu pun gugur diterjang peluru.

Seperti terlansir RMOL, Kamis, (26/9/2019), Kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) tewas tertembak saat menggelar aksi menolak sejumlah RUU bermasalah di Kantor DPRD Sulawesi Tenggara (Sultra), Kendari, Kamis (26/9).

Mendiang yang bernama Randi itu tertembak tepat di dada sebelah kanan. Peluru tersebut masuk sedalam empat senti.

Masih dari sumber yang sama, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) IMM--Najih Prastiyo--mengatakan, "Tindakan ini tidak dibenarkan. Kecuali mahasiswa juga membawa senjata,”

Ia menambahkan, “Shalat gaib akan digelar di kantor PP Muhammadiyah, Jalan Menteng Raya."

Wednesday, September 25, 2019

1 Pasal di RUU Manakah yang Membuat Tukang Gigi Merasa Terancam?


Idealnya Dewan Perwakilan Rakyat merupakan badan legislatif yang terdiri atas para wakil rakyat. Tentunya segala suara rakyat dikemukakan di sana. Rakyat mau ini, mau itu harus mereka perjuangkan di DPR.

Akan tetapi, apa yang terjadi?

Sejumlah rancangan undang-undang terus ditolak oleh banyak kalangan. Artinya tidak sesuai dengan keinginan rakyat banyak. Dan mereka yang menolak pastinya adalah rakyat Indonesia sendiri. Bukan warga negara asing.

Sebut saja para tukang gigi. Mereka merasa profesi tukang gigi terancam dengan salah satu pasal dalam RKUHP.

Pasal manakah itu?

Mengutip CNN Indonesia, Kamis (26/9/2019), Ketua Serikat Tukang Gigi Indonesia Wilayah Jabar--Mochamad Jufri--dalam jumpa pers di Bandung,  mengatakan, "Tuntutan kami nomor satu adalah menolak Pasal 276 ayat 2 RUU KUHP. Alasan jelas bahwa Putusan MK Nomor 40/PUU-X Tahun 2012 menyatakan bahwa tukang gigi tidak melanggar undang-undang."

Lalu apa sebenarnya bunyi pasal tersebut?

Masih dari sumber yang sama, Jufri menjelaskan bahwa Pasal 276 ayat (2) RKUHP bisa mengancam para tukang gigi. Beleid itu menyebutkan, "Setiap orang yang menjalankan pekerjaan menyerupai dokter atau dokter gigi sebagai mata pencaharian baik khusus maupun sambilan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori V (Rp 500 juta)."


Ini Kata Ketua Umum PP Muhamadiyah Soal Demonstrasi Tolak RUU Bermasalah


Sejumlah massa, khususnya mahasiswa, beberapa hari ini gencar melakukan aksi damai turun ke jalan.

Seperti diketahui publik, mereka menyuarakan penolakan rancangan undang-undang bermasalah. Sebut saja RKUHP dan RUU KPK.

Situasi demonstrasi tersebut tak luput dari perhatian Ketua Umum PP Muhamadiyah.

Nah, apa kata orang nomor satu di Muhammadiyah itu?

Seperti terlansir RMOL, Rabu (26/9/2019), Ketua Umum PP Muhamadiyah, Haedar Nashir, mengimbau, "Para pejabat negara dan elite bangsa hendaknya mengedepankan sikap yang positif dan seksama serta tidak melontarkan opini-opini atau pendapat yang dapat memanaskan suasana."

Selain itu, Haedar Nashir juga meminta aparat di lapangan, "Tidak melakukan tindakan-tindakan represif atau kekerasan dalam bentuk apapun sehingga semakin tercipta suasana yang kondusif."

Tuesday, September 24, 2019

Benarkah Biang Kegaduhan Negeri Ini Bermula dari DPR dan Istana?


"Jangan salahkan mahasiswa, mereka tidak ditunggangi, mekera punya perhatian terhadap bangsa ini!"

Demikian itulah yang ditegaskan Pengamat anggaran dan politik, Uchok Sky Khadafi, seperti terlansir RMOL, Rabu (25/9/2019).

Penegasan itu sebagai tanggapan dirinya terhadap maraknya demonstrasi mahasiswa di Indonesia.

Pada intinya, ia mengatakan bahwa  kegaduhan di negara akhir-akhir ini berawal dari DPR dan pemerintah yang terlihat kejar tayang menuntaskan beberapa RUU.

Masih dari sumber yang sama Uchok menjelaskan, "Mereka mendesak beberapa RUU tanpa ada partisifasi rakyat, UU yang paling membuat rakyat marah adalah revisi UU KPK."

Dengan kata lain, ia mengibaratkan, biang kericuhan aksi mahasiswa belakangan, bermula dari DPR sebagai api dan Istana yang menjadi bahan bakar. Ya, revisi UU KPK diusulkan DPR dan Istana menyetujuinya.

Sebagai kemungkinan, jika DPR dan Istana tidak membatalkan beberapa RUU tersebut, termasuk Presiden Jokowi tidak mengeluarkan Perppu UU KPK, bisa jadi ke depan gelombang aksi mahasiswa akan terus berlanjut dan lebih dahsyat lagi.

4 Pasal UU Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan yang Rugikan Petani Indonesia


Pada hari Selasa (24/9/2019) DPR baru saja mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan (SBPB) menjadi uu.

Meski demikian, sangat disayangkan,  merugikan petani di Indonesia.

Nah, apa saja yang merugikan itu? Mengutip CNN Indonesia, Rabu (25/9/2019), berikut jawabannya.

Pasal 21
yang mengatur kewajiban lapor bagi
petani kecil ke pemerintah ketika
mereka melakukan pencarian dan
pengumpulan sumber daya
genetik. Ketentuan tersebut
bertentangan dengan Putusan MK yang
membebaskan petani mencari dan
mengumpulkan benih.

Pasal 23
yang mengatur soal ketentuan batas
edar varietas hasil pemuliaan petani
kecil. Ketentuan ini bertentangan yang
memberi kebebasan petani kecil
mengedarkan varietas hasil
pemuliaan kepada sesama petani.

Pasal 108
soal aturan sanksi administratif kepada
petani kecil yang dianggap melanggar
aturan dalam pencarian dan
pengumpulan sumber daya genetik
tanpa izin. Ketentuan tersebut
bertentangan dengan Putusan MK yang
membebaskan petani mencari dan
mengumpulkan benih.

Pasal 29
belum tegas melindungi petani.
Beleid hanya menyebutkan bila
benih pertanian mengandung
rekayasa genetik, peredarannya wajib
mengikuti ketentuan undang-undang.

Akan Berapa Ratus Ribu Warga Lagi di Kalimantan dan Sumatera Terkena ISPA Akibat Karhutla?


Sudah ada lebih dari 900 ribu warga di Kalimantan dan Sumatera terkena infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) akibat terdampak kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Berdasarkan catatan dari Kementerian Kesehatan yang diungkapkan Plt Kapusdatin dan Humas BNPB Agus Wibowo, seperti terlansir Arrahmah, Selasa (24/9/2019), bahwa di Riau ada 275 ribu, di Jambi Juli sampai Agustus 63 ribu, Maret sampai September di Sumsel ada 291 ribu, Kalbar sampai September dari Februari 180 ribu, Kalimantan Tengah 40 ribu, Kalimantan Selatan 67 ribu, jumlah totalnya ada 900 ribu untuk penderita ISPA.

Data di atas dicatat sejak Februari hingga September 2019.

Agus menerangkan jumlah penderita ISPA mungkin bisa bertambah lagi karena masih berlangsungnya kabut asap di berbagai daerah.


10 Pasal RKUHP yang Ditolak Komunitas Pers


Tidak hanya para petani, buruh, dan mahasiswa yang menolak pasal-pasal dalam rancangan undang-undang bermasalah.

Komunitas pers pun menyampaikan penolakan terhadap 10 pasal yang tertuang dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

Seperti terlansir CNN Indonesia, Rabu (25/9/2019), Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Yadi Hendriana membeberkan pasal-pasal tersebut, yaitu

1. Pasal 219 tentang penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden,

2. Pasal 241 tentang penghinaan terhadap pemerintah,

3. Pasal 247 tentang hasutan melawan penguasa,

4. Pasal 262 tentang penyiaran berita bohong,

5. Pasal 263 tentang berita tidak pasti,

6. Pasal 281 tentang penghinaan terhadap pengadilan,

7. Pasal 305 tentang penghinaan terhadap agama,

8. Pasal 354 tentang penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara,

9. Pasal 440 tentang pencemaran nama baik, dan

10. Pasal 446 tentang pencemaran orang mati.

Adapun penolakan itu mereka sampaikan secara langsung kepada Bambang Soesatyo di pos pengamanan DPR di sela-sela aksi unjuk rasa ribuan mahasiswa yang menolak RKUHP dan sejumlah rancanga regulasi kontroversial lainnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (24/9/2019) kemarin.

Ini Seruan Komnas HAM Terkait Demonstran Mahasiswa


Demonstrasi mahasiswa dari berbagai kampus di Indonesia kian marak. Sebut saja aksi ribuan mahasiswa yang mengepung gedung DPR RI sejak Selasa siang tadi. Pada intinya kaum intelektual muda ini menolak sejumlah rancangan undang-undang bermasalah. Contohnya RUU Minerba, RUU Ketenagakerjaan, RUU Pertanahan, RUU KPK, dan RKUHP.

Dalam demonstrasi tersebut, para mahasiswa dan polisi tak luput dari bentrok.

Menanggapi hal itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM menyerukan kepada aparat kepolisian menghentikan tindakan kekerasan terhadap mahasiswa yang berdemo tersebut.

Seperti terlansir Suara, Selasa (24/9/2019), Komisioner Komnas HAM--Choirul Anam--menegaskan, tindakan kekerasan hanya akan melahirkan pelanggaran HAM baru di Indonesia.

Dirinya juga mengingatkan, "Tindakan berlebihan tidak hanya akan melahirkan pelanggaran HAM, namun lebih jauh akan berpotensi mengancam aksi damai itu sendiri."

Ia berpendapat bahwa aparat kepolisian harusnya belajar dari penanganan demonstrasi dalam peristiwa Pemilu 21--24 Mei 2019 lalu. Dengan mengambil pelajaran dari peristiwa itu, diharapkan ada perbaikan dalam menangani para demonstran.

Selebihnya, Choirul juga mengatakan, "Untuk tindakan penggunaaan kewenangan yg berlebihan, tim Propam Kepolisian harus melakukan investigasi. Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa semua tindakan berlawanan dengan pedoman penanganan akan ditindak sesuai dengan hukum."

Akankah Anda Berempati seperti Warga, Pegawai, dan TNI yang Bantu Mahasiswa Korban Gas Air Mata?


Sangat kejam! Mungkin dua kata itulah yang terlintas di otak sebagian orang saat gas air mata ditembakkan aparat kepolisian ke arah mahasiswa.

Ya, para pejuang muda yang ikut dalam demonstrasi di depan Gedung DPR, Jakarta tersebut, mendapatkan  tembakan gas air mata oleh aparat pada Selasa (24/09/2019) sore tadi.

Seperti terlansir Hidayatullah, Selasa (24/9/2019), salah seorang mahasiswa, Alamsyah, merasakan pedih pada kedua matanya akibat efek gas air mata. Ia dan rekan-rekannya berlari menjauhi tembakan, meski tak jauh dari gerbang utama DPR RI.

Tragisnya, efek gas air mata begitu terasa olehnya, bahkan membuatnya sempat tak  bisa melihat.

Alhamdulillah, ia dan rekan-rekannya dibantu sejumlah warga dan pegawai perkantoran di sekitar lokasi aksi.

Mereka yang berhati emas itu membantu massa aksi, yakni dengan memberikan air minum dan mengevakuasi mahasiswa ke kamar mandi untuk membersihkan mata pascapenembakan.

Mahasiswa dari sebuah perguruan tinggi di Depok ini menuturkan, “Itu pegawai-pegawainya keluar semua bantu kami (beri) air apa segala. Saya lihat-lihat ini warga di sini, kantor-kantor besar di sini nih kelihatannya mendukung. Buktinya kami dibukakan jalan, kan."

Ternyata, aparat TNI yang berjaga-jaga di sekitar lokasi aksi pun turut memberikan bantuan kepada mahasiswa.

Alamsyah menambahkan, “(TNI) memberikan bantuan berupa air minum dan makanan."


Empat Tuntutan dari Ratusan Buruh dan Tani kepada DPR dan Pemerintahan Jokowi


Bukan hanya mahasiswa, ratusan buruh dan tani yang tergabung dalam Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR)  menggelar aksi unjuk rasa pada Hari Tani Nasional di depan Gedung MPR/DPR RI, Jalan Gatot Soebroto, Jakarta, Selasa (24/9/2019) siang.

Seperti terlansir RMOL, Selasa 24/9/2019), KPR terdiri atas beberapa elemen masyarakat. Di antaranya Serikat Petani Indonesia (SPI), Federasi Perjuangan Buruh Indonesia (FPBI), dan Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI).

Adapun Ketua Umum KPR--Herman Abdurrahman--mengatakan, dalam aksi ini para buruh dan tani memiliki empat poin tuntutan terhadap DPR dan pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Pertama, mereka menuntut jaminan sosial rakyat. Banyak para buruh dan tani yang jaminan sosial rakyatnya terancam oleh keberadaan RUU Pertanian dan RUU Ketenagakerjaan.

Kedua, menuntut pemerintah dan DPR harus menjamin demokrasi di Indonesia seluas-luasnya. Kini, demokrasi di Indonesia  telah terancam. Hal tersebut terlihat dalam pembahasan beberapa RUU yang tidak melibatkan rakyat Indonesia.

Ketiga, para buruh dan tani juga menuntut pemerintah agar segera menghapus utang dari luar negeri. Mereka menilai akibat utang luar negeri yang terus bertambah besar, rakyat dan negara akan semakin terbebani.

Keempat, sita harta para koruptor. Artinya, para koruptor jangan hanya di penjara, tetapi harus dirampas harta mereka yang telah menyengsarakan rakyat Indonesia.

Herman juga menambahkan keterangannya bahwa aksi ini bukan hanya dilakukan di depan Gedung DPR RI. Akan tetapi, juga ada ribuan massa dari buruh dan tani lain yang kini tengah demo di depan Istana Negara.

Monday, September 23, 2019

Mahasiswa Tidak akan Mundur atau Jokowi yang Diminta Mundur?


Dua poin penting itulah yang menjadi kelanjutan jika Presiden Jokowi menolak membatalkan revisi UU KPK menurut politisi senior Fuad Bawazier dalam keterangan tertulis yang diterima Kantor Berita Politik RMOL, Senin (23/9/2019).

Mengapa bisa demikian?

Karena, tuntutan yang paling utama dalam demonstrasi yang digelar mahasiswa adalah pembatalan revisi UU KPK. Inilah yang dianggap paling urgent.

Itulah sebabnya, seperti terlansir RMOL, Selasa (24/9/2019), Fuad Bawazier meminta Jokowi tidak hanya menunda pembahasana RKUHP, tetapi harus membatalkan revisi UU KPK. Jokowi diminta agar segera mengampil sikap pembatalan revisi UU KPK sebelum gelombang protes semakin meluas dan meminta Jokowi untuk mundur dari jabatannya. 

Sunday, September 22, 2019

Tanggapan Hensat tentang Cerita Karhutla, Sepatu Kotor, dan Kakek Ramah Cucu


Sebuah cerita, terkadang bisa begitu terkenal dan menghasilkan keuntungan yang sangat besar. Sebut saja cerita berjudul Laskar Pelangi karya Andrea Hirata atau Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy.

Cerita akan menjadi terkenal atau sebaliknya tentu tidak bisa dilepaskan dari takdir yang telah digariskan Tuhan semesta alam.

Terkait dengan cerita, Analis Politik Universitas Paramadina--Hendri Satrio --memberikan pandangannya terhadap  posisi Jokowi dalam dinamika politik nasional akhir-akhir ini.

Seperti terlansir RMOL, Senin 23/8/2019), dirinya menyampaikan bahwa reputasi tercipta dari keberhasilan individu memengaruhi orang lain untuk percaya. Bila cerita sudah tidak menarik kemudian gagal pula pengaruhi orang lain, maka reputasi individu tersebut diambang ketidakpopuleran.

Ia menambahkan, bila gagal di satu cerita bukan berarti kiamat lantaran reputasi langsung buruk.

Artinya masih ada usaha, yakni membuat cerita lain yang beda topik tapi punya daya gedor kuat.

Dalam hal ini, Hendri Satrio (Hensat) memberikan contohnya, yaitu
 Jokowi dinilai telah gagal mengkontrol reputasi RUU KUHP atau bahkan gagal di cerita Karhutla dan sepatu kotor, maka harus segera ada cerita baru.

Khusus untuk hal ini Jokowi pada Minggu (22/9) kemarin mengajak cucunya Jan Ethes berjalan-jalan menikmati udara segar. Dan, cerita terbaru ini berakhir kontroversial.

Terkait kegagalan cerita karhutla, sepatu kotor, dan kakek Ramah cucu, Hensat menjelaskan, "Tapi sutradara harus menanggung beban kegagalan ini yang dapat berimbas pada kepuasan publik. Nah, siapakah sutradaranya?"

Apakah Jokowi hanya Cukup Berkunjung Langsung Memantau Karhutla?


Belum lama ini Presiden Joko Widodo melakukan pemantauan langsung  kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau. Tepatnya pada Selasa, (17/9/2019) lalu.

Hal paling viral dari kunjungan itu adalah sepatu kotor milik Jokowi setelah pemantauan di sana. Ya, sepatu kotor.

Menanggapi kedatangan Presiden RI tersebut, seperti terlansir Faktakini, Minggu (22/9/2019), Juru Kampanye Greenpeace--Arie Rampos--menegaskan, seharusnya Jokowi tak hanya berkunjung langsung memantau karhutla. Akan tetapi, berani memberikan sanksi tegas kepada perusahaan pembakar hutan.

Ia menjelaskan bahwa sebenarnya sejak kasus karhutla tahun 2015 lalu, tak ada sanksi tegas, misalnya pencabutan izin dari pemerintah. Akibatnya, peristiwa kebakaran hutan dan lahan terus terulang secara rutin, termasuk tahun ini.

Arie melanjutkan, "Makanya pemerintah, seharusnya juga sejak dari 2015, sudah mempublikasikan perusahaan-perusahaan mana yang melakukan pembakaran dan publik juga. Jadi tahu siapa perusahaannya, termasuk, bagaimana progres penanganan dari kebakaran hutan dan lahan."

Dengan kata lain, SEANDAINYA Pemerintah Republik Indonesia  memberikan sanki tegas seperti mencabut izin perusahaan pembakar lahan, maka karhutla tahun ini bisa dicegah. Setidaknya dikurangi.

Ia juga menambahkan, "Ya kalau Jokowi ke sana hanya foto-foto ya, itu kemudian menyakiti korban-korban asap yang selamanya sudah terpapar. Yang harus dipikirkan adalah bagaimana paru-paru masyarakat yang hidup di sana menjadi kotor karena dia [Jokowi] tidak menangani kasus kebakaran hutan tersebut dengan tindakan yang serius."

Harus Berapa Lama Lagi Warga Kota Jambi Tak Lihat Matahari?


Siapa suruh jadi rakyat? Mengapa tak menjadi orang kaya dan berkuasa?

Mungkin ada saja yang melemparkan pertanyaan sadis seperti itu. Mungkin saja tidak. Yang jelas, ada tangan-tangan jahat yang tega membuat rakyat menderita karena kabut asap akibat karhutla.

Sebut saja di Jambi. Seperti terlansir Detikcom, Minggu (22/9/2019), sepanjang hari ini, warga Kota Jambi tidak melihat sinar matahari karena terhalang kabut asap yang kian pekat. Sejumlah warga menyebut kabut asap kali ini melebihi fenomena kabut asap 2015.

Sebelumnya, viral langit merah akibat pekatnya kabut asap di Jambi saat siang hari.

Pertanyaannya, harus berapa lama lagi masyarakat Jambi akan seperti itu? Hari ini Jambi, akankah besok terjadi hal serupa di tempat yang lainnya lagi?

Saturday, September 21, 2019

Layakkah Jokowi Mendapatkan Anugerah Putera Reformasi?


Era reformasi sudah dimulai sejak 21 tahun lebih. Yakni, ditandai dengan jatuhnya era Orde Baru pada 1998 silam.

Semangat Reformasi masih ada, tetapi tujuannya belumlah tercapai sepenuhnya.

Terkait era yang masih berlangsung ini, beredar surat Universitas Trisakti yang isinya bakal memberikan gelar 'Putera Reformasi' untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Menanggapi hal itu, seperti terlansir Detikcom, Minggu (22/9/2019),
Politikus Gerindra Andre Rosiade mengkritik surat Universitas Trisakti tersebut. Menurut dia, Jokowi belum layak mendapatkan anugerah tersebut.

Tentu ada sejumlah alasan yang melatarbelakangi pernyataan Andre. 

Misalnya ia mengatakan, "Pak Jokowi belum bisa melaksanakan janji beliau sejak 2014 mau menuntaskan kasus 12 Mei 1998. Sampai sekarang belum tuntas."

Lebih lanjut, Andre menambahkan alasan berikutnya bahwa semangat reformasi di era pemerintahan Jokowi juga malah menurun.

Salah satu buktinya adalah, dengan pengesahan revisi UU KPK yang dinilai justru melemahkan kewenangan KPK dalam memberantas korupsi.

Itulah sebabnya, Andre yang merupakan Wasekjen Ikatan Alumni Universitas Trisakti itu menegaskan, "Saya minta pihak rektorat jangan gadaikan reformasi untuk kepentingan kelompok tertentu, misal mau jadi menteri atau jajaran di BUMN."

Apa Benar, Esemka Tidak Diikutkan Pameran Internasional Hannover Messe 2020?


Indonesia menjadi tuan rumah pameran teknologi industri Hannover Messe 2020 mendatang.

Pameran internasional tahunan terbesar di sektor teknologi industri ini  fokus terkait otomotif, elektronik, robotik, informasi teknologi, dan manufaktur.

Dan, sangat disayangkan dalam gelaran akbar ini, pemerintah tidak mengajak mobil Esemka untuk dipamerkan kepada masyarakat internasional.

Sementara dari sektor transportasi, pemerintah hanya akan mengajak PT Gesits untuk memamerkan kendaraan listriknya.

Seperti terlansir Merdeka, Menteri Perindustrian--Airlangga Hartarto--di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (20/9), mengatakan, "Ya, nanti ada beberapa teknologi berbasis listrik, seperti Gesit, itu akan kami bawa, kemudian teknologi baterainya, ini kerja sama dengan Panasonic."

Benarkah Seiring Ditundanya Pengesahan RUU KUHP, Secara Hukum RUU Itu Tidak Bisa Disahkan Lagi?


Pertanyaan pada judul di atas merujuk pada UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan.

Dikutip dari RMOL, Sabtu (21/9/2019),
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)--Asfinawati--mengatakan, "Sebenernya di UU 12/2011 sudah buyar, enggak dibahas lagi dalam masa sidang (parlemen) ini. Jadi, harusnya memang enggak akan disahkan."

Meski demikian, dirinya masih sangsi terhadap sikap Presiden Jokowi yang kerap mengabaikan masukan hingga desakan dari masyarakat terkait RUU KUHP ini.

Kesangsiannya juga diperkuat dengan sikap Jokowi yang menyetujui revisi UU 30/2002 tentang KPK. Padahal banyak pihak menilai revisi ini melemahkan lembaga antirasuah itu.

Asfina juga menegaskan, "Kalau Presiden konsisten dengan omongannya menunda ya, tidak dibahas lagi (RKUHP)."

Friday, September 20, 2019

Kabut Asap! Pemerintah Harus Segera Laksanakan Putusan Mahkamah Agung!


Dari sekian putusan tersebut, di antaranya adalah membangun rumah sakit korban asap dan menggratiskan korban asap pada wilayah terdampak. 

Begitu juga, dari sisi regulasi perubahan baku mutu udara yang juga menjadi mandat putusan MA harus segera dilaksanakan.

Selain itu, pemerintah haruslah berani membuka data, nama, dan informasi titik konsesi yang terbakar.

Mengutip RMOL, Sabtu (21/9/2019), Manajer Kampanye, Pangan, Air dan Ekosistem Esensial, Eksekutif Nasional (Eknas) Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Wahyu Perdana,  menjelaskan presiden dan pemerintah seharusnya bertanggung jawab atas kondisi yang terjadi saat ini dengan segera melaksanakan putusan Mahkamah Agung terhadap gugatan Citizen Lawsuit (CLS).


Thursday, September 19, 2019

Demo Mahasiswa Viral di Medsos, Mereka Kecewa DPR Tak Peduli Rakyat


Jagat media sosial sejak kemarin hingga hari ini, Jumat (20/9/2019), diramaikan dengan foto dan video demo mahasiswa di depan gedung DPR RI Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat.

Sejumlah media massa daring pun ikut mewartakannya.

Sebut saja Kumparan, Kamis (19/9/2019), melansir bahwa para mahasiswa tersebut menggunakan jas almamater dari UI, ITB, UPN, dan Unindra.

Mahasiswa yang berasal dari beberapa universitas itu melakukan unjuk rasa untuk menolak RUU KUHP dan revisi UU KPK.

Seperti tersiar VIVAnews, Kamis (19/9/2019), salah seorang mahasiswa (yang ikut demo tersebut) mengatakan, "Kami kecewa, di tengah banyaknya yang menolak revisi UU KPK dan RUU KUHP,  tapi seakan tidak didengarkan dan justru ingin disahkan, kami melihat DPR tak peduli terhadap rakyat."


Apa Kata Mantan Menpora Roy Suryo tentang status tersangka Imam Nahrawi?


Imam Nahrawi telah menjadi tersagka kasus suap dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Dirinya juga sudah mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora).

Menanggapi hal itu, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Roy Suryo angkat bicara.

Apa katanya perihal status tersangka Imam tersebut? 

Mengutip CNN Indonesia, Kamis (19/9/2019) Roy Suryo mengatakan, "(Dana hibah KONI) memang sangat rawan (korupsi).

Roy juga menambahkan bahwa memimpin Kemenpora harus banyak belajar dan waspada. Sebab, banyak situasi yang bisa menjebak atau membuka peluang terseret ke ranah korupsi.

Mengenai peluang terseret korupsi di kementerian itu, Roy membeberkannya, yakni muncul ketika Kemenpora punya proyek menyelenggarakan acara olahraga seperti Sea Games atau Asian Games.

Masih dari sumber yang sama, ia menuturkan,"Jadi ini pun yang rutin begitu. Belum nanti kalau misalnya terbuka yang Sea Games atau bahkan Asian Games yang tahun lalu."

Lalu, ia menceritakan pengalamannya saat menjabat Menpora periode 2013--2014.  Dirinya mengaku, saat itu, sempat mendengar saran agar dana hibah tidak langsung dicairkan dan diserahkan kepada KONI. Saran itu menyebut dana hibah KONI bisa 'diputar' lebih dahulu.

Namun, Roy menolak melakukan saran tersebut. Katanya, "Saya bilang waktu itu atlet itu tanding di Sea Games (bulan) November, kita enggak boleh memberikan anggarannya November. Atlet itu ada persiapan sebelumnya."

Wednesday, September 18, 2019

Waw, Menpora Tersangka, Syaroni: Dalam Sejarahnya Nanti akan Dikenang Kabinet Jokowi Berlumur Korupsi


Masih ingat perang cicak versus buaya? Itu cerita lama. Sudah terkubur oleh bebatuan, tanah, dan pasir berton-ton jumlahnya.

Meski demikian, hal tersebut tetaplah bagian dari sejarah Indonesia. Pasti sudah dicatat rapi dalam buku-buku sejarah yang apik. Dan, kita tidak boleh melupakan sejarah begitu saja.

Nah, akhir-akhir ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  berhadap-hadapan langsung dengan DPR-Pemerintah RI.

KPK dilemahkan DPR dengan revisi UU KPK. Terkait persoalan ini, seperti terlansir RMOL, Rabu (18/9/2019), Ketua Presidium Perhimpunan Masyarakat Madani (Prima)--Syaroni--mengatakan, "Sekarang KPK melakukan serangan balik yakni menyasar pihak-pihak yang bisa sesegera mungkin ditetapkan sebagai tersangka."

Ia menerangkan bahwa langkah termudah membalas koalisi pemerintah-DPR adalah dengan menetapkan Menpora sebagai tersangka.

Mengapa mudah? Sebab, kasus suap dana hibah Kemenpora kepada KONI yang menjerat Imam itu telah lama disidik. Terlebih, asisten pribadi (Aspri) Menpora, Miftahul Ulum, sudah ditahan.

Lalu di mana efek serangannya? Disadari atau tidak, sebenarnya hal ini merupakan pukulan telak bagi Presiden Jokowi. Ya, pemerintahannya telah tercoreng dengan kasus korupsi oleh menterinya sendiri. Yang lebih parahnya lagi bahwa revolusi mental yang diusungnya gagal total.

Syaroni menambahkan, "Dalam sejarahnya nanti akan dikenang bahwa kabinet Jokowi berlumur korupsi."

Mengenai langkah KPK selanjutnya, menurut Sya'roni, aksi KPK akan lebih dahsyat jika berani menetapkan Menteri Perdagangan--Enggartiasto Lukita--juga sebagai tersangka kasus dugaan pemberian suap Rp 2 miliar kepada mantan anggota DPR Bowo Sidik Pangarso.

Tuesday, September 17, 2019

Kok, Tidak Ada Kebun Sawit dan Hutan Industri yang Terbakar? 80% yang Terbakar Jadi Kebun!


Apakah api bisa memilih hutan dan lahan untuk dibakar? Jika hutan dan lahan bukan industri, maka akan segera dibakar habis oleh api. Sebaliknya, api akan diam sambil ngopi saat ada di depan hutan dan kebun insutri. Waw! Luar biasa.

Tapi, itu hanyalah dongeng yang sangat tidak masuk akal dan menyesatkan.

Berdasarkan pengamatan langsung di lima provinsi yang kerap terdampak karhutla, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)--Letjen Doni Monardo--memamastikan tidak ada kebun sawit dan hutan industri yang terbakar.

Sementara kebakaran hutan dan lahan atau karhutla, katanya, hanya menyasar semak belukar dan lahan yang bukan industri.

Ini membuktikan bahwa 99 persen (nyaris semua) kebakaran terjadi karena ulah manusia.

Nah, yang lebih menarik lagi adalah, sebuah kenyataan menyakitkan, yaitu mayoritas lahan yang terbakar akan berubah jadi kebun pasca kebakaran

Dikutip dari RMOL, Rabu (18/9/2019) Mantan Danjen Kopassus itu mengatakan, "Saya ambil kesimpulan 80 persen lahan terbakar pada akhirnya berubah jadi kebun."


Benarkah Inti Masalah Karhutla pada Kepemimpinan Jokowi yang Lemah?


Siapa pun tidak akan mau terjatuh di lubang yang sama. Tetapi, Indonesia setiap tahun menderita akibat asap. Ya, asap dan asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Lagi dan lagi.

Bahkan, Wakil Ketua DPR--Fadli Zon--heran kasus karhutla ini kembali terulang di Indonesia.

Keheranannya itu karena Presiden Jokowi sudah pernah menyatakan bahwa karhutla sudah teratasi dan tidak akan terulang lagi.

Seperti terlansir RMOL, Rabu (18/9/2019), Fadli menegaskan, “Kok bisa terulang lagi, padahal presiden pernah bilang ini teratasi dan tidak akan terulang lagi. Namun yang terjadi tidak demikian."

Dirinya menyayangkan negara selalu kalah oleh para mafia. Ia ingin pesoalan karhutla tidak sebatas mengenai akibat, tetapi seharusnya menyentuh ranah penyebab.

Ia pun menyimpulkan bahwa penyebab sebenarnya karhutla adalah faktor figur kepemimpinan yang lemah.

Menurutnya, Jokowi tidak efektif dalam menangani kasus ini. Alasannya adalah,  ketegasan Jokowi yang ditunjukkan dengan gaya marah-marahnya masih gagal menuntaskan masalah.

Lalu, benarkah memang demikian?

World Wildlife Fund Indonesia Berikan Usul Penting kepada Jokowi tentang Karhutla


"Adakah hutan yang tersisa?"

Mungkin pertanyaan itulah yang muncul dalam obrolan basa-basi pada masa depan di warung kopi atau teras rumah saat teriknya siang hari tiba.

Hal tersebut bisa saja terjadi jika hutan benar-benar habis karena dibakar tanpa sisa.

Lihat saja kebakaran hutan dan lahan saat ini. Karhutla terus terjadi di sejumlah wilayah di Kalimantan dan Sumatera. Areanya pun sudah semakin meluas.

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang diunggah melalui SiPongi Karhutla Monitoring System, rekapitulasi luas karhutla 2019 telah mencapai 328,722 hektare. Sungguh sangat memprihatikan, 'kan?

Belum lagi faktor alam, yakni cuaca kering dan musim kemarau kian  menambah sulitnya pemadaman karhutla di lapangan.

Itulah sebabnya, Direktur Konservasi World Wildlife Fund (WWF) Indonesia, Lukas Adiyakso, seperti terlansir RMOL, Selasa (17/9/2019), mengusulkan Presiden Joko Widodo harus mengambil sikap dan menetapkan bencana karhutla sebagai hal yang darurat.

Monday, September 16, 2019

Ini Rincian Petugas Gabungan yang Dikirimkan Anies Membantu Padamkan Karhutla di Riau


Kabut asap sudah menjadi perhatian umum. Bukan hanya di daerah terdampak, tetapi sudah lintas batas daerah dan negara. Keprihatinan dan empati atas kebakaran hutan dan lahan dirasakan banyak pihak.

Salah satunya dari Pemerintah DKI Jakarta. Hari ini, Selasa (17/9/2019), Anies Baswedan melepas 65 petugas gabungan menjadi satgas penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) ke Riau.

Pelepasan dilakukan di Lapangan Monas, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat.

Nah, dari mana sajakah 65 petugas gabungan ini berasal?

Seperti terlansir Faktakini, Selasa (17/9/2019), petugas yang dikirim berasal dari Dinas Penaggulangan Kebakaran dan Penyelamatan sebanyak 25 orang, Dinas Kesehatan sebanyak 10 orang yang akan membuat dua posko, BPBD sebanyak lima orang, Dinas Sosial sebanyak 10 orang, tim relawan Jakarta sebanyak 10 orang, serta tim pendukung sebanyak 5 orang.

Sehubungan dengan hal itu, Gubernur DKI Jakarta Anies meminta para petugas tersebut memandang tugas mulia ini sebagai pengabdian dan sebagai kehormatan, yakni mendapatkan kehormatan mewakili ibu kota, memadamkan api, menyelamatkan anak-anak, orang tua dari kabut asap.

Selain itu, Anies juga mengingatkan petugas selalu menjaga kesehatan  agar bisa bekerja maksimal selama 10 hari bertugas di lapangan.

Beranikah Presiden RI Buka Data HGU Hutan dalam Menindak Perusahaan Pembakar Hutan dan Lahan?


Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) bukanlah perkara ringan. Kabut asap yang dihasilkannya sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat.

Mulai dari kesehatan, roda perekonomian, hingga kelangsungan hidup generasi manusia selanjutnya.

Dan, sudah dipahami semua pihak bahwa penyebab karhutla yang areanya sangat luas itu tentu bukan hanya dari para peladang. Akan tetapi, juga bisa karena faktor perbuatan dari suatu perusahaan besar yang sengaja membuka lahan dengan melakukan pembakaran.

Terkait masalah itu, seperti terlansir Detikcom, Selasa (17/9/2019), Anggota DPR terpilih Partai Demokrat H. Irwan, mengatakan, "Pak Jokowi harus berani membuka data HGU berikut Izin Perusahaan Hutan terutama data Hutan Tanaman Industri kemudian di overlay dengan data titik api (hotspot) di Kalimantan dan Sumatera. Dengan analisis spasial maka seharusnya segera bisa diumumkan daftar perusahaan nakal pembakar hutan dan lahan dan segera ditindak tegas bahkan sampai pencabutan izin usaha."

Ke PBB Lantaran Negara Diduga Lakukan Pelanggaran HAM dalam Peristiwa Karhutla?


Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terjadi dari tahun ke tahun. Berlangsung dan berlangsung lagi. Begitulah gambaran singkat alur tragedi kabut asap di Indonesia.

Menyikapi hal itu, seperti terlansir CNN Indonesia, Selasa (17/9/2019)
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Yati Andriyani, mengatakan pihaknya menilai tidak ada tindakan nyata yang dilakukan pemerintah terkait pencegahan karhutla agar tidak terus terulang.

Ia menilai kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang semakin memburuk sepanjang 2019 sudah tergolong dalam kejahatan lingkungan atau ekosida karena dampaknya yang parah terhadap ekosistem dan kehidupan masyarakat.

Dalam hal ini Yati menegaskan jika pemerintah tidak segera melakukan langkah penegakan hukum, maka masyarakat sipil bisa saja melakukan pelaporan ke Komaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia yang mengurusi isu Bisnis dan HAM.

Mengapa bisa dilakukan pelaporan ke PBB? Menurutnya bisa karena negara diduga telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia dalam peristiwa karhutla.

Dirinya menambahkan, "Sangat mungkin kita juga mendorong agar komunitas internasional seperti komite Bisnis dan HAM di bawah PBB. Kita bisa saja memberikan pelaporan ke sana untuk mereka me-review, untuk mereka melihat sejauh mana sebaiknya Indonesia telah mematuhi konsep- konsep bisnis yang harus memperhatikan parameter hak asasi manusia."

Di samping itu, dari sumber yang sama, Yati juga mengatakan masyarakat sipil bisa membuat laporan khusus terkait pelanggaran atas hak kesehatan.

Kok, Permendag Bertolak Belakang dengan UU Jaminan Produk Halal?


Di Indonesia yang merupakan negara berpenduduk umat Islam terbanyak di dunia ini sudah ada UU 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal.

Akan tetapi, Menteri Perdagangan-- Enggartiasto Lukita--malah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 29/2019 yang di dalamnya termuat aturan tentang ketentuan ekspor dan impor hewan dan produk hewan tidak lagi mewajibkan label halal.

Tak pelak lagi, Permendag tersebut menuai pro dan kontra di masyarakat. Salah satunya Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini.

Seperti terlansir Eramuslim, Senin (16/9/2019) ia menguraikan bahwa aturan yang diterbitkan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita itu bertolak belakang dengan UU 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal.

Berdasarkan ketidaksesuaian antara Undang-Undang Jaminan Produk Halal dan Permendag itulah, dirinya mendesak agar Permendag 29/2019 segera direvisi.

Menurutnya, Permendag baru harus mengacu pada UU 34/2014 bahwa barang yang diimpor harus ada jaminan halal.

Sunday, September 15, 2019

Wahyu: Kalau Presiden Serius, Langkahnya Harus Linier


Kebakaran hutan dan lahan terasa sangat menyesakkan jiwa. Ya, bukan sekadar organ pernapasan yang terdampak, tetapi masalah kabut asap sudah menjadi beban kejiwaan rakyat Indonesia.

Terkait persoalan itu, Manager Kampanye, Pangan, Air dan Ekosistem Esensial Eksekutif Nasional (Eknas) Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Wahyu Perdana, menyampaikan bahwa sikap pemerintah yang tidak mengakui kondisi kedaruratan dan seperti menutup mata dengan kondisi sangat disayangkan.

Seperti terlansir RMOL, Minggu (15/9/2019), Wahyu mengungkapkan, "Kalau Presiden serius langkahnya harus linier. Bukan hanya berstatement."

Ia juga menyatakan, pemerintah harus membuka mata dengan keputusan yang telah dikeluarkan oleh Mahkamah Agung, yakni mana saja perusahaan yang bermasalah, jadi publik tahu dan turut mengawasi.

Walhi berharap pemerintah memprioritaskan kesehatan masyarakat dan kemudian juga harus mengevaluasi perizinan investasi terkait lingkungan hidup Indonesia.

Jokowi Setujui Tiga Poin, Busyro: Tega-teganya Membodohi Publik


Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi atau Revisi UU KPK masih menjadi perdebatan.

Terkait hal ini, Jokowi menyetujui  tiga poin dalam draf revisi yang diinisiasi DPR tersebut.

Ketiga poin itu adalah, pertama Jokowi menyetujui Dewan Pengawas di KPK. Kedua, Jokowi menyetujui Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Ketiga, Jokowi menyetujui perubahan status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Menurut Busyro Muqoddas yang merupakan mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu justru persetujuan Jokowi  di atas sebagai upaya nyata pembunuhan KPK.

Ketua PP Muhammadiyah ini menilai Presiden Indonesia kini tengah membodohi publik.

Mengutip Tajdid, Minggu (15/9/2019) Busyro mengatakan, “Saya melihat Presiden ini main-main, tega-teganya membodohi publik. Dikira publik ini bodoh?”

Ia menyoroti poin ketiga, yakni ASN. Secara tegas dirinya berujar, “Poin ASN adalah bentuk pembunuhan KPK secara smooth, pakai kursi listrik setrum pelan-pelan. Atau pakai arsenik, ya? Pada suatu saat nanti budaya asli sebagai lembaga independen hilang. Otomatis KPK mati."

Dalam hal ini ia menerangkan bahwa selama ini setelah merekrut dan mendesain pegawai KPK menjadi periset, analis LHKPN, penyelidik, dan yang memenuhi syarat menjadi penyidik, mereka dilatih secara mental dan fisik oleh Kopassus di Lembang.

Masih dari sumber yang sama, Busyro menambahkan, “Artinya Desain KPK dengan SDM yang sudah pernah dilakukan sebelumnya hasilnya independen, itu karena tidak ada nilai-nilai dan budaya ASN yang masuk di KPK."

Perlukah ASEAN Bersatu Lawan Kabut Asap Lintas Batas Negara?


Kabut asap telah menjadi momok bagi Indonesia. Betapa tidak? Indonesia selalu menghasilkan asap dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla) setiap tahunnya.

Sebut saja 2006, 2009, 2012, 2015, dan tahun ini merupakan contoh tahun-tahun terparah dalam hal kabut asap di negeri berjuluk Jamrud Khatulistiwa ini.

Kalimantan dan Sumatera menjadi daerah terbanyak penyumbang asap akibat karhutla.

Bahkan, bukan hanya Indonesia sebagai negara satu-satunya terdampak kabut asap. Negara-negara jiran seperti Malaysia dan Singapura juga menjadi korban karhutla.

Indeks Standar Pencemar 24-jam  Singapura  mencapai level tidak sehat dengan angka melampaui angka 100 pada jam 4 sore, Sabtu (14/9/2019).

Menyikapi hal tersebut, seperti terlansir RMOL, Minggu (15/9/2019), Menteri Lingkungan dan Sumber Daya Air Singapura, Masagos Zulkifli dalam sebuah unggahan di Facebook akhir pekan ini mengatakan, "Ada kebutuhan untuk tekad yang lebih kuat dan kerja sama di antara negara-negara ASEAN untuk mengatasi masalah kabut lintas batas."

Ia menambahkan, "Kembalinya kabut asap adalah pengingat akan keseriusan masalah, yang telah mempengaruhi kawasan ASEAN selama bertahun-tahun. Keduanya mencemari udara yang kita hirup dan mengeluarkan gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim."

Selain itu, tersiar dalam Channel News Asia yang dikutip RMOL, Masagos menegaskan, "Seperti biasa, kami siap membantu menekan api di darat. Singapura telah menawarkan bantuan teknis pemadaman kebakaran ke Indonesia dan siap untuk menyebarkannya jika diminta oleh Indonesia."

Saturday, September 14, 2019

Apabila Ingin Perkuat KPK, Jokowi Seharusnya Tolak Revisi UU KPK


Pengunduran diri Wakil Ketua dan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari lembaga antirasuah itu menimbulkan tanda tanya besar. Setidaknya, ada apa dengan KPK?

Kemunduran keduanya, Saut Situmorang dan Tsani Annafari, terjadi setelah Irjen Pol Firli Bahuri terpilih menjadi Ketua KPK dan pascapemerintah setuju adanya Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30/2002 tentang KPK.

Mengutip Jawa Pos, Sabtu (14/9/2019), menurut Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz , bukan hanya Saut yang protes, ICW pun menilai negara telah absen dalam komitmennya memperkuat pemberantasan korupsi di Indonesia. Sebab, apabila ingin memperkuat KPK, Presiden Jokowi seharusnya menolak adanya Revisi UU KPK ini.

Ia juga mengatakan, “Jadi saya melihat ada absennya negara dalam memberantasa korupsi."

Masih dari sumber yang sama, Donal Fariz menilai bahwa mundurnya Saut Situmorang karena sudah merasa titik puncak akibat KPK yang terus dilemahkan.

Friday, September 13, 2019

Apakah Benar Ada Rencana Besar di Balik Pemilihan Firli Jadi Ketua KPK?


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menjadi sorotan berbagai pihak. Salah satunya dari Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana.

Menurutnya, proses seleksi dan pemilihan Ketua KPK periode 2019--2023 seperti sebuah rencana besar.

Dirinya mengamati dan menemukan pembiaran catatan-catatan negatif oleh berbagai pihak, yakni sejak tahap awal seleksi capim KPK hingga pemilihan Irjen Firli Bahuri pada Jumat (13/9) dini hari.

Seperti terlansir CNN Indonesia, Sabtu (14/9/2019), Kurnia mengatakan, "Ini artinya, proses yang terjadi di Pansel Capim KPK, termasuk sikap politik Presiden Jokowi kemarin, dengan apa yang terjadi di DPR RI adalah sebuah proses yang seirama seolah menjadi bagian dari rencana besar."

Melihat kondisi yang memperhatikan tersebut, dirinya pun memprediksi pemberantasan korupsi di Indonesia akan semakin jauh dari harapan.

Ada Apa dengan KPK sehingga Wakil Ketua dan Penasihatnya Undur Diri?


Wakil Ketua KPK--Saut Situmorang--meminta maaf kepada semua pihak khusunya pegawai KPK atas pengunduran dirinya dari komisi antirasuah itu.

Selain permintaan maaf, ia berpesan pula kepada semua pegawai hingga pimpinan KPK agar tetap menjaga 9 nilai KPK.

Kesembilan nilai itu adalah, jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani, adil, serta sabar.

Rupanya, salah seorang yang mendapatkan pesan Saut pun, yakni Penasihat KPK, Tsani Annafari, turut menyatakan mengundurkan diri dari lembaga antirasuah ini.

Seperti terlansir RMOL, Jumat (13/9/2019), Tsani mengatakan, "Iya (mengundurkan diri). Sudah saya sampaikan suratnya hari ini."

Sebelum mengundurkan diri, keduanya  merupakan orang yang paling vokal menyuarakan penolakan terhadap revisi UU KPK dan menolak calon pimpinan KPK bermasalah.

Lalu, sebenarnya ada apa dengan KPK?

Wednesday, September 11, 2019

Jokowi Membuat Sejumlah Masyarakat Sipil Geram dan Galang Kekuatan


Setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani dan mengirimkan Surat Presiden (surpres) RUU KPK ke DPR, sejumlah masyarakat yang selama ini menilai revisi UU KPK akan melemahkan pemberantasan korupsi di Indonesia pun 'berang'.

Bagaimana pun juga, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak boleh dilemahkan. Sebab, melalui KPK lah pemberantasan korupsi di Indonesia bisa dilakukan secara lebih baik.

Itulah sebabnya, seperti terlansir CNN Indonesia, sejumlah unsur masyarakat sipil mendatangi Gedung KPK di Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (12/9) dini hari.

Tentu saja, kedatangan mereka tersebut untuk memberikan dukungan kepada KPK setelah Jokowi mengirim Surpres revisi UU KPK tersebut ke DPR.

Adapun mereka terdiri atas Saor Siagian yang merupakan pegiat antikorupsi, Feri Amsari yang menjabat Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Gandjar Laksmana Bonaprapta (Ahli Hukum Pidana UI), Pegiat Antikorupsi dari Gerakan Antikorupsi Lintas Perguruan Tinggi, BEM Universitas Indonesia, BEM UIN Jakarta, BEM Universitas Trisakti, dan BEM Universitas Indraprasta PGRI.

Tuesday, September 10, 2019

Inilah 7 Fakta Kekalahan Indonesia dari Thailand!


Kalah atau menang itu hal biasa dalam pertandingan. Kalau tidak menang, maka kalah, atau imbang.

Nah, pada pertandingan yang berlangsung Selasa (10/9/2019) malam WIB di Stadion Gelora Bung Karno, Indonesia kalah 0-3 dari Thailand.

Dengan kata lain, Indonesia menyerah di tangan Tim Thailand pada Kualifikasi Piala Dunia 2022.

Mengutip Detikcom, Rabu (11/9/2019),
inilah tujuh fakta selama pertandingan tadi malam dan beberapa pertandingan antara Tim Kesebelasan Indonesia versus Thailand.

1. Meski bermain di kandang sendiri, Indonesia kalah dalam segi penyerangan. Thailand mengancam gawang lawan sebanyak tujuh kali, sementara Garuda hanya tiga kali.

2. Penguasaan bola Andik Vermansyah dkk juga tidak mampu mengungguli dari Thailand. Indonesia melakukan 49% penguasaan bola, berbanding 51% milik War Elephant.

3. Timnas Indonesia memainkan 3 striker sepanjang laga (Alberto Goncalves, Osas Saha, Ferdinand Sinaga), sementara Thailand hanya menurunkan 1 pemain penyerang (Supachai Jaided). Meski demikian, justru tim tamu yang sukses menceploskan tiga gol.

4. Thailand sukses mempertahankan rekor clean sheetnya selama dua pertandingan Kualifikasi Piala Dunia 2022. Sementara itu, Andritany Arhiyasa sudah kebobolan lima gol dari dua laga.

5. Pertandingan tadi malam menambah rekor kekalahan Indonesia dari Thailand. Dari 11 partai terakhir, timnas Garuda total keok 9 kali dan hanya mampu menang dua kali.

6. Dengan hasil ini, Indonesia selalu takluk dalam tiga partai berturut-turut melawan Thailand. Sebelumnya, Indonesia keok 2-4 di Piala AFF 2018 dan kalah 0-2 di Leg II Final Piala AFF 2016.

7. Hasil 0-3 menjadi kekalahan terbesar Indonesia dari Thailand di kandang sendiri sejak milenium baru (2002). Sebelumnya Indonesia hanya kalah dengan selisih satu gol saja.

Zona Orang Asli Papua untuk Berburu dan Meramu Terganggu Investasi


Di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung.

Mungkin ungkapan itulah yang paling tepat dipegang oleh orang luar yang berkepentingan di daerah lain. Sebut saja di Indonesia, termasuk Papua dan Papua Barat.

Jika tidak, yang terjadi adalah berbagai hal buruk. Mulai dari penolakan warga, kerusuhan yang mencekam, bahkan peperangan berdarah semisal perang antara kerajaan-kerajaan di nusantara versus penjajah.

Mengutip CNN Indonesia, Rabu (11/9/2019), Ketua DPRD Kota Jayapura Abisai Rollo menyatakan masyarakat Papua gelisah dengan perkembangan tata ruang di Papua dan Papua Barat. Ia menyebut sebagian orang asli Papua masih pada tahapan berburu dan meramu dalam wilayah tertentu.

Terkait realitas empiris itu, dirinya menegaskan, "Zona ini terganggu oleh kegiatan investasi yang tidak didialogkan dengan masyarakat terdampak."

Penegasan tersebut ia sampaikan dalam pertemuan perwakilan tokoh Papua dan Papua Barat dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Jakarta, Selasa (10/9).

Harapan kita bersama, ke depan zona yang menjadi tempat orang asli Papua berburu dan meramu tidak terganggu dengan kegiatan apa pun.

Ternyata Pekan Ini Pemerintah Tambah Utang Rp23 Triliun!


Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menarik utang sebesar Rp23,25 triliun.

Itu berasal dari penerbitan tujuh seri Surat Utang Negara (SUN) pada Selasa (10/9/2019).

Seperti terlansir laman resmi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu, yang dikutip CNN Indonesia, Rabu (11/9/2019),  tujuh seri SUN ini terdiri atas lima seri SUN, yakni FR0081, FR0082, FR0080, FR0079, dan FR0076 dan dua seri Surat Perbendaharaan Negara (SPN), yakni SPN03191211 dan SPN12200911.

Nah, dari lelang itulah, pemerintah mendapatkan penawaran sebesar Rp44,73 triliun, dan SUN seri FR0082 memiliki penawaran paling banyak dengan jumlah Rp16,08 triliun.

Adapun penawaran terbesar kemudian disusul oleh SPN12200911 dengan penawaran sebesar Rp7,95 triliun.

Monday, September 9, 2019

Dimasak Dua Jam, Bubur Asyura Dibagikan Gratis kepada Warga Pemurus


Banjar. Bubur asyura sudah sangat akrab bagi umat Islam di mana pun berada. Salah satunya di Jalan Pemurus, Kecamatan Kertak Hanyar, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.

Warga di sini terus melestarikan tradisi memasak dan membagikan bubur jenis ini setiap tahunnya, yakni pada 10 Muharam.

Ya, bubur asyura dimasak, lalu secara gratis dibagikan kepada warga setempat, terutama mereka yang kurang mampu.

Ani Nurhidayah selaku Ketua Pantia Pembuatan Bubur Asyura mengatakan, "Bubur asyura ini dimasak dengan uang kas pengajian setiap hari Senin. Lalu kami bagikan secara cuma-cuma kepada warga di sini, terutama yang lebih membutuhkan."

Sementara itu pembuatannya dilakukan di rumahnya (baca: Ani Nurhidayah) dengan melibatkan sebagian besar ibu-ibu setempat.

"Jumlahnya ada sekitar lima belas orang. Kami membuatnya dengan sukarela," tuturnya saat ditemui Wartamantra, Selasa (10/9/2019).

Ani menambahkan ada hal yang berbeda tahun ini dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

"Tahun ini pembuatannya lebih cepat.  Tadi kami mulai memasak pukul 07.00 dan sudah masak pukul 09.00. Entah mengapa?" ucapnya sedikit heran.

Sedang Ketua RT 07 (tempat warga tinggal), Aspihani, ikut menyediakan dan memasang terpal sebagai atap ibu-ibu saat memasak.

Ditanya jumlah yang akan dibagikan, Ani menuturkan, "Alhamdulillah ada 200 porsi yang akan kami bagikan. "