Friday, October 18, 2019

Memetik Pelajaran dari Sastrawan Negara Datuk A.Samad Said

Saatrawan Negara Datuk A.Samad Said (kanan) dan Sastrawan Idris Boi (kiri) - FB.

Indonesia memiliki tetangga dekat, Malaysia. Sebagian warga Indonesia dan Malaysia hidup damai di pulau yang sama, Kalimantan. Bahkan, ada satu rumah yang terbagi dua, satu bagian masuk wilayah Indonesia, bagian lainnya di wilayah Malaysia.

Orang Iban misalnya, ada yang menjadi warga Indonesia, sebagian lainnya adalah warga Malaysia.

Indonesia dan Malaysia hanya terpisah secara politik. Selebihnya merupakan dua saudara serumpun, yakni Melayu.

Dalam kehidupan bersastra pun antara sastrawan Indonesia dan Malaysia terus menjalin persahabatan dan persaudaraan. Sebut saja dengan diadakannya Dialog Sastra Borneo atau Pertemuan Penyair Nusantara, maka sastrawan Indonesia dan Malaysia, juga dari negara lainnya semakin terjalin akrab.

Nah, salah seorang Sastrawan Negara (SN) Malaysia yang tersohor adalah Datuk A.Samad Said.

Nama aslinya Abdul Samad Muhammad Said. Ia termasuk seorang sastrawan Malaysia yang produktif dalam penulisan kreatif.

Benar, dirinya memiliki keistimewaan yang jarang dimiliki oleh semua sastrawan. Apa keistimewaannya itu? Ia menguasai semua genre sastra. Alhasil, kini A.Samad Said telah
menghasilkan puluhan karya dalam genre novel, puisi, drama, cerpen, dan esei.

Ada prinsip utama yang ia terapkan dalam proses kreatif menulisnya. Sastrawan kelahiran 9 April 1935 di Kampung Belimbing Dalam, Durian Tunggal, Melaka ini berprinsip bahwa untuk melahirkan karya, sastrawan tidak hanya bergantung pada bahan, dan bakat, serta kekuatan pikiran saja.
Akan tetapi, yang penting ialah pembacaan dan pengalaman yang luas.

Sudah banyak penghargaan yang ia terima
Sepanjang karier penulisannya. Antara lain, Anugerah Pejuang Satera (1976), SEA Write Award (1979), Anugerah Sastera Negara (1985), dan Anugerah Sasterawan Nusantara (1999). Ia juga mendapatkan Anugerah Ijazah Kehormat Doktor Pendidikan Kesusasteraan UPSI pada tahun 2003.

Saat usia senjanya, misalnya dalam usia awal 70-an, Datuk A.Samad Said masih juga memenuhi undangan majelis sastra. Ya, sebagai seorang yang sudah pantas disebut kakek, dirinya sanggup mengembara sampai ke kawasan pedalaman Sarawak dan Sabah untuk menunaikan undangan serta turut membantu perkembangan sastra Malaysia.

Adapun karya besar yang dihasilkannya ialah Salina yang telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa, seperti bahasa Inggeris dan bahasa Perancis

Selain itu, ada Di Hadapan Pulau, Sungai Mengalir Lesu, Warkah Eropah, Al-Amin, Rindu Ibu, Hujan Pagi, Lantai T.Pinkie, Benih Semalu, Benih Harapan, Langit Petang, dan lain-lain.

Dari segala yang telah ia perbuat dan hasilkan dalam bidang sastra tersebut, tentu kita dapat memetik pelajaran penting, khususnya guna memacu geliat bersastra dari waktu ke waktu.


Disarikan dari beberapa sumber.

0 comments: