Friday, September 27, 2019

Mengapa Represi Tidak hanya dari Polri, tapi akan Diberlakukan di Kampus?


Demokrasi dalam kaitannya dengan politik bisa dimaknai sebagai pemerintahan rakyat.

Ada jaminan kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran (baik lisan, maupun tulisan), dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang dalam negara demokrasi.

Maka tidak salah jika Ombudsman RI seperti terlansir RMOL, Jumat (27/9/2019, meminta Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk mengingatkan jajarannya tidak berbuat represif dalam menghadapi aksi unjuk rasa.

Permintaan itu diungkapkan anggota Ombudsman RI, Ninik Rahayu. Ia juga mengatakan, “Represivitas tidak hanya datang dari Polri, tapi juga akan diberlakukan di kampus. Ini kan disayangkan karena kampus adalah ruang demokrasi."

Ya, dirinya menyoroti pernyataan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti)--Mohamad Nasir--yang mengancam menjatuhkan sanksi kepada rektor perguruan tinggi yang mahasiswanya ikut melakukan demonstrasi. Tak kalah represifnya, para dosen dan mahasiswa yang terlibat juga akan diberikan sanksi oleh rektor.

Ninik menambahkan, "Memberikan sanksi bagi mahasiswa yang ingin menyampaikan pendapat di muka umum, itu konstitusional, jadi kalau dilarang apalagi akan diberikan sanksi itu potensi maladministrasi."

Pertanyaannya, mengapa represi tidak hanya dari Polri, tapi akan diberlakukan di kampus?

0 comments: