Monday, February 8, 2021

Bontang, Cerpen Muthi' Masfhu'ah di Buku Kalimantan Timur dalam Cerpen Indonesia



SELIMUT PEKAT malam telah terhampar indah sepanjang kota. Senyap, sepi jalan seakan mengajak terlelap, sejenak istirahat dari ingar-bingar kota.

Belum terpejam bola mataku....

"Mba', Mba' maaf ganggu, pasti tau rumahnya Pak Umarganis ya?" ujar laki-laki tua yang tubuhnya berisi dan agak tertatih... mendorong gerobak esnya, menghampiriku.

Agak tertegun... Ia memakai baju kaus Pak Umarganis, walau agak kusam, mungkin karena lebih sering dipakai, mungkin juga ia terlihat bangga memakainya.

Pak Umargamis menang, 'kan Mba? Saya mau silaturrahim dengan Pak Umarganis, saya mau cerita kalo teman-teman saya mendukung dan memilih Pak Umarginis, meski kami belum pernah ketemu, tapi kami yakin...."

Meski kami belum pernah ketemu, tapi kami yakin... Begitu percayanya laki-laki ini menjatuhkan pilihannya, mungkin karena nalurinya yang membuat kuat keyakinannya. Sama yakinnya dengan aku, pun aku meyakini laki-laki tua ini tidak sedang berbohong, tidak mengada-ada... Malah haru yang membuncah di bilik hatiku... Ia ingin bersilaturrahim bertemu dengan Pak Umarganis, siang itu mungkin dengan gerobak esnya, mungkin dengan ditemani teriknya matahari....

Tanpa ragu aku memberikan alamat lengkapnya. Ia pun berterima kasih sekali dan sekejap berlalu dengan wajah cerahnya, berlari-lari kecil dengan gerobak esnya. Sangat bahagia. Mungkin bahagia karena kandidat pilihannya menang dalam Pemilukada, mungkin bahagia akan bertemu dengan kandidat pilihannya, mungkin.. .

Sungguh, slang itu aku mendapat pelajaran berharga....

Sungguh, betapa manusia sering dilihat dari aksesorinya. Latar belakang pendidikan, keahlian atau bahkan kekayaannya. Orang pun berlomba menapaki karier demi sebuah kesuksesan. Sukses diidentikkan dengan berkecukupan. Cukup harta dan cukup fasilitas, tapi bukan untuk laki-laki tua ini. Dari sinar wajahnya, meski ada gurat kesulitan hidup, tapi ia memiliki banyak kecukupan dan berjuta kebahagiaan.

Sungguh, kini pun betapa banyak orang berlomba menjadi pemimpin, tetapi betapa sedikit yang menyadari hakikat kepemimpinan sejati. Dekat dengan yang dipimpinnya, dekat dengan rakyatnya.

Aku sangat beruntung, Allah telah mengajariku makna kebahagiaan juga hakikat kepemimpinan sejati. Aku tak akan melupakan siang itu. Akan wajah laki-laki yang sangat berbahagia itu.

Sungguh, begitu banyak rakyat mencintai kandidat ini, semoga rakyat pun siap untuk dipimpin oleh orang yang benar-benar mencintai mereka, bahkan melebihi diri mereka sendiri....

Aku tersenyum. Malam kian jauh, membawaku pada kantuk yang datang. Tapi rasa optimis menyelimuti seluruh gelegak jiwa, bila ingat lelaki tua itu. Tiba-tiba tak terduga, aku merasa mendapatkan nyawa baru.

***

"Mba', mau makan apa? Ketan, jahe, ato opo?" Mbok Tin menyenggol lenganku.

Malam itu, baru saja aku duduk di warung depan Rudal, warung pinggir jalan yang paling enak menu ketannya, lagi-lagi aku bertemu secara tidak sengaja dalam perbincangan yang sama... siapa calon terbaik di Pemilukada kali ini?

"Wah, kalo kandidat ini menang, mantep." Ujar seorang bapak dengan kepulan rokok dan wedang jahe di sampingnya.

"Mantep piye tho, Pak Jenggot?" tanya teman di sampingnya sambil mengunyah ketan anget di depannya. Sementara Mbok Tin jengar-jengir wae, aku jadi geli malam itu. Dapat inspirasi menulis mendadak di warung mbok Tin. Di sini memang penuh warna, tempat tongkrongan paling top untuk cari ide.

"Yaa, program unggulannya yang lima puluh juta per RT itu tho." Kata

"Ooo... 'Kan hebat tho, Pak Jenggot?" tanya temannya antusias.

"Lha, maksudku itu. Hebat tapi juga berat." Mulai berpolitik neh Pak Jenggot.

Aku senyum-senyum kecil, melirik Pak Jenggot sambil menikmati ketan asli Mbok Tin. Emang enak. Seenak obrolan malam ini yang hadir di telingaku secara tidak terduga.

"Beratnya apa tho?" gaya temannya agak ngolok, tapi tetap antusias.

"Lha, pemberian uang sebesar lima puluh juta per RT setiap tahun, 'kan beweerattt... Kalo gak walikotanya amanah, mana bisa jalan tho. Apalagi harus disetujui DPRD. Apalagi orang-orang di DPRD macem-macem?" Kali ini Pak Jenggot memang ahli juga berpolitik. Gelitik hatiku. Tambah geli, tapi memang benar apa yang ia sampaikan. Pak Jenggot saja tahu.

"Apa maksudnya macem-macem Pak Jenggot?" tanya temannya lugu. Lagi belajar melek politik neh.

Aku terkekeh dalam hati.

"Yaa macem-macem kepentingannya. Kalo gak ada komitmen di DPRD merealisasikan lima puluh juta, ya rewepooot." Pak Jenggot semangat sekali, seisi warung jadi ikut mendengarkan orasi politiknya.

"Yaah, kita doakan saja Pak Jenggot, semoga yang di gedung megah di DPRD itu juga punya komitmen. Yang walikota juga punya komitmen. Kalo mau perubahan, ya, semua harus sama-sama." Timpal temannya yang lain, yang lagi asyik makan ketan Mbok Tin, ikut angkat bicara.

“Yaa, kita masyarakat kudu mendukung, mengingatkan kalo gak jalan...."

Bla, bla, bla.. Pak Jenggot masih terus berorasi politik ala-nya, sahut-menyahut dengan teman-temannya. Menambah ramai warung pinggir jalan Mbok Tin.

Malam itu, aku jadi merenung dalam jenak waktu... Betapa banyak orang berharap, betapa banyak orang menanti sebuah perubahan untuk kota ini... Pandanganku kembali menyapu begitu banyak sudut jalan, suasana penuh ramai... Ramai dengan barisan spanduk, ramai dengan baliho kandidat.

Yap, begitu banyak semburat cerita, kisah dalam pesta demokrasi Kota Bontang kali ini. Siapa pun berhak menikmati perubahan, entah Mbok Tin si penjual ketan paling enak (menurutku) di kota Bontang ini, Pak Jenggot dan gank-nya, para pembelinya yang lain, bahkan tukang parkir pinggir jalan sekali pun....

Malam itu dari balik warung Mbok Tin, tepat di depan Rudal, aku menatap langit. Ratusan bintang di sana. Berhamburan, seperti juga segala harap dan cita-cita di hati warga Bontang. Cahaya harapan itu berpendaran di hati....

***


Sekilas tentang Penulis

MUTHI' MASFU'AH. Telah menulis, sedikitnya, 10 buku dan karyanya ada dalam 9 buku antologi nasional di antaranya Malam dan Cermin Ganjil (kumpulan cerpen FLP Jakarta tahun 2003 Penerbit Fatahillah, Jakarta), Matahari Tak Pernah Sendiri (kumpulan Feature FLP Jakarta, Penerbit Mizan Bandung tahun 2005), Jilbab Pertamaku (Kisah Feature Perempuan, Penerbit Mizan Bandung tahun 2005), Biografi Penulis dan Pengarang Kaltim, penerbit Kantor Bahasa Kaltim tahun 2009 dan lain sebagainya.

Ia juga mengedit dan menyusun 23 buku yang merupakan karya daerah baik feature, sastra, juga termasuk buku Jejak Pengabdian Bapak Isro Umarghani dan buku Komitmen Bersama Pasangan Bapak Adi Darma dan Bapak Isro Umarghani. 

Pernah menjadi Ketum Forum Lingkar Pena Wilayah Kalimantan Timur (FLP Wilayah pertama kali berdiri di Indonesia); 2005 Pimpinan Redaksi Majalah ATIKA MUI (Majelis Ulama Indonesia) Cabang Bontang; dan tahun 2005 Koordinator Komisi Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Remaja MUI Cabang Bontang.

--------------------------------

Sumber tulisan: buku Kalimantan Timur dalam Cerpen Indonesia

Sumber foto: Arsip pribadi


0 comments: