Saturday, February 2, 2019

Tiga Contoh Puisi Maman S. Tawie di Buku Kalimantan dalam Puisi Indonesia



MAMAN  S. TAWIE. Lahir di desa Lokpaikat, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan, 25 September 1957. Pendidikan STM Hastemsin Banjarmasin, Selesai 1976. Mulai menulis puisi sejak 1974. Kemudian menulis cerpen dan esei. Sejumlah karya sastra dipublikasikan di majalah surat kabar lokal dan nasional: BanjarmasinPost, Dinamika Berita, Media Masyarakat, Radar Banjarmasin, Zaman, Terbit, Topik, Merdeka, Pehta, Eksponen, Suara Karya, Benta Buana, Kompas, dan Horison.

Kumpulan puisi yang sudah diterbitkan: Jam(1980)Sajak-Sajak Dahaga (1981), Dinding Kaca (1982), Kebun di Belakang Rumah (1995), dan Nyanyian Dusun (2000). Beberapa puisi juga terdapat dalam antologi bersama: Terminal Banjarmasin (1984), Tamu Malam (Banjarmasin,  1992). Pemberontakyang Gagal (Bandung,  1998), Datang Dari Masa Depan (Tasikmalaya, 2000), dan lain-lain.

Kegiatan sastra yang pernah diikuti: Forum Penyair 8 Kota Se-Kalsel (1982) di Banjarmasin, Siklus 5 Penyair Kalsel (1983) di Banjarmasin, Puisi Indonesia 87 (1987) di TIM Jakarta, Festival Puisi Kalimantan (1992) di Banjarmasin, dan Diskusi Sastra BMKN 1995 di Balai Budaya Jakarta. Desember I999 menerima Hadiah Seni dari Gubernur Kalsel.

Berikut tiga contoh Puisi Maman S. Tawie di Buku Kalimantan dalam Puisi Indonesia.

Demikianlah, Kemarau Itu Telah Susut ke Balik Pintu

kabut Mare
Katingan yang kehilangan senja
dan bianglala
Samba hampir tanpa cuaca

langit pucat pasi 

manakala dermaga Danum sunyi
adakah kau dengar
gema hutan terbakar
gemuruhnya di hulu hatiku
dan surya pun layu

sebelum embun Tewang pergi
ohoi, kilat mandau di matamu
menoreh dinding pagi
tapi sempatkah kau tahu
lelatu menghempas Ngaju
di utara sana
geleparnya adalah petaka

waktu pun bilur
membiru

demikianlah, kemarau itu
telah susut ke balik pintu
dan bayang-bayang hujan
pada cendawan
menyeru debu agar kernbali ke tanah
menyeru jejakku agar kembali ke rumah


Malam Terluka di Pesisir

saat matahari terbanting dan terkapar
di baIik punggung senja
kudengar risik kabar tentang malam yang terluka
sejarah pun lantas menggeliat
mengorak misteri sekeping bumi pesisir : 

Kurau yang kusam
disungkup dendam

aku pun tahu dari cerita lama, Mathilda
tentang desing beribu peluru yang menyobek dingin malam
tentang kabut mesiu yang menuba keheningan mencekam
lalu pada puncak kesaksian
legam udara bersepuh merah
mengental dalam genangan darah 

apa yang bakal kau genggam lagi, Mathilda
sedang setangkup permata dilanda angkara
apa yang bakal kau kidungkan lagi, Mathilda
sedang buah hati sayang terlepas dari rengkuhan
direnggut muslihat perang
hanya tinggal satu cara :

pegang erat senjata
lalu angkat
berondong tumbal maksiat

sungguh tak terduga pada mulanya
kalau maut mempersingkat usia
malam pun berkobar nyala, memberangus berpuluh jiwa
dan rupanya perjalananmu telah sampai, Mathilda
ke batas marcapada
lantaran tangan-tangan durjana

musim pun beringsut kian memperjauh jarak
kini entah sudah berapa mataharilewat
bergenderang semangat


Keterangan.
Kurau adalah sebuah kecamatan paling selatan di Kabupaten Tanah Laut


Nyanyian Dusun

siapa yang membebaskan langkah
dari kesepian lembah
saat fajar menempa cuaca
jadi logam-logam cahaya

siapa yang membekaskan penat
di keberdiaman langkan dan teratak
saat angin menayang keluh kesah
dari gerimis yang luruh membasuh tanah

siapa yang masih setia di sini
menunggu ketipak ladam kuda
sedang riak darah di hulu nadi

belum mengombak di muara

0 comments: