Sunday, February 3, 2019

Meditasi Rindu, Karya Micky Hidayat



Micky Hidayat termasuk sastrawan terkemuka Indonesia. Pria yang lahir di Banjarmasin, 4 Mei 1959 itu mulai bergiat menulis puisi sejak tahun 1978. Di samping puisi, ia juga menulis esai sastra, ulasan/kritik sastra dan teater, reportase seni, resensi, artikel masalah sosial, politik, dan gerakan mahasiswa, di sejumlah media cetak daerah dan nasional antara lain, PelitaRepublika, dan Majalah Horison, serta di beberapa Jurnal Sastra.

Kumpulan puisi tunggalnya Meditasi Rindu (Tahura Media, Banjarmasin, 2008, dan Penerbit Bukupop, Jakarta, 2009). Pembicaraan atas puisi-puisinya terhimpun dalam buku Memikirkan Sajak-sajak Micky Hidayat (Pustaka Puitika, Yogyakarta, 2016).

Puisi-puisinya juga diterbitkan dalam antologi bersama di berbagai event/forum dan festival sastra lokal dan nasional. Ia juga menjadi editor beberapa buku antologi sastra karya sastrawan Kalimantan Selatan. Mengikuti berbagai forum sastra dan pembacaan puisi di Kalimantan Selatan dan berbagai daerah di tanah air.

Berikut salah satu puisinya berjudul Meditasi Rindu.


Meditasi Rindu
:Ayahanda HijazYamani

1
Mengingat kembali dirimu
Keterasingan dan sunyi pun menyapa
Menulisi airmata, di antara kata-kata liar buruanku
Mengaliri duka cita tak pernah terucapkan
Sekelompok camar membelah laut
Kumandang takbir melayang-layang di udara
Menyusun riwayat dunia yang tak pernah tamat kubaca

2
Tiba-tiba rinduku padamu
Menjelma sebuah menara menjulang
Mengajari udara beterbangan
Dengan kesabaran
Mengusik cuaca dan angin
Cahaya matahari mengirimkan salam dan doa
Yang tumpah dalam kenikmatan ruang dan waktu
Dalam keheningan sempurna

3
Bayang-bayang wajahmu
Menjelma rembulan dan bintang-bintang
Di hamparan sajadah kebijaksanaan
Kekhusyukan tasbih dan tahmid
Dengan kesetiaan samudera
Berkelebatan ayat-ayat
Berkilauan rahasia-rahasia
Tebing-tebing mimpi dunia
Yang diselimuti kabut
Dalam tahajud sunyi 

4
Mendaki, mendaki
Mendakilah!
Semadi, semadi
Semadilah!
Hingga ke puncak dzikir kembara
Telah engkau reguk kehidupan fana dengan airmata
Telah engkau enyahkan kilau-kemilau dan kecemasan dunia
Menuju ketenangan maha sempuma

5
Telah engkau baca beribu ayat
Hingga menerangi alam semesta
Telah engkau tuntaskan tafakkur dalam keheningan
Berkhalwat dalam selawat
Cahaya nabi dan para rasul
Mengembara dalam mahsyar
Bertakbir tak habis-habis takbir
Di keluasan sajadah
Hingga sujud dalam rakaat demi rakaatmu
Menyentuh surga

6
Dan aku di sini, di puncak kerinduan ini
Beribu tahun memunguti kesepian tak terperi
Dalam ketidakberdayaan, di ruang kefanaanku
Dan menanti, akankah kau datang lagi dengan senyum
Kemudian pergi tanpa pamit bersama mimpiku
Juga rindu tak terpuaskan

Sebagaimana sajak-sajak yang mengalir
Dari kawah batinku, pada setiap puncak pendakianku
Selalu saja menulisi kecemasan dunia
Menangisi luka bulan, bintang-bintang dan matahari
Mentasbihkan kebijakan dan kebajikan
Mendzikirkan kebaikan dan kebenaran
Dan kubakar segala keburukan
Yang pernah kau ajarkan diam-diam padaku
Seperti kediaman batu-batu

8
O, bapak, sebagaimana puisi-puisimu
Yang kini tak bisa lagi bicara
Tetapi masih berulang-ulang kubaca
Aku baca!
Sebagaimana aku terus belajar mengeja
Dan mencari kata-kata
Sebagaimana aku terus belajar membaca
Isyarat dan gerak zaman
Sambil mengumandangkan ayat-ayat kebenaran
Dengan cahaya dzikir dan airmata doa
Mengkristal dalam jiwamu yang mawar
Bersemayam cahaya maha cahaya-Mu

0 comments: