Thursday, November 15, 2018

7 Peribahasa Dayak Ngaju Beracuan Flora Paling Kaya Pengalaman Batin



Suku Dayak Ngaju merupakan suku asli Kalimantan Tengah. Mereka tersebar hampir di semua wilayah provinsi ini dengan kebudayaan yang tinggi. Salah satunya adalah bahasa Dayak Ngaju yang digunakan dalam proses berpikir dan mengungkapkan segala komunikasi verbal termasuk melalui peribahasa secara bijak. 

Ada banyak peribahasa Dayak Ngaju yang merupakan salah satu kekayaan bahasa daerah di Indonesia. Meskipun berasal dari daerah, peribahasa-peribahasa tersebut mempunyai nilai universal. Maksud universal adalah berlaku untuk semua orang dan segala zaman. Jadi, peribahasa Dayak Ngaju ini juga merupakan kekayaan kebudayaan nasional bangsa kita. Selain itu, kita dapat mengambil pelajaran dari peribahasa-peribahasa itu untuk dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya pelajaran menjaga persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini.

Orang Dayak Ngaju membuat peribahasa dengan cara mengamati dunia sekitar mereka. Nah, yang tak bisa mereka abaikan adalah kehidupan flora dan fauna. Hal ini dapat dimengerti karena mereka sangat akrab dan peduli terhadap segala tumbuhan dan hewan. Bagi mereka, kepedulian terhadap keduanya itu termasuk upaya menjaga kelestarian hidup dan keseimbangan alam.

Berikut adalah 7 peribahasa Dayak Ngaju beracuan flora paling kaya pengalaman batin disertai makna per kata, terjemahan lengkap, maksud, contoh, dan amanat setiap peribahasa dengan  ilustrasi gambarnya.

1.    Inti-intih bua rihat halawu bua ruku

Makna per kata:
inti-intih: memilih-milih
bua: buah
rihat: langsat
halawu: malah jadinya
ruku: duku

Terjemahan lengkapnya:
Memilih-milih buah langsat malah jadinya (mendapatkan) buah duku.

Maksudnya:
Memilih-memilih yang bagus malah mendapatkan yang buruk.

Peribahasa ini mengacu pada buah langsat dan buah duku. Keduanya sama-sama termasuk dalam genus lansium. Tetapi keduanya memiliki perbedaan. Kulit buah langsat berwarna kuning dan bagus. Sebaliknya, kulit buah duku kuning keputihan dan cenderung pucat. Selain itu, permukaan kulit langsat juga lebih halus dan lebih lembek daripada kulit duku. Karena, kulit duku lebih kesap dan juga lebih keras.

Kebanyakan para pembeli terlalu memilih buah-buah di pasar. Misalnya memilih-milih buah langsat. Hal itu dibuat sebagai bahan acuan peribahasa ini. Maksud peribahasa ini ditujukan pada hubungan sosial. Sebaiknya kita tidak memilih-milih orang dalam berteman. Kita juga tidak boleh membeda-bedakan suku dan lainnya. Karena prinsip dalam bersosial itu adalah saling hormat-menghormati, harga-menghargai, tolong-menolong, dan saling percaya satu sama lain.

Misalnya kalau hari ini kita yang menolong, besok hari bisa jadi kita yang perlu ditolong orang lain. Kita diciptakan berbeda-beda itu agar kita saling mengenal. Jadi, dalam berteman kita tidak boleh memilih-milih. Bisa jadi yang kita nilai baik malah buruk bagi kita. Amanat peribahsa ini ialah berteman kepada siapa saja dapat memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.   

Ilustrasinya:
 
Berteman dengan siapa saja. Sebab, meskipun berbeda-beda,
tetapi kita tetap bersatu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia

2.    Kilau mahampis enyuh santan induan kuas inganan

Makna per kata:
kilau: umpama
mahampis: memerah
enyuh: nyiur, kelapa
santan: santan
induan: diambil
kuas: ampas
inganan: dibuang

Terjemahan lengkapnya:
Umpama memerah nyiur, santan diambil, ampas dibuang.

Maksudnya:
Jika mendengar atau membaca perkataan orang, pilihlah yang baik, dan buanglah yang buruknya.

Peribahasa ini mengacu pada buah kelapa. Buah ini dapat menghasilkan santan. Caranya adalah dengan memarut daging buahnya. Kemudian hasil parutannya diperah. Air santannya diambil sedangkan ampas parutan kelapanya dibuang. Santan tersebut digunakan agar masakan berasa gurih. Dalam kehidupan sehari-hari tentang santan dan ampas kelapa ini sering kita jumpai. Begitu banyak informasi yang berkembang di masyarakat dan media sosial.

Contoh peribahasa ini membaca berita di internet. Informasi-informasi itu tidak semuanya benar atau baik. Kita juga tidak dibenarkan mengunakan dan menyebarkan berita yang salah kepada orang lain.

Amanat peribahasa ini adalah, kita harus memilih informasi yang baik dan membuang yang buruk. Jangan sampai kita menjadi korban dari informasi yang salah.

Ilustrasinya:

Seorang pemuda membaca informasi yang benar dan baik di dunia maya.
3.    Dia’ tau pisang handue mamua

Makna per kata:
dia’: tidak
tau: bisa
pisang: dalam hal ini adalah pohon pisangnya
handue: dua kali
mamua: berbuah

Terjemahan lengkapnya:
Pohon pisang tidak bisa berbuah dua kali.

Maksudnya:
Waktu tidak bisa kembali ke awal.

Peribahasa ini mengacu pada tumbuhan pisang. Pohon pisang secara alami hanya berbuah satu kali dalam hidupnya. Setelah buahnya dipanen, pohon pisang akan mati dengan sendirinya. Orang Dayak Ngaju mengambil pelajaran dari kenyataan pohon pisang ini. Mereka membuat peribahasa beracuan pisang sebagai sebuah nasihat. Yakni, bahwa kedewasaan dan kekuatan manusia tidak bisa kembali ke awal. Waktu yang telah kita lalui tidak bisa diulang kembali.

Contoh peribahasa ini dalam kehidupan sehari-hari seperti orang  berusia 24 tahun tidak bisa lagi menjadi anak usia 10 tahun.

Amanat dari peribahasa ini adalah gunakanlah waktu kita dengan sebaik mungkin. Jangan sampai waktu kita terbuang sia-sia. Usia muda harus diisi dengan hal bermanfaat semisal belajar dengan rajin. Bangsa Indonesia membutuhkan generasi penerus yang giat dalam belajar.  

Ilustrasinya:

Belajar dengan giat saat sekolah sehingga menjadi arsitek sesuai cita-citanya.

4.    Amun mikeh buah gita, ela kuman nangka

Makna per kata:
amun: kalau
mikeh: takut
buah: kena
gita: getah
ela: jangan
kuman: makan
nangka: nangka

Terjemahan lengkapnya:
Kalau takut kena getah, jangan makan nangka.

Maksudnya:
Kalau takut mendapatkan kesusahan, jangan mengerjakan yang berbahaya.
           
Peribahasa ini mengacu pada tumbuhan nangka. Buah nangka sangat bergetah. Untuk dapat memakannya, tangan kita pastilah kena getahnya itu. Orang Dayak Ngaju menjadikan kenyataan tentang buah nangka tersebut sebagai sebuah peribahasa tentang menjaga diri. Dalam hidup ini kita memang harus bisa menjaga diri agar tidak mendapatkan kesusahan.

Contoh maksud dari peribahasa ini dalam kehidupan sehari-hari seperti naik sepeda tidak dengan hati-hati. Mengayuh sepeda dari rumah menuju sekolah dan juga pulangnya haruslah dengan hati-hati. Karena, jika tidak hati-hati, kita juga yang akan mendapatkan kesusahan seperti terjatuh dan terluka.

Amanat peribahasa ini adalah kerjakanlah yang baik-baik agar tidak mendapatkan kesusahan. Misalnya pengayuh sepeda harus menaati rambu-rambu lalu-lintas.


Ilustrasinya:

Bersepeda dengan hati-hati dan tertip sesuai rambu-rambu lalu lintas.

5.    Duan kulate ilihi batange

Makna per kata:
duan: ambil
kulate: jamurnya
ilihi: ditinggal atau tinggalkan
batange: kayunya, pohonnya

Terjemahan lengkapnya: Ambil jamurnya, tinggalkan pohonnya.

Maksudnya: Mau enaknya saja, sakitnya tidak mau.

Peribahasa ini mengacu pada tumbuhan jamur yang bisa dimakan. Jadi, bukan jamur beracun. Biasanya orang akan meninggalkan pohon yang ditumbuhi jamur setelah mereka mengambil jamurnya.

Contoh peribahasa yang mengacu pada tumbuhan jamur ini adalah seorang suami sehabis makan di rumah, tapi tidak mencuci piring dan sendoknya. Alhasil, istrinyalah yang mencucinya. Padahal jika mau mencuci sendiri, ia dapat meringankan pekerjaan istrinya di rumah.

Amanat dari peribahasa ini adalah jangan hanya mau enaknya saja, tapi juga ikut merasakan susahnya.

Ilustrasinya:

Seorang suami  mencuci piring sendiri setelah ia makan.

6.    Kalah batang awi sampange

Makna per kata:
kalah: kalah
batang: kayu, pohon
awi: karena
sampange: simpangnya, dahannya

Terjemahan lengkapnya: Kalah pohon karena banyak dahannya.

Maksudnya: Pekerjaan atau aktivitas yang melenceng dari tujuan semula.

Peribahasa ini mengacu pada pohon yang banyak dahannya. Pohon dengan banyak dahan bagai jalan yang banyak simpangannya. Kalau tidak fokus, bisa menyimpang ke jalan yang salah. Begitu pula dengan aktivitas manusia. Jika tidak fokus, malah akan mengerjakan aktivitas lainnya.

Contoh peribahasa ini seperti kerja kelompok. Semula tujuannya untuk menyelesaikan tugas dari guru. Ternyata malah berbincang-bincang dan bercanda. Seharusnya dalam kerja kelompok tetap beraktivitas mengerjakan tugas sampai selesai. Amanat dari peribahasa ini adalah tetap pada tujuan semula.

Ilustasinya:
Empat orang murid tetap belajar kelompok sampai selesai.

7.    Neweng kayu hapa pisau, mandirik hapa baliyong

Makna per kata:
neweng: menebang
kayu: pohon
hapa: menggunakan
pisau: pisau
mandirik: membabat, memangkas
baliyong: kapak

Terjemahan lengkapnya:
Menebang pohon menggunkan pisau, membabat menggunakan kapak.

Maksudnya:
Menggunakan segala alat atau lainnya tidak pada tempatnya.

Peribahasa ini mengacu pada menebang pohon dan membabat suatu tumbuhan seperti rumput. Menebang pohon seharusnya menggunakan kapak. Sedangkan membabat rumput dengan menggunakan pisau. Akan tetapi, dalam peribahasa ini terbalik. Dalam kehidupan sehari-hari, kadang kita menjumpai hal yang demikian.

Contoh peribahasa ini adalah, pulpen dipakai seorang murid untuk menggambar di buku tulis saat ia bosan di dalam kelas. Saat ada tugas mencatat hal penting, tinta pulpelnya habis. Dengan terpaksa ia menggunakan pensil warna untuk mencatat hal penting tersebut. Padahal pensil warna gunanya untuk mewarnai gambar.

Amanat dalam peribahasa ini adalah gunakanlah segala alat atau lainnya sesuai tempatnya.

Ilustrasinya:

Kakak beradik sedang asyik di kamar mereka. Sang kakak menulis 
menggunakan pulpen. Adiknya menggunakan pensil warna.

Sumber tulisan: Buku Mengenal Peribahasa Dayak Ngaju yang Beracuan Flora dan Fauna karya Mahmud Jauhari Ali 

Sumber gambar: koleksi pribadi

0 comments: