Saturday, May 22, 2021

Subuh Sampai Maghrib Suatu Hari pada Awal Abad Lima Belas, Puisi Taufiq Ismail


Matahari bagai berenang, nyaris tenggelam
         menjelang malam
         di suatu tumpak di lautan, di barat sana
bagai terompah kuda yang pijar
dicelup di ember apar
kurasakan percikan panas dan denyar
ketika bola api itu sepenuhnya tenggelam

Abad lima belas!

Langit menawarkan garis-garis cahaya
Engkau mungkin, seperti jamaknya, cuma menduga-duga

Mungkin ada pelangi seperempat lingkaran
         dan sekawanan unggas beterbangan di bawahnya
Mungkin ada langit biru bersih
         dan bertabur gugus awan
         bentuknya seperti tabel statistika

Mungkin ada pergeseran angin menyimpan rencana
         dan deretan badai berlatih
         kini terdengar siulnya

Mungkin tak ada kemungkinan lain
         kecuali fajar yang pecah
         bertebaran bagai merjan
         merjan bagai permata
         permata bagai cahaya
         cahaya di atas cahaya
         cahaya yang mengelupaskan kita dari kelam
         cahaya yang menggasak kelam habis-habisan

Abad lima belas!

Subuh itu beratus juta orang berwudhu
         dengan air dan cuaca belahan dunia utara
         dengan air dan cuaca bumi tropika
         dengan air dan cuaca belahan selatan

Inilah subuh pertama abad lima belas

Dengarlah ratusan juta tangan
         berdesir mengisyaratkan takbir

Dengarlah ratusan juta pernafasan
         melafazkan ikrar

Dengarlah ratusan juta kening
         menggesek bumi

Dengarlah ratusan juta manusia
         membaca doa

Dan doa itu seluruhnya akan dikabulkan-Nya
         akan dikabulkan-Nya

Seperti akan terkabulnya
         terbit fajar sesudah subuh pertama
         subuh pertama abad lima belas

Maka kini tersingkaplah jam awal di hari awal
Alhamdulillah
Beratus juta kita bertebaran di muka bumi
Ada yang melata, ada yang beringsut
         ada yang merangkak, ada yang berlari
         ada yang berkendaraan

Ada yang searah, ada yang menyilang
         ada yang melayang
         ada yang tertindih, ada yang pipih

Beratus juta kita bertebaran di muka bumi pagi ini
Mesin mendesing, debu berkepulan
         dan waktu melesat kencang
Udara berpindah cepat dan bertukar nama jadi angin
Angin melaju kencang dan berganti nama jadi badai
Cuaca mendaki dan menurun mengubah suasana

Sementara kita mencoba merumuskan
         dan merumuskan kembali
Makna dan cara jadi khalifah di atas bumi

Sementara ketaqwaan beratus juta
         senantiasa diuji dan dicoba
Sementara tauhid beratus juta
         selalu diintai dan disergap
         di setiap tikungan jalan
Tak henti-hentinya
tak habis-habisnya

Dengarlah kini panggilan yang diserukan itu
         semerdu-merdu panggilan
Dan garis lintang barat sampai garis lintang timur
Saling jawab menjawab, tak habis bersahutan
         sepanjang hari
Dan alhamdulillah, ratusan juta
         menggesekkan kening mereka ke bumi
Menaruh seperangkat persendian tulang
         di atas hamparan sajadah
Sajadah alangkah panjangnya terbentang
Dari kaki buaian sampai ke tepi kuburan
         beratus juta buaian
         beratus juta kuburan

Abad lima belas!

Abad yang makin dekat ke hari akhirat
Abad yang menagih tugas khilafah yang semakin berat
Abad yang minta warna ketaqwaan yang semakin pekat
Abad yang rindu tak terkata, pada nama Muhammad

Pada suatu sore di hari itu
Ketika matahari tampak dan hilang
        di antara pelepah dan gugus daunan
Kersik beterbangan, debu menyapu jalanan
        menembus sederet pepohonan
Aku tengadah menyidik cuaca dan langit di atas sana
Beberapa gugus awan, bagai kapak cabik-cabik
        tergantung beraturan
Ada sekumpulan unggas, putih badan dan sayapnya
Terbang ke arah kiblat dalam formasi segi tiga

Kau dengar bukan, empat kelepakan sayap mereka bersuara
         Subhan Allah
Dan lima ayunan sayap berikutnya menggumamkan
         Alhamdu-Lillah
Dan tujuh gelombang sayap sesudah itu
Menggetarkan
         La Ilaha Ill-Allah
Kemudian lima gerakan melayang membisikkan
         Allahu Akbar

Simaklah gerakan kawanan unggas di atas
Yang tak putus-putusnya berzikir
Yang tak habis-habisnya mengingat Allah
Dan mereka terbang dalam formasi alangkah cantik
Teratur, berdisiplin serta jelas arahnya
Melayang dengan tenang ke arah kiblat
Dan tepat pada bilangan ke sembilan puluh sembilan
Mereka menghilang ke dalam awan

Kemudian masuklah maghrib
          dan ada kumandang semerdu-merdu kumandang
Dari garis lintang barat sampai garis lintang timur
Saling jawab-menjawab, tak habis bersahutan
Dan alhamdulillah, ratusan juta
          menggesekkan kening mereka ke bumi

Menaruh seperangkat persendian tulang
         di atas hamparan sajadah
Sajadah alangkah panjang terbentang
Dari kaki buaian sampai ke tepi kuburan
         beratus juta buaian
         beratus juta kuburan

Abad lima belas!

Abad yang makin dekat ke hari akhirat
Abad yang rindu tak terkata, pada nama Muhammad

Abad yang minta warna ketaqwaan yang semakin pekat
Abad yang menagih tugas khilafah yang semakin berat.

Jakarta, 1404


Tentang Penyair

Taufiq Ismail. Lahir di Bukittinggi. Banyak menulis sajak-sajak politik dan keagamaan. Penyair Angkatan 66 ini banyak menulis artikel-artikel kebudayaan. Taufiq Ismail adalah penggerak utama acara Malam Palestina.
------------------------------------------------------------

Sumber tulisan: Kembang Para Syuhada
Sumber ilustrasi: Pixabay

0 comments: