Friday, May 21, 2021

Puisi-Puisi Abdul Hadi W.M. dalam Kembang Para Syuhada


IA MUNCUL

Ia muncul di muka pintu
seperti kembang sepatu membasuh warna merahnya
di bawah matahari

"Tak ada korban hari ini
Kecuali anarki yang tertembak mati!

Dilekapnya percik-percik darah
di bajunya
Ditatapnya koran pagi

”Kebohongan adalah satu-satunya
tempat
berdiri hari ini”

Dibacanya: "Hanya ketakutan
yang tak bisa dihukum mati”.

1978


ELEGI I

Di sorga: ada juga derita
Ketika keranda-keranda putih
Dalam gelap gulita
Ditarik kereta berkuda
Ke sungai perak
Ruh-ruh pun terbang
Pulang ke sarang senja

Dan matahari pucat

Tuhan berdiri
Di tepi telaga darah

Dan pada nisan seorang Gembala
Tertulis berita:
         Di padang Kerbela
         Telah terbunuh Hasan dan Husein
         Dengan lidah terulur ke tanah
         Dan tubuh yang remuk

Tuhan berduka
Memandang bumi yang jelaga
Di mana Adam telah buas seketika
Dan Hawa melahirkan anak-anak cacat muka:
        
        Muhammad, Muhammad!

1971


BAITIL MAKDIS PADA MALAM ISRAK

Kita tunggu gemintang, mengerdipkan matanya lembut
Kita tunggu angin mencegah arusnya kencang
suara laut di bawah benua dan cuaca
yang membersihkan tanah-tanah di dataran Palestina
dan sejuta suara bagai lonceng berdentang ramai
di masjid itu, suara para nabi. Terasa waktu
menanti cuaca tiba

          Apakah yang bakal terjadi
          di benua kita?
          di jazirah hitam ini
          di mana para rasul dan nabi
          diburu dan dibunuh
          oleh orang-orang kerdil
          dari benua tengah?

Muhammad! Lempangkanlah jalan kami
yang dahulu

          (Gaib arwah rasul dan nabi mengucap  
          salam
          waktu shalat selesai) dan di relung jagat
          yang risau
          kerdip gemintang memutih
          sampai juga ke negeri masyrik

1970


ELEGI

Musuh-musuhku, namun sahabat-sahabat setiaku juga
saban kali datang
melukaiku dan kemudian menyembuhkan:
"Mari kita bangun jembatan!", dan kami pun
Segera membangun jembatan dan runtuh juga

Mereka tak tahu dan aku sudah lupa
Saban kali mereka datang
menanamkan cakar dan mencampakkan barang-barangku:
piring, kursi, meja makan, sajak-sajak
kesempatan dan keleluasaanku

Aku mengira
mereka dapat mengenyahkan jejak dan kebebasanku
seperti aku mengira mereka pun dapat
mengenyahkan kecemasan mereka sendiri
kengerian mereka sendiri

Ke manakah kemudian mereka
pergi, bersembunyi
atau menyelamatkan diri?
Begitu banyak semak-semak dan gua
dalam lubuk hatiku, seperti dalam lubuk hati mereka
hingga sering
aku sendiri tak mengetahuinya
dan tak sempat mengetahuinya

Dan bagaimana kalau mereka temukan
parang yang kuasah diam-diam lebih berkilauan
dan geraham-geraham tak henti-hentinya
geram dan lebih leluasa bergerak?
Aku katakan: Aku bebas sekalipun kalian ingin membunuhku
Aku bebas sekalipun kalian mengepung dan memburuku
Aku bebas karena pedih dan kepedihan membebaskan aku
Tapi mereka seperti aku adalah pencinta busuk
yang tak pernah memberi tempat kepada cinta dan pencinta
Dan seperti aku pula mereka adalah pemburu kekosongan 
         dan kesia-siaan
Mereka ingin membunuhku karena mereka rasa aku ingin
         membunuh mereka
Aku ingin membunuh mereka karena aku rasa mereka ingin
         membunuhku
Mari kita tolong mereka, mari kita tolong diri kita.

1980

Tentang Penyair

Abdul Hadi W.M. Lahir di Sumenep, Madura. Banyak menerjemahkan karya penyair sufi, seperti karya Rumi dan Iqbal. Pada tahun 1979 memperoleh Anugerah Seni dari Pemerintah RI dan pada tahun 1985 memperoleh Hadiah Sastra ASEAN dari Ratu Sirikit di Bangkok. Anggota Dewan Kesenian Jakarta, dan banyak menulis esai dan cerita anak-anak.
--------------------------------------------------------

Sumber tulisan: Kembang Para Syuhada
Sumber ilustrasi: Pixabay


0 comments: