Wednesday, February 6, 2019

Berlayar ke Negeri Ginseng, Mengenal Sejenak Salah Seorang Penyairnya




Manusia diciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku untuk saling mengenal satu sama lain.

Begitulah adanya kehidupan di dunia ini. Tak ada bangsa atau suku yang lebih tinggi daripada yang lain. Semua setara dan idealnya tak ada pula kesombongan apalagi penjajahan terhadap manusia lainnya. Pertanyaannya, apakah makna saling mengenal hanya sebatas berkenalan lalu putus tak ada komunikasi lagi?

Jawabnya tentulah lebih daripada itu. Mengenal masyarakat tertentu, secara sadar atau tidak kita juga mengenal kebiasaan mereka. Dari cara berpakaian, bercocok tanam, seni, dan lain sebagainya yang bisa kita petik menjadi  pengetahuan baru. Yakni pengetahuan positif yang  bisa dimanfaatkan di wliayah asal kita. Itulah sebabnya, studi banding dengan mengunjungi suatu tempat dalam dunia kekinian menjadi hal penting demi kemajuan bersama. 

Kemudian, pada zaman semodern dan secanggih sekarang ini, pastinya makna mengunjungi tak sekadar perjalanan fisik dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Dapat pula kita maknai sebuah aktivitas mendaratkan pandangan, pikiran, dan hati melalui teknologi. Kita bisa dengan cepat melihat kota-kota lain melaui koneksi internet misalnya.

Nah, bagian terakhir di atas tadi, salah satu contohnya ialah berlayar ke Negeri Ginseng untuk mengenal salah seorang penyair dan puisinya melalui artikel ini.  

Adalah Moon Chung Hee yang dikenal sebagai salah seorang penyair Korea Selatan. Puisi-puisi liris perempuan kelahiran Boseong, Jeollanam-do, Korea Selatan pada 25 Mei 1947 ini berkenaan tentang kehidupan dan hal-hal yang menunjukkan keberanian dari sudut pandang  kewanitaannya. Sebagian puisinya juga berdasarkan kesadaran sosialnya yang tinggi. Dan, hal itulah yang menjadikannya favorit para pencinta puisi di negara itu.

Pruduktivitasnya dalam menulis puisi tergolong mengagumkan. Terbukti ia telah berhasil melahirkan 11 buku puisi dalam bahasa Korea dan juga telah diterjemahkan ke dalam sembilan bahasa, termasuk Spanyol, Jerman, Jepang, dan Inggeris. Bahkan, buku puisinya ada yang diterbitkan di Amerika Serikat.

Puisi-puisinya juga digemari para pembaca Barat. Padahal mereka tidak memiliki pengetahuan mendalam tentang puisi dan sastra Korea. Berikut satu contoh puisi feminimnya yang berjudul Suami.

Baik ayahku maupun kakakku,
Dialah pria yang berdiri di suatu tempat, di antara keduanya.
Seseorang yang paling dekat, namun begitu jauh.
Tatkala aku menderita insomnia
Aku cenderung untuk meminta nasihatnya
Ups! Apa pun selain itu!
Jadi aku diam-diam berpaling darinya di tempat tidur.
Terkadang dia musuhku,
Di lain waktu, dia satu-satunya manusia di bumi
yang menggenggam hangat anak-anak tersayangku.
Jadi aku membuat makan malam untuknya lagi,
Laki-laki ini makan banyak sekali,
Pria ini yang mengajarikucara bertarung.

Puisi-puisinya bisa dikatakan indah, canggih, dan juga berani. 

0 comments: