Wednesday, January 23, 2019

Kiat-Kiat Mencari dan Menemukan Sumber Ilham untuk Penulisan Cerpen



Secara ringkas, buku Teori Menulis Cerpen karya Tajuddin Noor Ganie memuat  jati diri cerpen; sejarah awal penulisan cerpen di dunia dan di Indonesia; etimologi dan definisi cerpen; unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik cerpen; kiat-kiat mencari, menemukan, dan mengolah sumber ilham penulisan cerpen; kiat-kiat membangun motivasi sebagai penulis cerpen pemula; tahap-tahap penulisan cerpen, kiat-kiat menciptakan tokoh cerita, menata urutan peristiwa cerita, dan kiat-kiat  menggambarkan latar tempat, waktu, dan suasana dalam proses kreatif penulisan cerpen; serta kiat-kiat bercerita untuk membentuk dan menghidupkan cerpen.

Di bawah ini adalah salah satu isi bukunya.

Kiat-Kiat Mencari dan Menemukan Sumber Ilham untuk Penulisan Cerpen

Para calon penulis cerpen banyak yang mengeluhkan kesulitan mereka dalam mencari dan menemukan sumber ilham untuk penulisan cerpen mereka. Menanggapi keluhan itu Ernest Hemingway (1899-1961) memberikan saran sebagai berikut.

“Buka jendela rumahmu lebar-lebar dan lihatlah sejauh mungkin. Dunia dan semua isinya serta kehidupan kita adalah sumber cerita dan setiap peristiwa adalah keajaiban” (dalam Pranoto, 2007:22).

Hamsad Rangkuti sebagaimana yang dikutipkan oleh Pranoto (2007:22) banyak mendapatkan sumber ilham untuk penulisan cerpennya dari pergaulannya dengan orang-orang yang ada di sekitarnya, seperti tukang becak, penjual gado-gado, penjual nasi uduk, tukang ngamen di kereta api, tukang parkir dan banyak lagi yang lainnya.

“Makin banyak bergaul dan memahami dunia dan karakter mereka, maka makin banyak ide yang kita dapatkan dan tinggal ditulis saja.”

Hamsad Rangkuti dikenal sebagai cerpenis yang banyak mengangkat tema kehidupan rakyat jelata. Judul buku kumpulan cerpennya yang terkenal adalah Bibir dalam Pispot (Buku Kompas Jakarta, 2004).

Mark Twain, cerpenis terkemuka di Amerika Serikat memberikan saran kepada calon penulis cerpen agar mereka mencari fakta lebih dulu baru kemudian menuliskannya menjadi karya fiksi.

Fakta yang paling ekonomis yang dapat diperoleh oleh siapa saja adalah fakta yang bersumber dari diri sendiri (pengalaman hidup).

Tahap berikutnya, dari pergaulan atau sosialisasi alami. Misalnya sosialisasi antar anggota keluarga, tetangga, dan teman bermain (Pranoto, 2007:24)

Sedangkan sosialisasi dengan teman sekolah, teman berbisnis,dan  teman sejawat adalah sosialisasi yangdibentuk oleh sistem tertentu dan harus ditaati.

Lebih luas lagi, yaitu bersosialisasi yang bersifat jaringan luas dan jauh, memerlukan biaya yang relatif besar, misalnya melaukan traveling atau pergi merantau (ibid).

Sumber lain yang dapat dimanfaatkan sebagai ide cerita, tetapi bernilai ekonomi tinggi (perlu biaya dan waktu khusus), yakni membaca buku-buku sejarah, psikologi, sosiologi, dan kebudayaan. Penggalian ide yang semacam ini biasanya hanya dapat dilakukan oleh seorang cerpenis yang tekun (ibid).   

Susan Sontag sebagaimana yang dikutipkan Pranoto (2007:24-25) menyarankan sebagai berikut.

“Untuk mendapatkan ide cemerlang, sebaiknya sebelum menulis cerita, membaca dulu karya-karya sastra berbobot sebagai pencerahan pikiran. Kemudian petakan ide yang akan ditulis berdasarkan pengamatan dan penghayatan total. Bila pikiran cerah maka proses penggalian ide akan objektif dan menjadi ekspresif pada saat dituliskan.”

“Karena, bagaimana pun, cerpen yang berbobot haruslah berakar dari fakta dan disajikan dengan media bahasa yang memadai. Untuk punya kemmapuan menyajikan media bahasa yang baik perlu banyak membaca karya sastra."    

Berminat membaca bagian-bagian lainnya? Silakan membacanya di buku Teori Menulis Cerpen. Pembelian buku bisa melalui nomor 08195188521

0 comments: