Friday, January 18, 2019

CERPEN MASA LALU DI BANJARBARU (Bagian 3)



Karya Tajuddin Noor Ganie

YANG BERCELANA PENDEK DILARANG BERJOGET. Kawasan Minggu Raya yang paling favorit bagiku ketika itu terletak persis di seberang jalan Taman Air Mancur DAWN van Der Pijl sekarang ini. Di kawasan ini tumbuh beberapa batang pohon kasturi yang  berbuah lebat. Setiap musim buah kasturi aku dan anak-anak warga kota Banjarbaru lainnya sering berada di bawah pohon kasturi menunggu buah kasturi jatuh dari pohonnya karena diterjang angin yang bertiup kencang. Tapi, tidak jarang kami melempari buah kasturi dimaksud dengan sepotong kayu (bahasa Banjar, maningkalung). 

Sebelum dikosongkan dan dijadikan taman seperti sekarang ini, di kawasan ini dulunya terdapat beberapa buah toko dan warung teh. Toko-toko yang ada di kawasan ini ada yang menjual alat-alat tulis, rokok, emas, dan buku. Toko buku termasuk tempat yang sering kukunjungi. Aku masih ingat namanya Annida. Bukan untuk membeli buku, tapi sekadar melihat-lihat kulit sampulnya saja. Maklumlah aku ketika itu belum punya cukup uang untuk membeli buku.

Ada 3 tempat minum di kawasan ini, 2 warung teh dan 1 cafe yang khusus menjual minuman kaleng. Café ini dikelola oleh anak buah Didik Suwardi Hasan, beliau seorang anggota Brimob yang juga dikenal sebagai pelukis dan pematung. Patung-patung karya beliau antara lain ditempatkan di Taman Landasan Ulin dan Bundaran Simpang Empat Banjarbaru. Sementara itu, lukisan dinding (relief) beliau antara lain terdapat di Gedung Serba Guna Bina Satria Banjarbaru.

Setelah cukup lama tinggal di Banjarbaru, Didik Suwardi Hasan pindah bertugas ke berbagai daerah, terakhir beliau menetap di Solo, dan tetap menekuni profesinya sebagai pematung dan pelukis. Tahun 1995, beliau didaulat menjadi Komandan Upacara di Taman Budaya Surakarta. Ketika itu, aku berada di Solo untuk mengikuti acara temu sastrawan berkenaan dengan Refleksi Setengah Abad Indonesia Merdeka. Bersama-sama para peserta lain yang berdatangan dari seluruh Indonesia aku mengikuti upacara bendera 17 Agustus 1995 versi sastrawan Indonesia.

Ada 2 warung teh di kawasan ini, satu milik pak Anang, dan yang satunya lagi milik Kai (kakek). Belakangan, Kai mengambil alih café milik Didik Suwardi Hasan yang telah pindah ke luar daerah. Kai kemudian memelopori warung teh yang buka nonstop sepanjang malam. Aku sendiri lebih sering duduk berlama-lama di warung teh milik Pak Anang yang cuma buka pada siang hari saja. Setelah minum teh dan memakan beberapa potong kue, aku biasanya menonton orang main catur. Tidak jarang aku juga tampil sebagai pemain caturnya.

Sekali waktu para pemain catur dikejutkan oleh kedatangan Ma Irum yang tanpa ba bi bu langsung memuncratkan air kucurnya ke papan catur.  Salah seorang pemain catur, seorang bapak yang terkenal temperamental langsung melayangkan bogem mentahnya ke arah kepala Ma Irum. Bogem mentah itu dengan telak mengenai kepala Ma Irum, Ma Irum lalu lari terbirit-birit karena rasa takut yang amat sangat.

Sepeninggal Ma Irum, orang-orang yang berada di warung Pak Anang spontan tertawa terbahak-bahak, termasuk bapak yang melayangkan bogem mentah tadi. Beliau, tertawa terbahak-bahak begitu menyadari orang yang dibogem-mentahnya tadi adalah Ma Irum. Ma Irum adalah seorang tokoh yang ketika itu terkenal ke seantero daerah Kalsel sebagai orang gila yang suka berbuat ulah memuncratkan air kucurnya. Dulu, orang gila termasuk makhluk langka, sehingga dengan kelangkaannya itu maka Ma Irum lantas menjadi orang terkenal sebagaimana layaknya para pesohor lainnya.

Selain Ma Irum, masih ada tokoh lain yang juga terkenal sebagai makhluk langka di seantero daerah Kalsel ketika itu, yakni pak Amut. Pak Amut terkenal karena aksinya sebagai orang yang selalu tampil bugil dari hari ke hari. Konon, jika pak Amut mandi di sungai, maka hal itu merupakan pertanda wilayah di sekitar sungai itu akan dilanda banjir.

Tapi, yang paling gawat konon adalah jika pak Amut tidur di kolong jembatan, maka mobil-mobil tidak akan bisa melintas di atas jembatan itu. Mesin mobil akan langsung mati begitu menaiki badan jembatan. Akibatnya arus lalu lintas di sepanjang jalan menuju ke arah jembatan tersebut menjadi macet total. Kemacetan baru berakhir jika pak Amut sudah bangun dari tidurnya dan pergi menjauh dari kolong jembatan.Sungguh aneh tapi nyata.  Setelah meninggal dunia pak Amut dimakamkan di salah satu desa di Kecamatan Alabio, Kabupaten Hulu Sungai Utara. Makamnya dikeramatkan orang dan selalu ramai diziarahi orang.

Dulu, di kawasan yang sekarang  ini dijadikan sebagai Taman Air Mancur DAWN van Der Pijl adalah lokasi kebun binatang. Berkaitan dengan itu maka di kawasan ini banyak ditumbuhi pohon-pohon besar. Setelah tidak lagi menjadi kebun binatang, di kawasan ini sering digelar acara hiburan rakyat. Acara hiburan rakyat yang paling favorit adalah pertunjukkan orkes melayu. Aku masih ingat, setiap kali digelar pertunjukan orkes melayu, aku selalu hadir, dan ikut berjoget di sini. Setiap orang boleh berjoget di sini, syaratnya cuma satu, yakni harus mengenakan celana panjang (yang bercelana pendek dilarang berjoget).

Ketika itu usiaku baru sekitar 15 tahun, dan baru duduk di bangku Kelas II SMEP Negeri Martapura. Ada sebuah rahasia yang belum pernah kuungkapkan ke publik, yakni aku ketika itu belum mempunyai celana panjang sendiri. Nah, supaya bisa ikut berjoget maka aku meminjam celana panjang milik kakakku. Kakakku orangnya bertubuh tinggi sementara aku bertubuh pendek. Akibatnya, aku harus menggulung kaki celana pinjaman itu. Supaya gulungannya tidak melorot ketika berjoget, maka gulungan celana itu aku jepit dengan peniti, cukup banyak peniti yang kuperlukan untuk itu.

Suatu malam, tanpa kusadari, karena terlalu asyik berjoget, beberapa peniti penjepit gulungan celana itu terlepas, akibatnya celana panjang yang kukenakan kotor karena terinjak-injak. Akibatnya fatal, begitu melihat celana panjang miliknya kotor dan rusak, kakakku langsung mencak-mencak dan memarahiku habis-habisan. Aku dihukum mencuci celana itu sampai bersih.

Tahun 2008, aku diundang baca puisi dalam acara tadarus puisi di Taman Air Mancur DAWN van Der Fijl. Sungguh tak disangka aku baca puisi di tempat di mana dulu aku berjoget. Sesaat sebelum membaca puisi aku terkekeh sendiri mengenang masa lalu. Dulu aku tampil di sini sebagai penjoget, dan sekarang aku tampil sebagai penyair. Ingin sekali rasanya aku berbagi cerita tentang kenangan masa laluku di Banjarbaru dengan para penyair lain yang hadir pada malam itu.

Selama bertahun-tahun segelintir warga kota Banjarbaru menjadikan  areal Taman Air Mancur DAWN van Der Pijl ini sebagai tempat mencari nafkah. Setiap hari, dimulai sejak pukul 15.00 wite mereka datang ke areal ini sambil mendorong gerobaknya masing-masing. Mereka semua adalah para penjual makanan dan minuman. Makanan favorit yang mereka jual adalah ketupat Kandangan. Selain suka makan ketupat Kandangan di warung langganan, aku juga sering makan soto Kudus di tempat ini. Para penjual makanan dan minuman inilah yang membuat kawasan Minggu Raya menjadi semarak di malam hari. Mereka menggelar jualan hingga pukul 01.00 wite dinihari, bahkan ada yang buka sampai pukul 03.00 wite pagi hari.

Setelah kawasan ini dijadikan areal taman Air Mancur DAWN van Der Pijl, mereka dipindahkan ke lokasi tanah kosong di seberang jalan. Namun, tampaknya  tidak semua pedagang makanan dan minuman tertampung di lokasi baru ini. Tidak ada lagi gerobak dorong seperti zaman dahulu, karena warung makan minum yang dibangun sebagai penggantinya dibuat permanen, memang rapi, tapi suasana tempo doeloe sudah tidak ada lagi, hilang ditelan waktu.

***

ASYIKNYA NONTON BOLA DI LAPANGAN DOKTER MURDJANI. Lapangan Dokter Murdjani kukenang sebagai tempatku menghabiskan waktu sore hari . Di sini aku setiap sore menonton pertandingan sepak bola. Jika tidak ada pertandingan resmi, maka lapangan ini dijadikan sebagai tempat latihan klub-klub sepak bola yang ada di kota Banjarbaru. Jadi setiap hari pasti ada orang main sepak bola di lapangan ini. Semua pertandingan sepak bola yang digelar di lapangan ini bisa ditonton dengan gratis oleh siapa saja. Hampir dapat dipastikan setiap sore sebagian besar warga kota Banjarbaru tumplek blek menghabiskan waktunya di lapangan Dokter Murdjani menyaksikan orang main bola.

Satu hal yang unik, setiap kali terjadi adu penalti maka para penonton akan merapat ke lokasi adu penalti. Mereka berkeliling dalam radius antara dua tiang gawang lurus ke depan hingga sampai ke titik dua belas. Akibatnya sebelum tendangan penalti dilakukan wasit terlebih dahulu harus menyetrilkan lapangan dari penonton yang  duduk terlalu menjorok ke depan. Tidak jarang  bola yang ditendang pemain eksekutor mengenai tubuh penonton, sehingga tendangan penalti harus diulang. Sementara itu, penonton yang tubuhnya terkena bola akan diteriaki ramai-ramai dengan kata-kata yang menurutku sangat lucu, yakni : bawa baludah (bahasa Banjar, cepat meludah).

Pada saat pertandingan sepak bola berlangsung, para pengebut tidak ada yang berani melakukan kebut-kebutan mengelilingi lapangan Dokter Murdjani, karena risikonya sangat besar, dapat dipastikan tubuh mereka akan bonyok akibat dipukuli ramai-ramai oleh para penonton sepak bola.

***

ASYIKNYA NONTON BOLA VOLLEY DI LAPANGAN KAREL SATSUIT TUBUN. Sepulang dari menonton sepak bola di lapangan Dokter Murdjani, aku dan segelinitir warga kota Banjarbaru lainnya, biasanya tidak langsung pulang ke rumah, tapi singgah dulu di lapangan Karel Satsuit  Tubun. Di sini setiap sore digelar pertandingan bola volley antarklub bola volley yang ada di kota Banjarbaru. Jika yang bertanding kebetulan adalah antraklub bola volley wanita, maka dapat dipatikan penontonnya akan berjubel.

Hehehe, selain menonton aksi para pemain, para penonton juga asyik menikmati pemandangan indah lekak-lekuk tubuh para pemain bola volley wanita yang cuma mengenakan celana pendek agak ketat. Pertandingan kadang-kadang berlangsung begitu sengit dan tak kunjung berakhir meskipun azan Magrib sudah dikumandangkan oleh para muadzin di masjid-masjid dan surau-surau yang ada di seantero kota Banjarbaru. Permainan bola volley dimaksud baru dihentikan setelah game set.

Selain difungsikan sebagai tempat menggelar latihan atau pertandingan bola volley, lapangan Karel Satsuit Tubun juga sering dijadikan sebagai tempat untuk menggelar pasar malam, musyabaqah tilawatil qur’an, pemutaran filem gratis, malam hiburan rakyat untuk memperingati suatu even tertentu, atraksi tong edan, atraksi akrobatik lepas tangan naik sepeda motor besar (orang Banjarbaru biasa menyebutnya motor guduk-guduk) yang biasa dilakukan oleh Pak Rahim seorang anggota Brimob, atau adu lambat naik sepeda (bukan adu cepat naik sepeda sebagaimana lajimnya)

***

BERKHAYAL MAMPU MEMPERBAIKI PESAWAT HELIKOPTER RUSAK. Sebelum dijadikan sebagai lokasi kolam renang Idaman Banjarbaru, tempat ini dulunya dikenal dengan sebutan Taman Gembira. Sesuai dengan  namanya di tempat ini juga sering digelar acara-acara hiburan rakyat, seperti pertunjukan musik, adu tangkas main silat, teater,dan pemutaran filem gratis. Tempat ini dilengkapi dengan panggung terbuka yang dibangun permanen.

Selain fasilitas panggung terbuka, Taman Gembira  juga dilengkapi tempat bermain untuk anak-anak (yakni ayunan, perosotan, dan papan jungkat-jungkit), tempat latihan pramuka, lapangan basket dan lapangan tenis. Selain itu, walikota Banjarbaru juga menempatkan sebuah pesawat helikopter rusak di Taman Gembira.

Helikopter rusak ini berasal dari peninggalan tenaga ahli pertambangan Rusia yang bekerja di Proyek Besi Baja. Pasca meletusnya pemberontakan G.30.S/PKI, tenaga ahli pertambangan Rusia ini pulang kembali ke tanah airnya.

Sejatinya, pesawat helikopter rusak ini ada 2 buah. Mula-mula kedua helikopter rusak itu tempatkan di lapangan terbuka di bekas lokasi kantor Proyek Besi Baja di Jalan Wijaya Kusuma Banjarbaru. Salah sebuah diantaranya kemudian dipindahkan ke Taman Gembira.

Pemindahannya sangat unik, karena tidak dilakukan dengan menggunakan mobil pengangkut alat-alat berat sebagaimana lajimnya sekarang ini, tapi dilakukan dengan cara ditarik oleh beberapa orang. Aku termasuk salah seorang saksi mata dalam peristiwa pemindahan helikopter rusak ini.

Ha ha ha, aku langsung tertawa ngakak terbahak-bahak ketika baru-baru ini (2012) ada seorang anak muda berusia sekitar 20 tahun yang sok tahu menceritakan kepadaku bahwa di Taman Gembira ini dulunya pernah terjadi kecelakaan fatal, yakni jatuhnya sebuah pesawat helikopter.

Ketika itu, pesawat helikopter rusak ini menjadi salah satu tempat bermainku yang favorit jika sedang berada di Taman Gembira. Aku sering membayangkan diriku mampu memperbaiki pesawat helikopter rusak ini, lalu dengan bangga menerbangkannya mengelilingi kota Banjarbaru. Begitu turun ke darat aku langsung dielu-elukan oleh segenap warga kota Banjarbaru sebagai anak yang jenius.

Namun, tidak berapa lama kemudian, pesawat helikopter rusak itu berubah fungsi menjadi toilet umum, tidak hanya untuk membuang hajat kecil, tetapi juga membuat hajat besar. Akibatnya, tidak ada lagi anak-anak yang mau bermain di sini. Lambat laun, pesawat helikopter rusak itu hilang tak berbekas lagi. Konon, hari demi hari tangan-tangan jahil para pemulung barang bekas mempreteli alumunium, besi, kabel, plastik, kaca dan lain-lainnya, kemudian menjualnya secara kiloan kepada para pengepul barang bekas.  

Masih ada satu tempat yang berkaitan erat dengan salah satu episode masa laluku di kota Banjarbaru ini, yakni salah satu dari dua lapangan tenis yang ada di Taman Gembira ini.Betapa tidak? Aku pernah cukup lama bekerja sebagai kacung pemungut bola tenis.

Ketika itu aku baru duduk di Kelas V Sekolah Dasar. Temanku sesama kacung ada yang kemudian sukses sebagai pemain tenis handal, karena kehandalannya bermain tenis, maka dengan hanya berbekal ijazah Sekolah Dasar  ia bisa diterima bekerja sebagai PNS. Tugasnya adalah mewakili instansinya bermain tenis di berbagai pertandingan tenis.

Terus terang aku pernah merasa iri melihat kesuksesannya. Tapi, aku tak pernah berhasil mengikuti langkah suksesnya, karena aku tak pernah berhasil menggembleng diriku menjadi seorang pemain tenis yang handal. Syukur Alhamdulillah, setelah tamat dari SMEA Negeri Martapura aku akhirnya juga bisa menjadi PNS meskipun tidak handal bermain tenis.

Setelah diterima bekerja sebagai PNS pada tahun 1979, aku mulai meninggalkan kota Banjarbaru. Sejak itu aku tinggal di kota Banjarmasin. Mula-mula aku ditempatkan di Kantor Direktorat Jenderal  Pembinaan dan Penggunaan Tenaga Kerja (Kantor Ditjen Binaguna) yang ketika itu masih berkantor di Jalan Cempaka I Nomor 5 Banjarmasin.  Tahun 1995, aku sempat beberapa bulan kembali tinggal di kota Banjarbaru, yakni sebagai PNS di Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Selatan. Selanjutnya aku dipindahkan ke Kantor Kursus Latihan Kerja di Pelaihari. Dua tahun kemudian aku dimutasi lagi ke Balai Kepaniteraan P4 Daerah Provinsi Kalimantan Selatan di Banjarmasin.  Terakhir sejak 2005, aku dimutasi lagi ke Balai Hyperkes dan Keselamatan Kerja. Aku berharap, tidak dimutasi lagi ke lain tempat hingga tibanya masa pensiunku pada 1 Juli 2014 nanti.

Insya Allah, jika sudah pensiun nanti aku ingin bermukim kembali di kota Banjarbaru. Sekarang ini aku sudah mempersiapkan segala sesuatunya. Rumahku yang ada di kampung Guntung Lua sudah mulai kuperbaiki sedikit demi sedikit. Buku-buku koleksiku yang sudah jarang kurujuk sebagai bahan referensi juga sudah mulai kupindahkan ke sini. Setiap hari Jumat atau Minggu aku selalu menyempatkan diri untuk berada di rumah ini.

(Selesai)
     
Berminat membaca cerpen-cerpen lainnya dalam? Silakan membacanya di buku Masa Lalu di Banjarbaru. Pembelian buku bisa melalui nomor 08195188521.

     

0 comments: