Monday, March 29, 2021

Puisi Sitor Situmorang dalam Lautan Waktu



Dunia Leluhur

Hutan jadi bayang-bayang
roh leluhur
merasuki tubuh

kutanam bambu
biar hangat kampung halaman

daunnya hijau
lebih hijau kala rimbun

Ditenun angin
roh bertengger di ubunubun

mata tombak
tertancap di dataran

kurajut benang hidup
waktu yang kulalui

jejak pemburu
di pegunungan

burung
di malam berbulan

hidup dari sepi
minum dari daun ilalang

jadi jin
jadi ijuk
jadi tanah liat
jadi batu
jadi danau
jadi angin
tali dipintal
titianku ke dunia sana

Sumber: Angin Danau (Penerbit Sinar Harapan, Jakarta, Cet. I, 1982)


Tentang Penyair

SITOR SITUMORANG lahir di Harianboho, Tapanuli Utara, Sumatra Utara, 2 Oktober 1923 menulis sajak, cerita pendek, esai, naskah drama, naskah film, karya terjemahan, dan telaah sejarah lembaga pemerintahan Batak Toba.

Teeuw menyebutkan bahwa Sitor Situmorang menjadi penyair Indonesia terkemuka setelah meninggalnya Chairil Anwar. Sitor menjadi semakin terlibat dalam ideologi perjuangan pada akhir tahun

1950-an dan awal 1960-an, sebagai pengagum Presiden Soekarno, benar-benar melepaskan kesetiaanya kepada Angkatan 45 khususnya
Chairil Anwar, pada masa ini. 

Ia pernah menetap di Singapura (1943),
Amsterdam (1950--1951), Paris (1951--1952), dan pernah mengajar bahasa Indonesia di Universitas Leiden, Belanda (1982-1990) dan bermukim di Islamabad, Pakistan (1991) dan Paris.

Karyanya, antara lain "Surat Kertas Hijau" (1953), “Dalam Sajak” (1955), "Wajah Tak Bernama" (1955), "Drama Jalan Mutiara” (1954), cerpen "Pertempuran dan Salju di Paris" (1956), dan terjemahan karya
dari John Wyndham, E Du Perron RS Maenocol, M Nijhoff.

Karya sastra lain, yang sudah diterbitkan, antara lain puisi “Zaman Baru" (1962), cerpen "Pangeran” (1963), dan esai “Sastra Revolusioner" (1965).
--------------------------------------------------------
Sumber tulisan: Lautan Waktu
Sumber ilustrasi: Pixabay


0 comments: