Sunday, January 27, 2019

Bagian Awal Lelaki dan Tangkai Sapu, Puisi Panjang Iyut Fitra


  
“Iyut Fitra melalui puisi panjang ini mengisahkan betapa perantauan hanyalah sebuah kesia-sian.”

Demikianlah yang ditulis Ivan Adilla, seorang pengajar di Universitas Andalas, dalam prolog buku Lelaki dan Tangkai Sapu.

Mungkin perkataan “puisi panjang” jika dikaitkan dengan sebuah buku puisi terkesan kurang familier bagi sebagian orang. Hal ini dapat dimaklumi mengingat perkataan itu mengandung makna hanya ada satu buah puisi dalam satu buku. Sedang lazimnya buku puisi (baca: antologi puisi) terdiri atas lebih daripada satu buah puisi. Bisa 25 puisi, 35, atau bisa ratusan. Bahkan, ada yang mencapai angka seribu puisi.  

Akan tetapi, hal itu akan terjawab kalau mau memperhatikan buku ini dari A—Z. Lelaki dan Tangkai Sapu sebenarnya bisa dikatakan sebagai antologi puisi Iyut Fitra yang sebagian besar pernah dimuat di media-media massa cetak. Sebut saja puisi Buang Pantang yang dimuat di Lombok Post pada 6 November 2016 dan Di Kalang Lengan dimuat Kompas pada 8 Oktober 2016. Namun, kemudian puisi-puisinya tersebut dikumpulkan dan sekaligus dijadikan sebuah puisi panjang dalam wujud buku. Lalu diberi judul baru, yakni Lelaki dan Tangkai Sapu.

Lantas, bagaimana dengan judul-judul aslinya? Jawabnya, diganti dengan angka-angka romawi. Misalnya puisi Buang Pantang menjadi I dan Di Kalang Lengan diganti II, begitu seterusnya hingga XLI yang kesemuanya merupakan bagian-bagian dari sebuah puisi panjang.

Begitulah cara Iyut Fitra—pria yang lahir di Payakumbuh 16 Februari tersebut—dalam membukukan sebagian puisi-puisinya. Nah, di bawah ini adalah bagian awal Lelaki dan Tangkai Sapu. Silakan dibaca, diapresiasi, atau mungkin diinterpetasikan. Selamat membaca!

I

tangislah kata pertamanya
ketika matahari merangkak setengah. seperduanya lenggang menuju petang
ia dengar lafaz kelahiran dari muncung waktu
“jadilah kau jantan yang akan melangkahi tangkai sapu!”
dan jalan-jalan kecil sepanjang ranah. dua tiga kelokan juga lembah
orang-orang himbaukan perihal kehidupan. asal mula kedatangan
lalu musim mengalir
cuaca tukar-tukaran
segala setia terhadap bayang-bayang
maka tiba masa tepian memanggil. sungai kecil tempat mengail
orang-orang berarak dengan dulang-dulang
batiah, sigi, tampang kelapa, dan apa saja segala
“mandilah kau. mandi berkusuk lada kecil lengkap
buang pantang seirama alir ke hilir!”
ramu-ramu disembur. mantra dan doa pun dihambur
tangis berikutnya menjalar ke pematang. mengalir tebing-tebing dan lurah
telah datang seorang jantan penghuni dusun. kelak akan ke surau
dan memuja pantu-pantun
telah datang seorang jantan di lingkar nagari. kelak akan pergi
setelah lepas kaji

ibu-ibu pulang
orang-orang pulang
tepian tak sempat mencatat nama-nama
sungai kecil lupa apa itu peristiwa
tangguk berisi tujuh batu
kelapa yang kemudian ditanam
selebihnya hanya waktu saling bersahutan

jantan yang telah lengkingkan kata petama
Ia lihat semua yang hanyut merasuki mimpi
menjadi petatah dan petitih. menjelma gulungan-gulungan pituah
alas pun diletakkan
serupa kepala nasi di simpang dan tikungan
suatu saat nanti akan dipahami. ia telah lahir
sebagai bujang kampung ini
merantau kehidupan


II

tidur kandung jangan merarau
lihatlah pukul sudah tengah malam
jika tersandung bujang rantau
ingatlah kampung juga halaman

dilesapkan ke tubuhnya kata demi kata
semenjak tepian ditinggalkan. sejak itu pula usia berjalan
lelaki yang beranjak umur
dari lapik ke kasur. dari dipan ke buaian
tak berhenti amanah disumbatkan. ibu yag tekun
menyusun lagu-lagu sepanjang malam. alif ba ta
abjad dan hitungan. siapa nanti yang membayar?
manakala orang-orang sibuk mengejar sorga
mencari-cari telapak kaki
sebelum menyerah pada tuhan
berlagu-lagu telah selesai. beragam pantun juga usai
malam runcing aur
“lelaplah kau anak bujang di kalang lengan. buaian tak membuat
waktu jadi singkat. esok matahari datang bercerita
tentang kota-kota. atau tangkai sapu
yang menunggu di balik pintu”
ada yang terasa ganjil
dingin turun membawa gigil
kata yang dilesapkan seolah iringan panjang
barisan orang-orang yang meninggalkan rumah gadang
menuju kerberangkatan

timang-timang
buaian rotan
tali berkain sarung
mimpi akan datang di ujung dendang
medengkurlah ia dalam pangkuan
jantan yang tengah menunggu matahari
lelap dalam dekapan  

Penasaran dan berminat dengan bagian-bagian lainnya? Silakan membacanya langsung di buku Lelaki dan Tangkai Sapu. Pembelian buku bisa melalui nomor 08126719131. Selanjutnya silakan menikmati, mengapresiasi, dan menginterpretasikannya.

0 comments: