Thursday, April 22, 2021

Angklung, Sebuah Puisi dalam Pujangga Baru

 


Karya  M. Taslim Ali


Sedang bermenung menyadar untung,
Kedengaran dentung suara angklung,
Merayu beta dengan duka,
Duka nestapa rakyat jelata.

Bagai kelihatan di penglihatan,
Dirundung rawan di tepi jalan,
Dua berkawan dekat pagaran,
Meminta makan, harapkan pakaian.

Bajunya becak, koyak-koyak;
Hidup mendesak, mereka tercampak
Kian kemari mencari rezki,
Buat pembeli sesuap nasi.

Jangan tertawa saudara semua,
M'lihat pakaiannya demikian rupa.
Dari desa datang mereka,
Dibawa ditunda alun sengsara.

Banyaklah dia telah menderita,
Siksa naraka rantau dunia,
Rezki liar hendak dikejar,
Kesudahan kisar perut yang lapar.

Berdentung-dentung bunyinya angklung,
Berdengung-dengung di dalam menung,
Berulang-ulang menyatakan malang,
Bertimpa datang, bertalu menyerang.

Hilang dengungnya, tinggallah beta,
Di penglihatan sengsara semata-mata,
Cahaya suka meninggalkan mata,
Gelombang duka bergulung di dada.

PB VIII/1-2. Juli Agustus 1940


Tentang Penyair

M. TASLIM ALI. Dilahirkan tanggal 16 Juni 1916 di Painan. Mulai bersajak dalam Pujangga Baru tahun 1940.

-------------------------------------------------

Sumber tulisan: Pujangga Baru

Sumber ilustrasi: Pixabay




0 comments: