Thursday, January 14, 2021

Rosyidi Aryadi, Penyair Isen Mulang dari Bumi Seribu Sungai


Judul di atas mungkin sangat kental dengan lokalitas. Benar saja demikian karena menyangkut dua tempat atau wilayah di Pulau Kalimantan. Tempat pertama adalah Kota Palangka Raya yang bersemboyan "Isen Mulang". Semboyan Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah ini diambil dari bahasa Sangen yang berarti 'pantang mundur'. 

Sementara yang kedua adalah julukan untuk Provinsi Kalimantan Selatan yang memiliki banyak sungai dengan multifungsi bagi kehidupan penduduknya. Lantas, bagaimana ceritanya sehingga penyair yang satu ini dihubungkan dengan kedua wilayah tersebut?

Berikut hasil wawancara dengan Rosyidi Aryadi. Artikel ini agak panjang, tapi yakinkan diri Anda untuk membacanya sampai tuntas.

Secara singkat, bagaimana alur migrasi aktivitas bersastra Bapak dari Kalimantan Selatan hingga di Ibukota Kalimantan Tengah?

Awalnya di Kota Banjarbaru. Kemudian aktif seutuhnya di Banjarmasin. Waktu sekolah sudah menempel puisi di mading (majalah dinding), lalu ke koran lokal, kemudian ibukota (Jakarta). Sekarang di media sosial dan di Palangka Raya.

Hampir sepuluh tahun saya tinggal di Palangka Raya dan baru aktif akhir 2019, yakni dengan berpuisi kembali. Saya hampir tenggelam, namun dari titik nol akhirnya bisa bangkit dan perlahan dengan pasti di jalan sastra ini. 

Tepatnya Januari 2012, saya mulai menetap di Palangka dan akibat kesibukan yang tak berhubungan dengan sastra, menjadikan keterampilan bersastra saya tumpul dalam rentang waktu hampir sepuluh tahun itu. Ya, terbuang energi dan sia sia. Beruntung ada suntikan para penyair Kalimantan Selatan yang menjadi pemicu lagi buat saya untuk berkarya. Doakan semoga tetap bersastra sampai kapan pun jua.

Apa saja aktivitas perpuisian yang Bapak lakukan sebagai kerja sastra selama di Palangka Raya?

Saya pernah tampil jadi bintang tamu di SMA Muhammadiyah 1 dekat dengan kampus UMP (Universitas Muhammadiyah  Palangka Raya) dalam acara Pentas Seni dan Bincang Sastra ke 17. Saat itu saya tampil bersama dua Narsumber yang dipandu oleh Cak Iful dan Kartika, serta ada Luwis YB Band. 

Selain di sastra, saya juga punya kawan di komunitas lukis, tari, teater, dan musik. Misalnya, saya punya kawan bernama Luwis YB. Ia pemusik yang sering tampil di Cafe 031 Jalan Yos Sudarso, Palangka Raya. Nah, dalam pertemanan tersebut, muncul rencana puisi saya akan digubah ke musik menjadi musikalisasi puisi. Saat ini masih dalam tahap penjajakan dan pembahasan lebih lanjut.

Di samping itu, saya sudah mendirikan Komunitas Pegiat Literasi Palangka Raya. Kemudian, saya menjadi Ketua/Koordinator HP3N (Himpunan Penulis Pengarang & Penyair Nusantara) Provinsi Kalimantan Tengah, Pusatnya di Batu, Malang, Jawa Timur. 

Sedang dalam media sosial selama di kota ini, saya menjadi anggota grup medsos Habar Kalimantan Tengah. 

Apa yang paling berkesan bagi Bapak selama bersastra?

Pembacaan puisi karya saya oleh penyair-penyair andal. Contohnya, dengan diiringi musik sape'/sampek Dayak Ngaju dan latar tempat Palangka Raya, penyair Fahmi Wahid dan Ali Syamsuddin Arsy dari Kalsel berkolaborasi membacakan puisi karya saya. 

Pernah juga dua puisi saya, yakni Tumbang Keabadian dan Kota Cahaya, dibacakan penyair Kotawaringin Timur, Dyah Nkusuma.

Lalu, sudahkah terhimpun puisi-puisi Bapak sejak di Kalimantan Selatan hingga saat ini?

Banyak arsip dahulu sudah tidak ada lagi. Sebutlah puisi karya saya pada tahun '80-an. Arsip yang ada beberapa puisi saja. Meski demikian, saya masih menelusuri arsip lainnya seperti lewat dokumentasi koran-koran yang pernah memuat puisi saya dulu.

Selama di Palangka Raya, sudah berapa sastrawan Kalimantan Tengah yang menjadi teman/rekan Bapak dalam bersastra?

Ada enam orang, yakni Deddy Setiawan dari Kabupaten Sukamara, Mbak Dyah Nkusuma dan Marselina dari Kabupaten Kotawaringin Timur, Karim dan Almuna dari Kabupaten Murung Raya, serta M Alimulhuda dari Palangka Raya. 

Sebenarnya saya tahu ada lagi sastrawan dari Kabupaten Kapuas, tapi belum kenal.

Sebagai penutup, harapan apa yang menjadi impian Bapak dan idealnya dapat diwujudkan dalam kehidupan sastra di Kalimantan Tengah?

Saya rasa harus ada kegiatan sastra paling tidak seperti di Mingguraya Banjarbaru, Panggung Seni khusus untuk seniman yg ada di Palangka Raya dan Kab/Kota se-Kalimantan Tengah untuk menampilkan kreasinya agar tercipta suasana yang harmonis bagi pegiat seni dan pemerintah daerah.

Demikianlah hasil wawancara dengan Rosyidi Aryadi, penyair Iseng Mulang dari Bumi Seribu Sungai. Semoga bermanfaat. 


0 comments: