Monday, January 25, 2021

Puisi-Puisi Shantined di Buku Kalimantan dalam Puisi Indonesia


Bunga Liar yang Tumbuh di Rambut Mayangmu

(buat Henny Purwanti)

Dan sore itu
Tetes madu yang jatuh dari bibirmu
Telah membasahi seluruh lantai dansa

Seperti engkau telah memaniskan
Sekuali racun
Demikianlah telah terpikat ribuan lebah
Pada sekelopak mawarmu
Yang ranum
Yang merah

Tapi benarkah madu?
Ketika pilihan menjadi teramat pelik
Dan rantai rantai tak jua mampu membelenggumu
Kau melenggang di tengah padang gersang
Dengan sekepal gundah yang tiba tiba datang.
Sama seperti angin yang kencang mengirim hujan
Tanpa kau sempat berteduh dari terjangnya

Lalu pagi ini kau terjaga
Mengusap salju yang mulai membatukan mayang rambutmu
Di situ juga telah tumbuh setangkai bunga liar
Ya, setangkai bunga liar
Yang menjulur, meriap di antara ikal mayang rambutmu
Membuat wajahmu nampak eksotik
Lugu namun menggoda
Hmm....

Hen, setangkai bunga liar itu tak sepadan sebenarnya
Dengan sekelopak mawar yang tumbuh dari hatimu
Betapa kecantikan yang berbeda telah membuatmu ngungun

Ini hidup Hen, mesti selalu bertarung
Dengan mesin waktu yang tak juga tercipta
Detik terus saja berjalan
Yang pudar hanyalah jasad, tubuh, rupa, badan, raga
Tapi tidak dengan jiwa, ruh, hati nurani, budi baik dan pekerti mulia

Melangkahlah tanpa ragu, Hen
Cabutlah setangkai bunga liar itu
Sebelum rimbun kepalamu oleh akar belukarnya
Wangikan saja dunia dengan sekelopak mawarmu
Warnai dengan pesona merahnya

Seperti sore ini
Secangkir teh hangat tersaji di meja kita
Telah manis oleh kerlingmu


Ufuk

namun ketika senja itu terasa amat indah
ada kecemasan yang tak mungkin terelak
mendetak dalam setiap waktu

laut biru, langit cerah, tak ada awan tak ada hujan
tapi mengapa petir bersahutan dalam jantungku
menderaskan semerbak aroma mayat
dan mumi mumi berjalan hilir mudik dalam benakku

Lalu saat remang memang datang
aku tak akan beranjak dari dudukku
menunggu fajar terbit kembali
di ufuk yang tak kuketahui arah datangnya


Biru

Tak ada kepak kupu kupu
Gerimis pagi ini basahkan imaji
Sunyi, sangat sunyi
Alam tak bernyanyi, hanya sedikit senandung rintik
Mengiringi leleh kesedihan yang kian menghunjam
Sedang dingin masih membuatku ingin memelukmu

Denting hatiku yang tak berdawai
Melentingkan berupa rupa kerinduan
Namun biru harus kuendapkan
Untuk menjadi semakin biru, ataukah menjadi ungu
Dimurnikan oleh waktu

Maret 2006

-------------------------------------------

Tentang Penyair

SHANTINED, menulis puisi sejak SD. Beberapa diterbitkan oleh media massa di berbagai kota di Indonesia. Beberapa puisi dan cerpen telah dibukukan dalam antologi bersama, di antaranya Antologi Puisi Perempuan Penyair Indonesia 2005 (Risalah Badai & Komunitas Sastra Indonesia, 2005), antologi puisi perempuan penyair Indonesia Negeri Terluka (Risalah Badai, 2006), antologi puisi The End of Trilogy "Dian Sastro For President" (Akademi Kebudayaan Yogyakarta, 2005), antologi puisi Perkawinan Batu (Dewan Kesenian Jakarta, 2005), antologi puisi 17 penyair perempuan Indonesia Selendang Pelangi (Indonesia Tera, 2006), antologi puisi 142 Penyair Menuju Bulan (Banjarmasin), antologi cerpen Kalimantan Timur Bingkisan Petir (Penerbit Mahatari dan Jaring Penulis Kaltim, 2005), antologi puisi Medan Puisi (Laboratorium Sastra Medan), dan lain-lain.

Sumber tulisan: Buku Kalimantan dalam Puisi Indonesia 

0 comments: