Thursday, March 5, 2020

Sejarah Pelayaran Pelaut Muslim Makassar Memberikan Pesan Kuat tentang Kepemilikan Anak Muda Muslim Australia


Sejarah mencatat bahwa berabad-abad lalu pelaut muslim Makassar dari Indonesia secara teratur melakukan perjalanan ribuan kilometer melintasi laut lepas untuk berdagang dengan orang-orang Aborigin di ujung utara Australia.

Hal itu mereka lakukan jauh sebelum Kapten James Cook mengklaim Australia untuk Inggris pada tahun 1770 silam. Ini memberikan pesan kuat tentang kepemilikan anak muda muslim Australia.

Seperti terlansir Reuters, Jumat (6/3/2020) Sheikh Wesam Charkawi dari Institut Abu Hanifa mengatakan bahwa kisah sejarah ini membantu kaum muda muslim Australia "memahami bahwa leluhur Anda (muslim Australia) yang beragama (Islam) memiliki hubungan dengan masyarakat bangsa pertama di Australia dari jauh sebelum 1770."

Untuk lebih menguatkan pesan tersebut, sebuah pelayaran dengan perahu replika yang dibangun secara khusus telah berhasil menghidupkan kembali hubungan antara Makassar dari Pulau Sulawesi dan Klan Yolngu di timur laut Arnhem Land, Australia.

Dari sumber yang sama, proyek pelayaran ini merupakan gagasan dari Institut Abu Hanifa, sebuah organisasi yang mempromosikan pendidikan, identitas dan inklusif bagi muslim di Sydney.

“Kami mengadakan lokakarya dengan orang-orang muda dan kami bertanya kepada mereka apa artinya menjadi orang Australia dan banyak orang benar-benar tidak dapat mengidentifikasi dengan konsep itu,” kata Sheikh Wesam Charkawi kepada Reuters.

Ia melanjutkan, “Mereka merasa bahwa wacana yang mereka dengar setiap hari--'Kembalilah ke tempat asalmu', 'Kamu tidak seharusnya berada di sini', 'Cintai atau tinggalkan'--bahwa itu mengasingkan mereka."

Di negeri Kanguru, Muslim membentuk kurang dari 3% populasi yang ada dan banyak yang melaporkan mengalami prasangka atau permusuhan terkait agama mereka.

Proyek tersebut diawali dengan pembuatan kapal sepanjang 15 meter (50 kaki) oleh para pengrajin Makassar di Sulawesi Indonesia. Pembuatannya di pantai dengan menggunakan metode tradisional dan kayu lokal.

“Pada hari itu, kami tidak menyadari bagaimana kami akan dapat melayarkannya (ke laut), lalu tiba-tiba, ratusan orang muncul dan mereka mulai mendorong benda (kapal) ini, menggali pasir dengan tangan mereka sendiri--bukan dengan sekop, tetapi tangan mereka sendiri--untuk mencoba dan mendorong kapal ini ke laut," kata Charkawi. "Akhirnya, mereka mewujudkannya."

Tanpa mesin yang bisa diandalkan, kapal dan 12 awak Makassarnya berlayar selama 25 hari untuk menempuh perjalanan sejauh 2.000 km (1.200 mil) menuju Darwin.

Dari sana, kapal itu berlayar ke Gove Peninsula, di timur laut Arnhem Land, dan bertemu dengan ratusan orang Yolngu dan orang-orang pribumi lainnya dari sekitar daerah tersebut yang membawakan lagu dan upacara penyambutan.

Kelanjutan dari sejarah ini, para pemimpin muslim dan Aborigin ingin berbagi sejarah lebih luas, termasuk memasukkan kisah hubungan Yolngu dan Makassar ke dalam kurikulum sekolah di sana.

"Ini adalah hal yang unik dan sangat penting," kata Timmy ‘Djawa’ Burarrwanga, seorang pemimpin Aborigin yang berbagi kisah Makassar dengan para pemuda muslim yang berkunjung dan membantu memicu proyek tersebut kepada Reuters.

“Mereka adalah keluarga, mereka adalah orang-orang yang memberi kami sesuatu. Hadiah istimewa, ” lanjutnya pada upacara penyambutan.

0 comments: