Monday, January 13, 2020

Saya Kurang Paham Mengapa Soal Banjir kok Anies Baswedan yang Disalahkan? Boleh Jadi Itu Salah Kita


Musim hujan selalu dinanti-nanti semua orang saat kemarau sedang melanda. Terlebih seperti saya dan teman-teman di area terdampak kabut asap. Ya, kabut akibat pembakaran hutan dan lahan di Kalimantan setiap tahunnya.

Kami tak ubahnya pencinta yang merindukan datangnya sang pujaan hati. Ialah hujan. Wujud kasih sayang, kebaikan, dan anugerah dari Allah swt kepada kita semua. Termasuk rerumputan, yang tumbuh begitu subur selama musim penghujan.

Itulah sebabnya, saat kemarau melanda berbulan-bulan lamanya, orang-orang sama berdoa meminta diturunkan hujan? Tapi, yang menjadi pertanyaan klasik, mengapa saat turun hujan, masih banyak orang yang mengeluh?

Saya sebut pertanyaan klasik karena sejak dulu hal itu kerap diungkapkan. Terutama jika sudah menyangkut banjir.

Mungkin karena enggan menyalahkan Tuhan, maka yang awalnya hanya berupa keluhan, banyak orang  tak segan lagi saling menyalahkan.

Termasuk belakang ini, banyak orang menyalahkan sosok Anies Baswedan yang sedang menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Sebenarnya sosok tersebut hanyalah contoh dari kasus menyalahkan orang lain atas tragedi banjir pascahujan.

Pertanyaan selanjutnya, apakah Anies atau seorang manusia lainnya mampu mendatangkan banjir? Hercules dalam mitos Yunani kuno pun tak pernah mampu mendatangkan air yang berkubik-kubik jumlahnya itu.

Bukankah banjir tidak termasuk perkara gampang? Ada kausalitas yang di dalamnya terdapat proses panjang hingga terjadinya banjir. Artinya, hujan pertama di bumi tidak akan langsung melahirkan banjir. Harus terlebih dahulu ada penggundulan hutan sehingga air tak bisa diserap di sana. Kemudian, harus ada pula bangunan-bangunan di atas tanah yang membuat air menggenang lama. Selebihnya, semisal harus ada aktivitas membuang sampah secara rutin di sepanjang aliran sungai.

Dari kesemuanya itu, tentu tidak bisa dilakukan seorang diri. Ada banyak tangan yang melakukan kerusakan di muka bumi. Boleh jadi, entah disengaja atau tidak, tangan kita juga turut melakukannya.

Lantas, dengan realitas empiris yang demikian, akankah perkara banjir ditimpakan hanya pada satu orang? Sebutlah contohnya Anies Baswedan?

Saya pikir, benar perkataan Ebiet G. Ade, "Tengoklah ke dalam sebelum bicara... Bahwa kita mesti banyak berbenah... Mari hanya runduk sujud pada-Nya."

Sudahkah?

0 comments: