Monday, December 2, 2019

Reuni 212, Apa yang Bisa Dituliskan? Lalu Maknanya?


Apa yang bisa dituliskan dari acara itu? Agaknya, pertanyaan tersebut selalu mengintai saya jika dihadapkan pada acara yang begitu viral di media sosial tersebut.

Ya, Reuni 212. Lebih tepatnya yang ketiga kalinya. Acaranya sendiri diadakan berturut-turut setiap tahun dan berangkat dari Aksi Damai 212 pada 2016 lalu.

Meskipun tidak heboh di televisi, reuni ini memang sangat ramai di jagat media sosial hingga kini. Di medsos, misalnya, saya melihat foto-foto peserta reuni ini memutihkan jalan-jalan sekitar Monas.

Sebelum itu, ada juga foto-foto yang memperlihatkan mereka sholat Tahajud dan Shubuh berjamaah. Ada jug zikir kebangsaan dan doa bersama yang dilangitkan.

Beberapa waktu saya berpikir. Apa makna reuni aksi damai mereka itu? Jika diambil kata "memutihkan" bisa jadi berarti buih di lautan. Konon, di akhir zaman umat Islam dikabarkan memang banyak jumlahnya, tapi seperti buih di lautan yang jika diterpa badai akan berberaian tak keruan.

Tapi, apa benar seperti itu realitasnya?

Saya pun berpikir ulang. Lalu teringatlah di otak kiri saya tentang kisah Kiai Haji Ahmad Dahlan terkait pendirian Muhammadiyah. Ada satu ayat dalam Alquran yang sebenarnya menjadi faktor pendorong beliau mendirikan organisasi besar tersebut. Benar, Surah Ali ‘Imran Ayat 104.

Terjemahan ayat itu adalah, "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung."

Tampaknya, bagian terakhir di atas tadi lah yang paling ideal menjadi makna aksi damai 212 dan reuni-reuninya tersebut.

Itulah sebabnya mengapa aksi ini berada di luar lingkaran politik, yakni ditandai dengan tetap diadakan walaupun saat ini tidak sedang dalam masa kampanye politik apa pun.

Bahkan, sejak pertama, aksi diadakan untuk menegakkan keadilan atas kasus penistaan agama Islam oleh Ahok. Ini jelas bukan unsur politik, melainkan murni menyuruh kepada yang Ma'ruf dan mencegah dari yang munkar.

Dan, dari makna itu pulalah saya paham mengapa tidak semua orang turun ke jalan sebagai peserta aksi damai 212. Seandainya semuanya, maka tentu tidak ada yang diserukan, 'kan? Dengan kata lain, ada segolongan penyeru dan ada lagi pihak yang diseru ke arah kebenaran dan terhindar dari keburukan.

Wah, tak terasa sudah lumayan panjang juga saya menulis artikel ini rupanya. Hmm, rasa-rasanya sudah ingin sekali menikmati seduhan kopi yang nikmat, tapi saya baru nelan obat. Daripada berefek buruk, ya sudah, met istirahat saja.

0 comments: