Friday, December 13, 2019

Hujan, Senja, dan Secangkir Kopi


Entah mengapa banyak orang mengatakan bahwasanya hujan, senja, dan secangkir kopi erat hubungannya dengan sastra.

Padahal, saat hujan, enaknya ya menikmati menu yang hangat-hangat. Sebutlah tempe mendoan didampingi secangkir kopi atau teh yang uapnya masih menari-nari di udara. Dan, lebih berasa spesial lagi jika hal itu berlangsung saat senja selepas bekerja.

Lalu, di mana letak sastranya?

Agaknya tidak ada. Menulis sastra saat hujan? Yang ada malah kedinginan. Membaca sastra saat senja? Cahaya matahari pada saat itu kurang cocok untuk membaca. Mendengarkan pembacaan sastra sambil minum kopi? Sepertinya akan lebih seru kalau menikmati kopi ditemani suara biduan dangdut yang sangat aduhai.

Meski begitu, ketiganya jika dikaitkan dengan peristiwa tertentu biasanya akan menjadi luar biasa. Kok? Bagaimana bisa?

Misalnya, duduk berdua dengan pujaan hati saat hujan pada senja hari. Ya, berdua saja. Apalagi, ada secangkir kopi yang disruput bersama hingga terlahir suasana hangat nan romantis.

Peristiwa luar biasa yang terkait dengan ketiga hal itulah yang sulit dilupakan. Ada rindu di secangkir kopi. Ada harapan saat senja. Bahkan, ada kehangatan yang setia dalam dekapan hujan.

Nah, jika sudah demikian, konon, akan terlahirlah puisi-puisi indah, cerpen-cerpen mendebarkan, dan novel-novel yang menggugah jiwa.

Waw! Tidak atau belum percaya? Lekaslah membuktikannya.

0 comments: