Saturday, November 9, 2019

Pelatihan Menulis dan Pendirian Gedung Megah


Waw! Judul di atas agaknya benar-benar tidak nyambung sama sekali ya? Lha, kalau tidak nyambung kok di kasih waw?

Saya jadi teringat sebuah kalimat, "Bagus sekali tulisanmu ini, Nak, mirip cakar ayam!"

Tapi, benarkah demikian? Sebuah sindiran belakakah?

Tunggu! Jangan-jangan memang ada hubungan antara pelatihan menulis dan pendirian gedung megah. Adakah? Yaaaa mungkin jika dikaitkan-kaitkan akan nyambung juga. Atau, bisa jadi malah menjadi kusut seperti benang layang-layang putus dan terlilit banyak kaki yang melangkah?

Begini Saudara sekalian, sebelum tahu jawabannya, ada baiknya perhatian dulu cerita saya di bawah ini.

Suatu ketika, entah tanggal berapa saya lupa. Yang jelas pada waktu itu saya menjadi salah seorang narasumber dalam penulisan bahan bacaan anak.

Sepanjang jalan menuju hotel tempat acara, saya teringat iklan kursus kilat bisa menyetir mobil. Disebut kilat karena dalam iklannya tertulis satu hari sudah bisa nyetir. Wah keren!

Setibanya di tempat acara, tentunya saya berada dalam sebuah gedung yang megah: hotel berbintang empat. Maka, terbayanglah dalam otak saya tentang para pekerja yang begitu gigih mendirikan gedung tersebut secara cepat dan tepat.

Benar, setelah adanya input, jadilah output berupa gedung megah yang saya pijak kala itu.

Lalu, saya, peserta, dan panitia sedang melakukan apa?

Tentunya, setelah tiba dan beramah-tamah, digelarlah acara pelatihan menulis. Dan hasilnya?  Apakah peserta bisa menulis?

Jawabnya sama dengan kursus menyetir tadi. Meskipun pelatihannya tiga hari, satu hari pelatihan saja hasilnya bisa. Lantas apakah cukup sampai di situ?

Jawabnya kali ini adalah tidak. Mengapa? Sebab, menulis itu sejatinya sebuah keterampilan berbahasa setelah seseorang mahir menyimak, berbicara, dan membaca. Lazimnya keterampilan, ia dilahirkan dari proses panjang. Dengan kata lain, terlebih dulu ada pembiasaan hingga terbiasa dan akhirnya menjadi kebiasaan.

Nah, kata "bisa" dalam konteks ini dapat dikatakan sebagai output. Dengan demikian, pelatihan menulis tak ubahnya mendirikan gedung yang megah. Sudah terjawab, 'kan?

Dan, sebuah gedung yang baik idealnya dapat berfungsi dengan maksimal. Salah satunya digunakan sebagai tempat pelatihan menulis seperti dalam cerita saya di atas. Inilah yang disebut outcome. Begitu pula dengan pelatihan menulis. Pembiasaan yang berupa menulis dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam hal ini mengirimkannya ke media, sebenarnya merupakan outcome dari pelatihan menulis itu sendiri. Alhasil, menjadilah penulis yang terampil.

Pertanyaannya sekarang, apakah pelatihan menulis dapat menjadi jaminan pesertanya terampil dalam menulis? Sedang berada pada taraf outcome? Ataukah baru sebatas output saja?


0 comments: