Friday, July 26, 2019

Nurel Javissyarqi: Sosiawan Leak Menolak Korupsi!


Ada hal menarik dari praacara Puisi Menolak Korupsi (PMK) bertemakan "satu hati tolak korupsi" yang akan digelar di Kabupaten Gresik pada akhir pekan ini.

Berdasarkan brosur rencana acara tersebut, ada tiga kegiatan dalam satu hari--Sabtu (27-7-2019) atau besok--yakni Workshop Cipta-Baca Puisi Seputar Korupsi, Bedah Buku PMK 7, dan Gebyar Baca Puisi Menolak Korupsi. Bisa dikatakan tiga kegiatan di dalam satu paket acara.

Acaranya sendiri bertempat di Pondok Pesantren Pendopo Watubodo, Desa Pangkahkulon, Kecamatan Ujungpangkah, Kabupaten Gresik.

Nah, di mana letak kemenarikannya?

Sebagai pemateri dalam kegiatan yang pertama (pukul 08.00--12.00 WIB), Nurel Javissyarqi menulis sebuah catatan pembuka atau awal. Inilah hal menariknya.

Sengaja disebut pembuka atau awal karena isinya berkenaan dengan beberapa hal seputar PMK dan tidak membahas secara khusus tentang penciptaan dan pembacaan puisi seputar korupsi seperti nama kegiatannya.

Semoga saja setelah catatan tersebut, kita dapat membaca pula makalah lengkap sebagai bahan yang disajikannya dalam acara itu.

Sedikitnya ada empat sorotan Nurel di dalamnya.

Pertama, penegasan bahwa Sosiawan Leak memang menolak korupsi dan PMK sebagai panggung penolakan tersebut.

Ini tampak jelas pada paragraf awal di bagian pertama artikel itu. Nurel mengatakan bahwa harapan atau suara hati kecil Sosiawan adalah ia (baca Sosiawan Leak) menolak korupsi. Sementara PMK sendiri sebagai panggung dalam menolak korupsi yang disuarakan lewat puisi dengan lantang.

Kedua, batas atau ujung kelantangan Sosiawan Leak bersuara "menolak korupsi".

Mempertanyakan ujung atau batas kelantangan Leak menyuarakan penolakan korupsi menjadi pertanyaan yang tidak mungkin ada jawabannya pada saat Nurel menuliskan catatan awalnya, kecuali PMK berhenti mendadak saat itu pula.

Tapi, tentu saja maksud Nurel bukanlah demikian. Ia mengajak pembaca berpikir sejauh manakah Leak mampu bersuara lantang terkait PMK. Pada paragraf pertama di bagian empat dalam catatan itu, dirinya meneruskan dengan pertanyaan berikutnya, "Apakah cukup dikenang sebagai bagian daging segar sejarah sastra?" Dan, jelas sekali ia berharap ujungnya lebih daripada itu.

Ketiga, pengaruh kuat PMK terhadap korupsi.

Dalam hal ini, Nurel secara halus menyentil Sosiawan Leak dengan sebuah penggalan kalimat "... jikalau perhelatan PMK di beberapa kota layaknya reunian, sedang di sisi jalan lain para koruptor merajalela." (Paragraf pertama bagian lima)

Ia berharap ke depan PMK tak sekadar menolak, tetapi menghancurkan korupsi.

Bahkan, pada paragraf pertama di bagian tujuh, Nurel mengatakan, "Sebab, tidak cukup dengan kata 'Menolak' dan 'Lawan' (meminjam istilah Wiji Thukul), namun harus berkata: 'Hancurkan!'...."

Keempat, harapan.

Nurel menuliskan paragraf pertama bagian delapan bahwa ia membayangkan komunikasi para penyair PMK di beberapa kota di seluruh Nusantara, nantinya tak sekadar berkarya sebagai gerilyawan kata-kata, tidaklah cuma memertajam makna barisan kalimat indah, tetapi paduan suaranya sanggup menjebol gendang telinga penguasa, meruntuhkan patung-patung kezaliman, menghancurkan tembok pembatas jalannya hukum alam.

Dirinya berharap ada jalur-jalur baru agar tujuan yang dicita-citakan itu terwujud, yakni memberantas korupsi.

Nah, adapun catatan lengkap yang ditulis Nurel Javissarqi tersebut dapatAnda baca di http://sastra-indonesia.com/2019/07/sosiawan-leak-menolak-korupsi/

0 comments: