Friday, February 15, 2019

Ajakan Akhmad Zailani Menghayati Hutan dengan Puisi












Aku Ingin Mengajak Kau ke Hutan
Karya Akhmad Zailani

I
Aku ingin mengajak kau ke hutan. Berkelana menulis puisi yang indah. Puisi tentang hutan. Mumpung belum punah. Sekalipun keindahannya hanya sedikit. Tentang  pohon-pohon yang kita lihat di sepanjang langkah. Jangan takut ada harimau, ular, beruang atau binatang buas lainnya. Ada aku. Aku bisa menjadi lebih dari harimau untuk membunuh harimau atau aku bisa lebih menjadi ular dan beruang untuk membantai ular dan beruang. Untuk mengusir rasa takut kau. Tapi tentu saja, binatang binatang itu sudah  tak ada lagi. Orang orang telah memelihara di dalam diri. Ya, aku berharap di dalam hati.  Bila aku dan kau beruntung; kita akan mendapati kupu-kupu yang terbang , mungkin akan ada bunga anggrek hutan, yang tumbuh liar di antara pohon-pohon besar,  yang aku pun tak tahu namanya,  lalu kau berteriak girang ; “ oh indahnya”.

II
Seorang kenalan menawarkan kelezatan hutannya.  Mungkin dia bercanda. Mungkin masih hutan. Tapi aku kurang terpikat, dan berpikir;  hutan dia, hutan ku dan hutan kau, tidak berbeda jauh. Sudah dijamah.  Aku dan kau memang bisa saja mencari hutan di daerah lain, berkelana untuk menulis puisi. Mencari kupu kupu dan inspirasi pun muncul berterbangan ke luar lewat telinga, mata dan mulut.  Tapi cukup lah sementara hutan  yang ada di pikiranku saja. Atau hutan di kepala kau saja, yang belum dijamah.  Tapi tidak menutup kemungkinan, bisa saja kita diam diam sambil mengendap-ngendap menengok hutan kenalan itu, lalu merasakan aromanya. Seperti menghirup secangkir kopi nikmat di hari dingin dan  kita rasakan perbedaannya ; “oh lezatnya”

III
Hutan perlu buru-buru diubah menjadi puisi, karena mimpi-mimpi dari tidur aku dan kau tentang hutan telah habis dimakan babi-babi, yang berdatangan dari jauh. Hutan perlu segera diberi sayap, agar segera terbang bersama kupu-kupu, dan tidak merasa kesepian. Karena kupu-kupu bukan sepenuhnya asesoris hutan.  Bila suatu ketika aku dan kau beruntung, akan ketemu kupu-kupu yang terbang bersama hutan-hutan secara terpisah.  Bila hutan sudah beterbangan,  babi-babi hanya bisa memakan kotoran sendiri secara berulang-ulang, tiada habis.  Hutan-hutan berterbangan, bersama kupu-kupu, lalu ada bunga anggrek yang menuliskan  harapan di  pohon-pohon besar, dan kau pun terkagum kagum melihatnya;” oh mari buru-buru kita lukis kenangan”

IV.
Tapi terlambat. Aku dan kau gagal membungkam waktu. Babi-babi tak bisa ditahan, terus berdatangan seperti hantu.  Mungkin berkendaraan angin. Tidak tampak, namun terus mencukur hutan hingga botak. Kau pun menangis sejadi jadinya. Hutan-hutan beberapa di antaranya tak sempat diterbangkan. Hutan-hutan yang tak sempat diberi sayap, lenyap dimakan babi-babi hingga tak bersisa.  Bukan sekedar mati. Bahkan hingga ke dalam jantung hati. Tersisa galian lubang-lubang besar  seperti mulut raksasa. Air mata kau menetes, tertampung di dalam lubang yang telah memakan anak-anak pewaris mimpi-mimpi aku dan kau.  Lalu dari lubang lubang berlarian babi-babi. Kau pun makin menangis sejadi-jadinya. “ Oh …”


Biodata  Akhmad Zailani 

  
Ia seorang Jurnalis kelahiran Samarinda Kalimantan Timur ini suka menulis puisi, cerpen, essai, sejarah, cerbung, karya ilmiah, berita, dan lain-lain. Puisi-puisinya di antaranya dimuat di antologi puisi bersama penyair 5 negara SINAR SIDDIQ (Sempena Mahrajan Persuratan dan Kesenian Islam Nusantara 2012, Membakut Sabah-Malaysia/8-11 Februari 2012), Kepada Sahabat (antologi puisi Malaysia, Brunei Darussalam, Indonesia) yang diterbitkan Dewan Bahasa dan Pustaka Cawangan Sabah), Suara 5 Negara (prakata Korie Layun Rampan), dan Langit Terbakar Saat Anak-anak Itu Lapar (Sastra Welang Pustaka, Bali 2013).

Cerpennya dimuat di beberapa kumcer bersama antara lain, Aminah Sjoekoer di Atas Kapal Nederland (22 Cerpen Borneo Pilihan 2012, Metro, 2012) bersama pengarang Malaysia dan Brunei Darussalam,  Kalimantan Timur dalam Cerpen Indonesia (editor Korrie Layun Rampan), dan Para Lelaki (Sultan Pustaka, 2013). Selain buku sastra, juga menulis buku sejarah politik di Kaltim, Wajah Parlemen Samarinda, wakil rakyat dari masa ke masa (DPRD Samarinda, 2006),  Catatan Kecil tentang Kerja Besar Walikota Achmad Amins Membenahi Samarinda (Pemkot Samarinda, 2005), Melawan Banjir di Kota Air Samarinda (Pemkot Samarinda,2004), Gubernur Datang, Bawa Uang Nggak? (Pemprov. Kaltim, 2002.

0 comments: