ANAK GUNUNG


Kelompok mapala di kampus Sntraya Buana lagi mau latsar sama anak anak gunung lainnya. Biasa Banyu juga salah satu pengurusnya dengan Ken, Lifo, Kouru, Anung, Kundari, Amin dan lainnya. Pagi itu anak mapala akan diksar ke Sukuh, Tawangmangu Karanganyar.

Sukuh. Segala roh jahat menjauh. Segala sengkala pergi dari keheningan ini. Segala munajat di ketinggian Sukuh. Puncak segala hati yang bersemadi. Seperti pucuk-pucuk pinus. Menderas angin. Jarum-jarum daun berjatuhan. Engkau yang diam. Yang tak pernah berteriak. Yang terpejam dari segala mata. Menebar bau dupa dan bunga tujuh kayangan. Sepasang lingga dan yoni. Subur gemburlah di tanah jawi. Atas titah dewa syiwa dan dewi parwati. Owh ampak ampak kabut. Bebatuan candi. Lepaskan segala duka samsara derita. Memuji belas kasih sang Widi. Tanah Jawi subur makmur loh jinawi. Tata tentrem kerta raharja.  Terbebas sudamala.

Trilogi Lawu. Harga Dalem. Pada puncakmu yang sakral mengekalkan. Moksa sang Prabu Brawijaya. Tempat temu yang agung antara kawula ingsung. Gusti lan kawula. Moksa swargaloka di ketinggian prana-Mu. Harga Dumiling. Engkau sang sabdo palon moksa manunggaling. Kawula gusti ing harga dumiling. Padepokan tapa brata pinesu hawa sanga. Agar tak bubrah ngambrah ngambrah. Di Harga Dumilah. Hening cipta pada  Sang Pencipta. Tiga puncak kejayaan jawa. Pada Lawu. Aku mencari kejayaanmu di masa lalu. Setiap zaman kerajaan. Yang tersingkirkan.

            “Kau harus selesaikan skripsimu!”

            “Iya nih, Mas,!”

“Jangan pikirkan hobimu menulis novel, lupakan obsesimu untuk buku bukumu itu yang lain dulu prioritaskan dan jadwalkan dengan disiplin menulis!”

            “Judulku dah di acc pembimbing 1 dan 2!”

            “Proposal?”

            “Dah masuk!”

            “Terus?”

            “Baru bab I, II, III,?”

            “Mandeg?”

            “Iya!”

            “Kenapa emang?“

            “Teorinya aku harus cari referensinya lagi dalam bahasa Indonesia, adanya masih bhs Inggris!”

            “Apa to Gynocritic!”

            “Coba kau hubungi Ibu Sugihastuty, beliau dosen UGM!”

            “Antar!”

            “Halah?”

            “Benar, suer aku ga paham UGM!”

            “Hemm!”

            Gimana hemmm?”

            “Iya, nanti cari buku sekalian di SOS, yang bahasa materimu buat referensi!”

            “Sip …!”

            “Apanya?”

            “Ya aku seneng dong kau bantu!”

            “Iya nanti kucarikan beberapa referensi!”

            “Beli buku?”

            “Iya, gak punya uang?”

“Nah ujungnya!”

“Beresin, hehe!”

“Anak bandel,!”

“Hehe!”

            “Da!”

            “Ya, ada apa Mas?”

            “Nanti pulang kampus, tolong ketikkan ya!”

            “Ya, siap!”

            “Juru ketik stand by ya!”

            “Iya insyaallah siap, kapan pun dibutuhkan!”

            “Weleh!”

            “Kok weleh to?”

            “Ya aku banyak kerjaan jadi gak sempat ngetik sendiri!”

            “Ya mas, boz!”

            “Boleh juga!”

Banyu Biru pagi itu harus mengikuti kegiatan kampus Mapala. Bersama adik adik tingkat yang semua satu kampus untuk latsar ke Karanganyar. Pendakian Lawu. Semoga selamat dn lancer selalu doaku untuknya. Tak lupa sebagai anak gunung dia ahli jago gitar. Tak lupa dia bawa gitar kesayangannya.

Gimana persiapan kalian, apa sudah maksimal!”

            “Siap, Ndan!”

     “Mie instan, patok, parafin, spirtus, tenda, minyak, dan segala sesuatunya untuk perkemahan?!”

            “Ketua regu menyiapkan bekal masing-masing!”

            “Dan kita harus ubah image anak gunung bukan anak alay yang suka keluyuran malam, melompat kos-kosan yang hanya suka hura hura dan nyanyi-nyanyi gitaran, tetapi kita membawa misi penyelamatan lingkungan dan visi penyelamatan korban bencana, kalian siap ikut latsar, Senior tak ingin ada laporan lagi anak-anak yang tidak disiplin!”

            “Siappp!”

Di barisan itu ada seorang mahasiswa mapala yang tinggi jangkung. Badannya kurus berkaca mata minus. Ia memang anak gunung pandai menggitar dan menyanyi. Ia sering camping  dan mengikuti diksar dan latsar kemana-mana bersama timnya ataupun keompok lain. Kabarnya gunung-gunung yang dijelajahi bahkan sampai di Malang dsb.        Karena ia aktivis mahasiswa di Sentraya Buana. Ya namanya Banyu Biru, begitu cuek dan terkesan dugal, bergaul dengan siapa saja. Cuek, suka gleyengan, sak karepe dewe, pemalu, mudah bergaul, konyolan itu mungkin sifat dasarnya. Yang paling dominan adalah kecuexannya dan ketidakgagasannya. Tetapi kepandaiannya bergaul membuatnya tidak pernah lepas dari teman-teman yang mengelilinginya. Supel dan banyak teman, kesan kedua. Tetapi lagi lagi cuek is the best. Alias cuek bebek. Kepandaiannya main gitar dan menyanyi sering menghangatkan suasana pergaulan muda–mudi di kampus. Maupun saat latsar dan diksar. Aku tak begitu mengenalnya di awal awal kuliah dulu karena dia hanya kakak kelasku dan tidak pernah satu ruangan. Aku hanya mengenalnya ketika ia ikut makul adik adik tingkatnya, jadi seruangan. Banyak cewek dan perempuan tergila gila padanya. Ia memang cowok idola di kampus. Banyak digandrungi oleh cewek cewek kampus yang cantik-cantik. Banyak cewek ceqew cantik maunya nempel kayak perangko. Karena Banyu memang sosok idola dan coboy kampus yang memang hand some, maka digandrungi cewek cewek tapi apa sikapnya tidak pernah menunjukkan perhatiannya sama sekali. Dia bukan typical cowok pemerhati perempuan. Tapi malah sebaliknya cinta sangat cuek.

Begitulah di dalam Negeri di Atas Awan, sebuah judul puisi. Maulida menuliskannya di atas kertas. Di sela sela ranselnya ia terkadang menulis di antara perjalanan sebagai anak gunung. Begitu indah perasaan yang melihat ribuan anak gunung dari atas pegunungan tumbuh berbagai anak anak gunung menyerupai segara gunung. Menjadi seperti lautan gunung, dimana-mana tampak gunung.

Selanjutnya? Klik Daftar Isi atau Bagian Selanjutnya, yakni Segara Geni.

0 comments: