Friday, October 31, 2025

Konten Sastra Dikalahkan Wajah Cantik!

Ilustrasi: Pixabay

Aw! Benarkah demikian? Konten sastra berupa puisi, misalnya, tak berkutik di hadapan wajah cantik di media sosial? 

Hmm... Serius? Sepanjang pengamatan di lapangan dalam jaringan, konten-konten sastra jarang yang mencapai ribuan, apalagi ratusan ribu. Ini jauh berbeda jika dibandingkan dengan  konten berupa foto dan video yang menampilkan wajah cantik. 

Wajah-wajah cantik selalu saja mendapatkan tempat istimewa di hati pengguna media sosial, khususnya kaum Adam yang normal. Media sosial di sini contohnya adalah Facebook Pro. 

Rata-rata akun yang menampilkan konten wajah cantik memiliki pengikut yang banyak. Ya, kebanyakan ratusan ribu pengikut aktif. Sementara sastrawan terkenal sekalipun yang menampilkan konten puisi atau karya sastra lainnya, tidaklah seramai itu. 

Pertanyaannya, bagaimana caranya agar konten sastra bisa menembus angka ratusan ribu penonton? Apakah harus dipadukan antara sastra dan wajah cantik? 

Menjawab pertanyaan di atas, mungkin bisa berupa penggambaran dalam deskripsi yang sejelas-jelasnya tentang tokoh berwajah cantik dalam sebuah karya sastra. Atau bisa juga wanita berwajah cantik menjadi pembaca puisi agar banyak yang menonton. 

Jujur saja sebenarnya hal ini sungguh menggelikan. Betapa tidak? Sastra yang adiluhung dikait-kaitkan dengan media sosial, terlebih wajah cantik. Meskipun begitu, dalam menjaga eksistensi sastra, agaknya memang perlu dipikirkan terkait solusi yang paling ideal berkenaan dengan kenyataan di lapangan tersebut. 

Lalu apa solusinya? Yang jelas, idealnya dunia sastra tidak anti terhadap kecanggihan teknologi termasuk media sosial. Lalu tentu saja mengemas konten sastra yang seelegan mungkin. 

Nah, di bagian terakhir di atas bisa berupa alih wahana berupa bpodcast, video musikalisasi puisi yang apik, atau pembuatan film pendek yang diangkat dari karya sastra, dan lainnya. 

Kalaupun hendak memasukkan wajah cantik, bisa saja pembawa acara podcast, pembaca puisi, dan pemeran utama film pendeknya adalah wanita cantik. Waaaaah! 


Thursday, October 30, 2025

Mengapa Penghargaan Sastra?

Ilustrasi: Pixabay

Mungkin terasa aneh jika pertanyaannya demikian. Dengan kata lain, penghargaan sastra kok malah dipertanyakan seperti itu? Ya, kita ulang pertanyaannya, "Mengapa penghargaan sastra?

Tapi, ini hal yang wajar. Mengapa penghargaan sastra? Mengapa bukan yang lain? Sebutlah misalnya uang hari tua untuk sastrawan lanjut usia. Benar, masa tua sastrawan tidaklah sama dengan masa tua pengusaha atau orang-orang yang berdompet tebal. Sastrawan sejak awal memang sederhana dan kian tua akan semakin sederhana. 

Bayangan saja saat tangan sastrawan tua tak bisa lagi digunakan untuk menulis, mata juga sudah mengalami penurunan fungsi, dan sebagainya-sebagainya yang membuatnya lelah serta tak berdaya, maka uluran dana segar sungguh nikmat yang luar biasa baginya. 

Di lain pihak, ketika karya-karya sastra berupa naskah buku belum diterbitkan, rasanya sangat ideal seandainya ada bantuan untuk menerbitkan dan menjualnya hingga menghasilkan uang. 

Penghargaan sastra tentu membanggakan, namun bantuan secara berkelanjutan lebih besar manfaatnya bagi sastrawan. 


Wednesday, October 29, 2025

Sastra Itu Murni, Jangan Dikotori

Ilustrasi: Pixabay
Sastra ya sastra. Tidak ada unsur culas untuk menjadi yang paling hebat di dalamnya. Menulislah untuk mencerahkan masyarakat luas. Bukan malah ingin menjadikan sastra sebagai jalan agar lebih segala-galanya dalam kehidupan nyata. 

Kalimat-kalimat di atas tentu saja ditulis bukan tanpa alasan. Ya, ada saja orang yang memiliki banyak modal berupa uang memuluskan jalan menjadikan dirinya sendiri sebagai pesohor sastra. Harapan pertamanya ya dikenal publik, disanjung-sanjung, dan menjadi yang terdepan. 

Agaknya yang demikian itu sudah melampaui batas, apalagi jika ada tujuan inti di baliknya. Sebutlah dengan menjadi pigur sastra terkenal, seseorang tersebut mudah menularkan paham tertentu kepada khalayak ramai. Sebutlah liberalisme, misalnya. 

Poin terakhir di atas sungguh kenyataan pahit yang harus dicegah. Lalu bagaimana cara mencegahnya? 

Pastinya kita tolak cara-cara dia mendapatkan kepopuleran lewat sastra. Sebutlah ketika orang itu menokohkan dirinya sebagai pelopor genre baru dalam sastra, maka kita tolak dengan keras ketokohan yang dipaksakannya tersebut. Begitu juga dengan segala langkah dia menuju kepopuleran karbitan, wajib kita tolak dengan cara yang santun. 

Nah, lalu bagaimana dengan masyarakat yang sudah tersihir oleh kemegahan sosoknya? 

Buatlah pencerahan lewat tulisan dan sebagainya kepada publik tentang tokoh-tokoh sastra yang sebenarnya. Tokoh-tokoh yang memang berkarya sastra dengan jujur dan yang loyalitas serta dedikasinya terbukti apa adanya, buka ada apanya. 


Saturday, October 25, 2025

Sediakan Tempat Tidur di Setiap Ruang Kerja

Ilustrasi: Pixabay

Ini bukan fiksi. Bukan pula komedi. Mungkin bagi banyak orang "kedengarannya" aneh. Atau bisa jadi unik dan menarik untuk ditelisik. 

Bagaimana bisa ada tempat tidur di setiap ruang kerja? Bukankah ruang kerja disediakan untuk bekerja? Bukan untuk tidur! 

Ah, itu pertanyaan-pertanyaan dari pemikiran kuno. Ya, pemikiran zaman dengan otak yang beku. Apa-apa dimaknai secara sempit dan primitif. Itulah mengapa dinamakan otak "batu" yang dibawa jalan-jalan di era kekinian. 

Lantas, apakah maksudnya kita bekerja dalam mimpi? Tentu saja tidak. Jika bekerja dalam mimpi, agaknya itu melampaui kemajuan teknologi saat ini. Waaah jadi membayangkan teknologi masa depan. Akankah ada alat yang memungkinkan kita bekerja dalam mimpi? 

Lupakan itu! Masa depan tak ada yang tahu. Peramal sekalipun hanya bisa memprediksi semata. Keakuratannya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Dari pengalaman di lapangan lah yang menjadi bahan pemikiran untuk ke depan. 

Dan, semoga hari besok akan lebih baik lagi. Nah, agar itu terwujud, alangkah baiknya kualitas hidup pun diperbaiki. Kebiasaan sehari-hari idealnya diperhatikan. Contohnya waktu tidur. Di dunia kesehatan, ada prinsip jika kita mengantuk, maka obat terbaik adalah tidur. Jangan memaksakan diri untuk selalu dalam keadaan terbangun saat mengantuk. 

Tidur adalah istirahat terbaik. Di sinilah letak pentingnya tidur untuk tubuh kita. Saat mata sudah tidak bisa ditoleransi lagi, kewajiban kita adalah tidur. Lepaskan segala aktivitas kerja. Lalu bersegeralah menuju tempat tidur yang disediakan di ruang kerja masing-masing. 

Setelah terbangun, tubuh akan segar dan mulailah kembali bekerja dengan kondisi yang prima. Hasil kerja pun tentu akan lebih memuaskan daripada saat dikerjakan dengan kondisi tubuh yang lelah. 

Sekali lagi ingat baik-baik, tidurlah untuk kondisi tubuh prima agar kualitas kerja dapat maksimal dan mendapatkan hasil gemilang. 

 

Suamiku Pegiat Literasi, Tidak Boleh Diundang di Kegiatan Kantorku?

Ilustrasi: Pixabay

Ini pemikiran macam apa? Selama suamimu benar-benar pegiat literasi, tentu saja pihak kantormu tidak boleh menolaknya sebagai narasumber atau peserta kegiatan. 

Dalam profesionalitas dituntut tindakan secara profesional. Artinya, melihat seseorang berdasarkan profesi yang dijalankan. Jika memang suami A tadi bergerak di bidang literasi tentu tidak ada dalil yang mengharamkannya ikut kegiatan oleh kantor tempat istrinya bekerja. Bahkan, dia malah diperlukan. 

Dan, menghalanginya sudah masuk tindakan yang tidak profesional. Lain halnya jika suaminya seorang pilot dan tiba-tiba diikutsertakan dalam kegiatan tersebut, baru namanya ada unsur "keluarga" dalam kehidupan kantor. 

Singkat kata, berpikirlah secara mendalam, luas, dan menyeluruh agar tak ada pelarangan seperti yang saya paparkan di atas. 

Friday, October 24, 2025

Tidak Lolos Kurasi? Kurator Itu Manusia

Ilustrasi: Pixabay

Ya, manusia. Menyambung judul di atas, kurator sejatinya memiliki penilaian sendiri. Tentu saja yang namanya penilaian tidak selalu sama dan tidak harus berbeda dengan penilaian orang lain. Dengan kata lain, ada kalanya sama, adakalanya berbeda. Artinya, menurut kurator bahwa puisi tertentu, misalnya, tidak layak dimasukkan dalam antologi bersama, bisa jadi ahli sastra lainnya berpendapat sebaliknya. 

Jadi, jika puisi Anda tidak lolos kurasi dalam festival sastra tertentu, boleh jadi akan lolos di festival lainnya dengan kurator yang berbeda. Intinya tidak perlu sedih. Anda cukup tersenyum bahagia melihat fakta dalam realitas nyata di lapangan yang demikian. 

Lalu bagaimana selanjutnya? Teruslah menulis. Hasilkan karya-karya berkualitas lainnya yang menghibur dan bermanfaat bagi diri sendiri dan sesama. Dari sekian karya yang Anda hasilkan ada kemungkinan masuk dalam antologi bersama atau media massa tersohor. 

Nah, suatu ketika saat karya-karya Anda sudah banyak, perlahan kumpulan dan bukukan. Yakinlah karya-karya Anda bukukan akan bertemu dengan para pembaca dari masa ke masa. 



Komite Olimpiade Internasional SANGAT Dungu?

Ilustrasi: Pixabay

Indonesia berprinsip menjaga keamanan, ketertiban umum, dan pelayanan publik dalam setiap penyelenggaraan even internasional. Selain itu, tidak ada hubungan diplomatik antara Indonesia dan Israel sehingga sangat benar Indonesia tidak mengeluarkan visa untuk tim Israel. Jadi, masuk akal sekali atlet Israel tidak bisa ikut Kejuaraan Dunia Senam Artistik 2025 di Indonesia. 

Dengan alasan di atas, idealnya Komite Olimpiade Internasional bisa memahami situasi dan kondisi di Indonesia. Tapi, mereka malah melarang Indonesia menjadi tuan rumah ajang olimpiade. Bahkan orang-orang itu mendesak federasi olahraga internasional tidak menggelar pertandingan di Indonesia. 

Itu sungguh reaksi yang sangat kekanak-kanakan. Terlihat jelas bahwa Komite Olimpiade Internasional belum bisa bernalar dengan baik dan benar. Ya, masih taraf sekadar tahu informasi dan bergerak tanpa akal sehat. 

Tentu saja ini benar-benar menggelikan. Ketika banyak orang mengatakan bahwa orang-orang asing adalah manusia-manusia cerdas, namun kenyataannya adalah sebaliknya. 

Apa pelajaran yang bisa diambil dari sini? Tentu saja sikap menghormati dan menghargai terhadap keputusan setiap negara merdeka. Indonesia punya keputusan dan harus dihormati dan dihargai oleh siapa pun termasuk Komite Olimpiade Internasional. 

Thursday, October 23, 2025

Demi Kantor, Bahagiamu Berkurang

Ilustrasi: Pixabay

Ada sebuah kisah di salah satu kantor yang para pegawainya diwajibkan lembur hari sabtu. Ya, hari libur. Sebuah hari untuk mengistirahatkan jiwa dan raga setelah lima hari bekerja hingga sore. 

Alasannya untuk penyerapan anggaran agar tidak ada uang sisa. Padahal idealnya pengeluaran kantor harus ditekan sehingga ada uang sisa sebagai dana simpanan guna operasional tahun depan. Namun, ini Indonesia. Benar, Indonesia!!! Begitulah adanya. Uang dihamburkan hingga habis, pajak ditarik ugal-ugalan dari uang rakyat. Miris! 

Kasihan rakyat. Masih banyak yang memeras keringat di bawah terik matahari, kadang di bawah hujan deras. Meski sakit juga harus banting tulang. Lalu dikenai pajak. Sungguh memperihatinkan. 

Akankah hal demikian dilanjutkan? Pasti. Itulah ironi di negeri yang juga kaya utang dari asing. 

Nah, kembali ke para pegawai tadi. Lembur pada hari sabtu tentulah memangkas waktu istrahat jiwa dan raga. Secara otomatis kebahagiaan mereka pun berkurang. Jika mereka cerdas, pastilah lebih memilih untuk menjaga kesehatan dengan tidak lembur. Kebahagiaan itu haruslah diutamakan. Nikmatilah waktu istrahat agar kebahagiaan selalu berasa dalam hidup dan kehidupan ini. 

Saturday, October 18, 2025

Datuk Maringgihi Minta Natuna Utara?

 

Ilustrasi: Pixabay
Natuna adalah sejenis ikan berukuran besar yang hidup di wilayah Kerajaan Samudera. Ikan ini sangat nikmat. Diburu banyak orang. Nah, seorang pengusaha sukses pada masa itu memiliki seekor ikan Natuna langka yang diberi nama Utara. 

Natuna Utara inilah yang juga menjadi incaran pengusaha sukses lainnya, yakni Datuk Maringgihi. Selain sukses, dia terkenal sangat licik. Dirinya terus berusaha membangkutkan usaha pemilik ikan Natuna Utara dengan segala kelicikannya. Mulai dari penawaran jasa transportasi kereta kuda cepat hingga pembangunan kantor pusat perusahaan. Kemudian, setelah semuanya gagal, pengusaha bernama Sultan Sulam Kaya bingung. 

Saat itulah Datuk Maringgihi menawarkan pinjaman berbunga. Sultan Sulam pun mengiyakannya. Dan, saat dia tak bisa melunasi utangnya, Datuk Maringgihi berujar, "Hei, Temanku. Kamu boleh tidak membayar utangmu asalkan ikan Natuna Utara menjadi milikku. Bagaimana? Kamu setuju?"

Dengan terpaksa, ikan itu pun akhirnya beralih kepemilikan. Begitulah cerita fiksi tentang ikan langka yang luar biasa tersebut. 

Habiskan Anggaran, Masyarakat Berpeluh Lelah

Ilustrasi: Pixabay

Konon, di sebuah kerajaan pada masa lampau, rajanya mewajibkan semua pemimpin instansi pemerintah menyerap anggaran hingga habis seratus persen. Tidak boleh ada yang tersisa. Untuk itulah, pajak dikenakan di setiap sendi kehidupan. Bahkan, buang air kecil saja dikenai pajak. 

Padahal rakyatnya masih banyak yang miskin materi. Uang pas-pasan dari hasil kerja serabutan di bawah teriknya matahari. Sebagian malah berutang untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup seadanya. Saking muaknya, ada sekelompok masyarakat waktu itu yang angkat senjata memberontak dan berhasil. Sebagiannya lagi masuk hutan dan enggan membayar pajak. Alhasil, kerajaan itu tumbang sebelum diserang kerajaan lain.

Dalam hal ini, kerapuhan sebuah negara tidak sekadar perkara persenjataan. Apalah artinya memiliki banyak senjata canggih jika dari dalam banyak kesalahan sistem yang demikian. 

Itu hanyalah sebuah cerita. Jangan baper. Ayo nikmati hidup ini dengan bahagia. 

Thursday, October 16, 2025

Banyak Kasus Baru Membungkam Kasus Besar

Ilustrasi: Pixabay

Benarkah demikian? Kasus Banyak Kasus Baru Membungkam Kasus Besar dan tampar di Lebak, Banten, merupakan kasus baru, misalnya. Sebelumnya ada kasus besar seperti pagar laut, ijazah palsu, dan korups kuotai haji. Perlahan kasus-kasus baru membungkam kasus-kasus besar. 

Waduh! Seandainya begitu, wadidaw gila bingits. Berarti kasus soal kiai juga ya? Ah! Yang benar aja? 

Apa pun pendapat orang, itu sah-sah saja. Wong namanya negara bebas ya bebas juga dalam hal berpendapat. Mau itu membungkam, mau itu menutupi, atau melegalkan kasus-kasus busuk sekalipun. Ha ha ha ha. 

Intinya sih perlu adanya analisis dan perhatian yang lebih serius terhadap semua kasus. Pastinya termasuk kasus-kasus besar sebelum adanya kasus-kasus baru. Yaaaa, kita berharap yang terbaik untuk Indonesia. 

Tuesday, October 7, 2025

Pembacaan Puisi

 

Ilustrasi: Pixabay

Puisi tidak sekadar ditulis. Tetapi juga dibaca. Harapan terbesar, puisi yang telah ditulis akan dibaca dan dibaca dari waktu ke waktu oleh banyak orang. Pembacaan puisi dapat kita lihat di dua video berikut. 

Video 1:


Video 2: