![]() |
| Ilustrasi: Pixabay |
Kalimat-kalimat di atas tentu saja ditulis bukan tanpa alasan. Ya, ada saja orang yang memiliki banyak modal berupa uang memuluskan jalan menjadikan dirinya sendiri sebagai pesohor sastra. Harapan pertamanya ya dikenal publik, disanjung-sanjung, dan menjadi yang terdepan.
Agaknya yang demikian itu sudah melampaui batas, apalagi jika ada tujuan inti di baliknya. Sebutlah dengan menjadi pigur sastra terkenal, seseorang tersebut mudah menularkan paham tertentu kepada khalayak ramai. Sebutlah liberalisme, misalnya.
Poin terakhir di atas sungguh kenyataan pahit yang harus dicegah. Lalu bagaimana cara mencegahnya?
Pastinya kita tolak cara-cara dia mendapatkan kepopuleran lewat sastra. Sebutlah ketika orang itu menokohkan dirinya sebagai pelopor genre baru dalam sastra, maka kita tolak dengan keras ketokohan yang dipaksakannya tersebut. Begitu juga dengan segala langkah dia menuju kepopuleran karbitan, wajib kita tolak dengan cara yang santun.
Nah, lalu bagaimana dengan masyarakat yang sudah tersihir oleh kemegahan sosoknya?
Buatlah pencerahan lewat tulisan dan sebagainya kepada publik tentang tokoh-tokoh sastra yang sebenarnya. Tokoh-tokoh yang memang berkarya sastra dengan jujur dan yang loyalitas serta dedikasinya terbukti apa adanya, buka ada apanya.









0 comments:
Post a Comment