Wednesday, April 28, 2021

Puisi D. Zawawi Imron dalam Mengaji Bukit Mengeja Danau


Anai

Sia-sia, menyalahkan jalan berkelok
Sementara lembah tidak mengeluh
Menampung percik-percik purbakala
Cuma bagaimana menarik napas
Di tengah daunan yang memaknai sunyi dengan gemuruh

Di sini kurindukan kupu-kupu
Untuk terbang ke dalam angan-anganku
Sebelum selembar rumput
Menunjukkan bagian langit yang lembut

Kunyanyikan parauku
Dalam dahaga yang paling kemarau
Entah siapa yang menyahut di sana, seakan seorang munsyi
Menyebut sebuah nama

Seperti bertahan menjalankan tahun
Hari dan menit dilompati anjing pemburu
Aku terharu, ada yang tak terkejar
Seperti kata-kata yang kental jadi kelenjar


Menghitung Kelok
                          Untuk Abrar Yusra

Pada kelok pertama, detik-detik sudah lama dimulai
Sejarah tetap terekam, dan sebagian jadi buku
Kau dan aku yang membacanya
Bisa memetik buah yang beda

Pada kelok kedua aku bertemu Haji Miskin
Dari kembang senyumnya yang mengisyaratkan kasih
Terpaksa membuat daun pandan
Menjelma pedang, dan pagar masjid menjadi senapan
Untuk menghargai manusia

Pada kelok ketiga, kau dan aku bertengkar
Tentang kelebihan kabut dan awan
Padahal di atas Kabil dan Habil ada Jibril
Tapi kenapa aku lebih berbangga pada bedil
Tak sedikit pun tersentuh
Pada ubun langit yang hamil

Pada kelok keempat, seharusnya aku dan kau
Merasa bosan pada lagu lama yang tengik
Yang membuat kita lupa
Bahwa kita sama-sama putra ibunda

Pada kelok kelima kita berjabat tangan
Jauh dari suara bising dan dentum
Dalam hutan yang lebat ini
Kita dua lembar daun dari pohon yang sama
Di luar kita banyak senyum yang lebih ranum
Pada kelok yang kesekian
Kita nikmati senyum ibunda


Tentang Penyair

D. Zawawi Imron lahir di Desa Batang-batang, ujung timur Pulau Madura. Kumpulan sajaknya "Bulan Tertusuk Lalang" sempat mengilhami sutradara Garin Nugroho membuat film “Bulan Tertusuk Ilalang”. Kumpulan sajaknya, "Nenekmoyangku Airmata" terpilih sebagai Buku Puisi Terbaik dengan mendapat Hadiah Yayasan Buku Utama pada tahun 1985. 

Kemudian kumpulan sajak "Celurit Emas" terpilih menjadi Buku Puisi Terbaik di Pusat Bahasa, 1990. Pada tahun 1995, Zawawi memenangkan juara pertama sayembara menulis puisi AN-teve dalam rangka Hari Ulang Tahun Kemerdekaan ke-50 RI. Pada tahun 2010, kumpulan sajaknya "Kelenjar Laut" mendapat Hadiah Sastra Majelis Sastra Asia Tenggara (MASTERA) dari Kerajaan Malaysia. Buku tersebut juga mendapat The South
East Asia Write Award 2011 dari Kerajaan Thailand.
---------------------------------------------------------
Sumber puisi: Mengaji Bukit Mengeja Danau
Sumber biodata penyair: Wartamantra
Sumber ilustrasi: Pixabay

0 comments: