Saturday, January 2, 2021

Puisi-Puisi Kurniawan Junaedhie Sang Penyusun Profil Perempuan Pengarang/Penulis Indonesia



RORO KIDUL

1.
Langit pagi bersinar terang di tepian pantai. Bersama ganggang, anak rajungan dan kepompong aku berjalan di atas pasir, menikmati udara pagi. Kakiku masuk ke dalam pasir, dan sesekali betisku diterpa oleh percik laut yang dihantar gelombang pasang. Sejuknya pun langsung merayap ke kepala. Hangat seperti sengat matahari pagi yang menerpa. Kataku: Alangkah indahnya hidup.

2.
Kamu duduk di atas pasir. Dan kakimu mencelup ke dalam gundukan pasir. Hanya tanganmu yang berjuntai-juntai. Pernahkah kau melihat kenangan melintas di atas langit? tanyaku. Kamu menggeleng.

3.
Sekarang sore menjelang. Asin air laut menelusup ke dalam rongga napasku. Aku melangkah bergegas. Kakiku masuk ke dalam pasir, dan sesekali berisku diterpa oleh percik laut yang dihantar gelombang pasang. Hangat. Dan kamu menggeleng. Kuingat itu.

2016

HUJAN BULAN FEBRUARI

-Catatan untuk Febe

Hujan bulan Februari turun rinai. Kaca jendela kamarku berkabut, dan seseorang berdiri di pintu. Sinar lampu menerpa wajahnya, dan teranglah bagiku: Wajah itu tak asing buatku. Aku baru saja ditinggalkan bulan Desember. Mataku masih lebam menyimpan sedih yang belum selesai. Harapan begitu menyakitkan, dan itu tak termaafkan.

Aku duduk mendekat. Kupandang wajahnya. Dan di wajahnya, aku melihat betapa serunya masa laluku yang tersia-sia dan tolol ternyata.

Air mataku berlinangan. Bulan Desember pun kulihat semakin jauh mengapung-apung di genangan atas masa silamku.

Sekarang aku merasa hatiku seperti permukaan kolam yang tenang, dengan beribu berudu berenang di dalamnya, dan sejumlah itik berenang di atasnya. Yakinlah aku, betapa hidupku yang menyedihkan telah berlalu bersama lonceng waktu.

26 Maret 2015


SEORANG TEMAN PULANG

Akhirnya senyap. Semua lindap. Seorang teman pulang. Tak ada yang kekal, kecuali kenangan, dan tetek bengek tentang hal ikhwal yang berkaitan dengan ingatan. Jiwa larut dalam lapis keabadian. Kata-kata hanyut dalam misteri kematian. Tentu, kamu tak lagi bisa mengingat. Bahkan mulutmu beku. Mimpi pun tak lagi tersisa. Hidup memang serupa arloji. Bergerak pelahan, seakan berputar, tetapi akhirnya sampai juga pada kulminasi. Tapi sebentar: bukankah memang tak ada yang hebat dalam kehidupan? Bukankah?

2016


Tentang penyair 


KURNIAWAN JUNAEDHIE Menulis puisi, cerpen dan esei di berbagai media massa antara tahun 1974--1999. Buku puisinya antara lain: Selamat Pagi Nyonya Kurniawan (Jakarta, 1978), Perempuan dalam Secangkir Kopi (2009), dan Sepasang Bibir di Dalam Cangkir (2011). Puisinya dimuat dalam antologi puisi, Dari Negeri Poci semisal mulai jilid 1 sampai dengan 7 (1993 sd. 2017), dan The Fifties (bersama 19 penyair lainnya, Jakarta, 2009). Buku kumpulan cerpennya, Opera Sabun Colek (2011). Bukunya yang lain, Profil Perempuan Pengarang/Penulis Indonesia (2012), dan Ayat-Ayat Sastra (2015).


Sumber tulisan: Puisi-Puisi MUNSI: Puisi-Puisi Karya Penyair MUNSI I -- 2016
Sumber ilustrasi: Pixabay
Sumber foto penyair: Facebook

0 comments: