Thursday, April 30, 2020

Langkah Beijing Melanggar Kedaulatan Teritorial Negara Filipina



Sumber RFA


Beijing terlalu kentara dalam meluaskan wilayahnya. Salah satu target yang sedang diincar negeri tirai bambu itu adalah kawasan Asia Tenggara seperti, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Filipina.

Bahkan, sebagian negara di Asia Tenggara yang tidak mau dijajah Beijing telah menyiapkan pertahanan semisal pembelian kapal selam berteknologi tinggi. Konon, Republik Rakyat Cina (RRC) lemah dalam hal perang di dalam laut. Dengan kata lain negara-negara berkembang ini terus memberikan perlawanan untuk melindungi kedaulatan masing-masing.

Salah satunya Filipina. Seperti terlansir RFA, (30/4/2020) Filipina pada hari Kamis "sangat" memprotes penciptaan dua distrik di Laut Cina Selatan yang disengketakan, yakni dengan mengatakan langkah Beijing melanggar kedaulatan teritorial negara Asia Tenggara itu.

Ini menandai yang terbaru dalam serangkaian protes baru-baru ini oleh kantor asing atas tindakan  RRC di lautan.

Departemen Luar Negeri Filipina (DFA) mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Manila telah memprotes Beijing atas Kota Sansha yang dideklarasikan sendiri sejak 2012.

“Pemerintah Filipina sangat memprotes pendirian distrik yang disebut Nansha dan Xisha," lanjut departemen itu.

Media itu juga menyebutkan pada hari Kamis, Filipina juga menolak penetapan Karang Kagitingan di dalam pusat administrasi yang disebut “Distrik Nansha.” Terumbu Kagitingan berada dalam Kelompok Pulau (Kepulauan) Kalayaan dan kata pejabat Filipina merupakan bagian integral dari wilayah Filipina.

Manila "tidak mengakui Sansha, atau unit-unit konstituennya, atau tindakan selanjutnya yang berasal dari mereka, (pihak RRC)," kata departemen itu.

"Filipina juga keberatan dan tidak mengenali nama-nama Cina yang diberikan kepada beberapa fitur di Kepulauan Kalayaan," bunyi pernyataan itu.

“Pembentukan dan dugaan luasnya jurisdiksi Kota Sansha dengan dua distrik baru itu di dalamnya, melanggar kedaulatan wilayah Filipina atas Kepulauan Kalayaan dan Bajo de Masinloc. Selain itu, juga melanggar hak kedaulatan Filipina atas perairan dan landas kontinen di Laut Filipina Barat, ”kata DFA lagi.

Masih dari sumber yang sama, pernyataan Kamis dari kantor asing Filipina datang delapan hari setelah Manila mengajukan protes diplomatik terhadap Beijing setelah para pejabat Filipina mengatakan para pelaut Cina telah menodongkan pistol radar (senjata laser) ke sebuah kapal Angkatan Laut Filipina. Manila pada saat yang sama mengajukan catatan diplomatik terpisah mengenai langkah Cina untuk memberi nama distrik.

Pernyataan DFA pada hari Kamis juga menyerukan China untuk "mematuhi hukum internasional" dan memaksakan pengendalian diri dalam melakukan kegiatan di Laut Cina Selatan, yang diyakini berada di atas cadangan mineral dan minyak yang luas.

Ini menggarisbawahi bahwa putusan pengadilan arbitrase internasional telah "secara komprehensif menangani klaim berlebihan Cina dan tindakan ilegal di Laut Cina Selatan."

Mengutip media itu, Manila telah memprotes berlalunya kapal perang RRC serta kapal nelayan di dekat wilayah lautnya. Tahun lalu, Duterte mengadakan pembicaraan dengan pemimpin RRC, Xi Jinping, setelah kapal pukat RRC menabrak kapal nelayan Filipina, membuat 22 nelayan Filipina terombang-ambing di laut.

Tetapi pemerintah Duterte kemudian menerima permintaan maaf RRC atas insiden itu, dengan presiden mengatakan dia tidak punya pilihan selain melakukannya karena dia harus mempertimbangkan kekuatan militer Beijing.

Minggu ini, sebuah resolusi yang diajukan di Senat Filipina mendesak pemerintah Duterte untuk "memberikan tekanan hukum dan diplomatik" terhadap RRC atas kegiatannya di Laut Cina Selatan.

Juga, pada minggu ini, USS Bunker Hill USS Bunker, sebuah kapal penjelajah rudal yang dipandu, menyelesaikan manuver "jalur tidak bersalah" di perairan yang disengketakan.

0 comments: