Bagian Kelima

 

AKU INGIN

Aku ingin pagi ini sesegar mawar
dalam balutan embun belum memudar
ditingkah cahya mentari samar-samar
kehangatan perlahanan menguar

Aku ingin pagi ini sesejuk embun
membasahi ladang-ladang gersang
menyegarkan jiwa dahaga
dalam kepenatan nestapa

Aku ingin pagi ini sedashyat ombak
menggelora mengembara menggempur karang
dalam lirihnya semangat juang
mencoba terus menghadang

Meski siang kan datang
mentari bersinar jalang
ataukah awan bergelombang
dan hujan menerjang

Semarang, 1 April 2015

  

KETIKA PAGI MASIH BERBALUT EMBUN

Ketika pagi masih berbalut embun
rindumu sudah mengirimkan lagu mengalun
berdenting melagukan irama cinta
yang telah lama melalui pengembaraan jiwa

Pagi selalu riuh dengan riak penuh misteri
tanggalkan luka yang kemarin menggores nyeri
simpan semua cerita bahagia yang akan terus menjadi penyemangat hati
semaikan harap kembali agar langkah selaku indah dan gagah

Betapa pagi selalu menawarkan berbagai janji
akan kaupilih yang mana untuk melakonkan nanti
terus menggenggam luka yang diam-diam menggerogiti ketegaran jiwa
atau bangkit dan lepaskan dengan segala kekuatan
agar ketika senja hampir tiba tak kan ada sesal yg tertunda

Semarang, 24 Mei 2015

 

RUMAH KOS NO 37

Suatu waktu pernah lewat jalan itu
menatap rumah kos dua puluh lima tahun lalu
berbagai atm menempel di dindingnya kini
rupanya sudah menjadi kantor toko swalayan di depannya
dengan rasa haru biru aku berdiri
di salah satu atm aku mengantri

Seperti memasuki lorong waktu
rumah kos nomor 37 berwarna krem pucat megah di depanku
riuh-rendah penghuninya mau berangkat kuliah
dengan wajah sumringah dan senyum merekah
dunia begitu ramah dan indah
senyum pemuda tampan ikut mewarnai
membawaku melangkah pergi
susuri trotoar itu
saat mengejar waktu kuliah jam tujuh
dengan semangat dan impian melambung tinggi

Berkelebat di suatu malam minggu
rintik-rintik hujan kala itu
tapi aku setia menunggu
senyummu muncul di balik pintu
meski tanpa setangkai mawar dan lagu syahdu
canda tawa serasa melodi indah membelai kalbu

Pintu atm terbuka di depanku
gadisku muncul dengan senyum haru
sambil mencolek pundakku..

Ah...
Rumah kos nomor 37
Kutitipkan seluruh sejarahku
sekali lagi kutatap wajahmu
sebelum ku berlalu

Saat denting bbm berlagu
Emoticon senyum mengingatkanku
Indahnya senyummu malam itu
di rumah kos nomor tiga tujuh

Yogyakarta, 20 Mei 2015

 

KETENTRAMAN

Apakah hanya ada di kesunyian pegunungan
dengan hijaunya kebun-kebun sayur yang menentramkan
berselimut kabut nan menggigilkan
bersama turunnya malam yang kelam mencengkeram

Apakah hanya ada di sepinya pantai
di mana desau ombak yang tak henti memecah kesunyian
pada pasir-pasir yang menghampar di bibir lautan
dan lembutnya ayunan bakau diterpa angin yang memburai

Bukankah di hatimu juga kau temukan ketentraman
saat cintamu berlabuh pada dermaga yang kaurindukan
meski takdir belum membuka pintu pertemuan
janganlah kau ragukan
jika itu cinta
tunggulah dengan kasih sayang
saat pintu takdir menyambutmu di ujung penantian

Semarang, 10 Mei 2015


PUCUK-PUCUK PINUS

Sesaat sang bayu datang mengelus
di suatu sore ketika gerimis merinai
ingin kudengar bisikannya
senda gurau pucuk-pucuk pinus
atau bisikan mesra semerdu tembang cinta
entah ditujukan pada siapa

Pucuk-pucuk pinus tegak menentang langit
di pinggir jurang tak takut terjengkang
aku ingin mendengar ceritanya
apa yang dilihat dari ketinggiannya
apakah keangkuhan manusia
yang tak henti mengusik mengganggu tempatmu berada
atau sekedar keluh kesah bahwa tempatmu kini tak lagi ramah

Pucuk-pucuk pinus menjelang senja
kabut berarak bercengkerama
selimuti keangkuhannya
gigilmu terbayang nyata
mendekap malam yang hampir tiba
bilakah esok kan jumpa
saat mentari kembali mengangkasa
pucuk-pucukmu berlenggang bahagia
berkawan angin sibakkan kabut

Tawangmangu, 5 Mei 2015

 

DI UJUNG SELASAR LANTAI TIGA

Pada suatu waktu aku berdiri di situ
di selasar panjang lantai tiga yang lengang
di siang yang panas dan garang
Kelengangan mengajak angan bertualang

Di selasar itu aku selalu terbayang
perempuan muda dengan semangat menggelora
mendekap buku-buku dan lembar transparansi
meski wajah letih senyum tetap berseri
keluar dari ruang kuliah dan laboratorium

Di selasar ujung lantai tiga itu dia berdiri
menatap dan menerawang jauh ke depan
lapangan sepak bola desa grumbul-grumbul kecil yang menghijau
hingga deretan pohon jambu mete yang menyembul
hingga sayup suara koes plus singgah di telinga
"Padang luas rumput hijau....
...berlari-larian anak kijang liar..."
Senyumnya akan mengembang
apalagi jika cuaca cerah pelabuhan tanjung emas dan biru lautnya ikut melintas

Siang ini begitu panas
ujung selasar lantai tiga masih tetap lengang
perempuan paruh baya berdiri
ujung kerudungnya menari ditiup angin
betapa ingin aku melihatnya tersenyum
tapi matanya terpejam
lapangan bola dan grumbul berderet pohon jambu mete begitu menari di bola mata
namun semuanya sirna
barisan gedung kini berdiri mengepung

Perempuan yang berdiri di ujung selasar lantai tiga
kehilangan sebagian mimpinya
berbalik menatap pintu ruang di belakangnya
tersadar semua tak akan pernah lagi sama
bagian mimpi yang hilang biarlah sirna
tetaplah melangkah meski kaki telah lelah
karena waktu masih mengijinkanmu singgah

Semarang,25 Mei 2015

 

BERHENTI SEJENAK

Setiap melewati pertigaan itu
ingin aku berhenti sejenak
di depan masjid yang berdiri megah
atau di depan pertokoan yang berjejer meriah

Dulu sebuah pohon jambu berdiri di pertigaan itu
tempat ku berteduh menunggu angkot yang mungkin masih lewat ke tempat kerjaku
atau kalau sedang beruntung ada teman lewat naik motor dan memboncengkanku
meski tak jarang harus jalan kaki menerabas kebun rambutan
tapi kapankah itu

Tiap kali kuberhenti di pertigaan itu
serasa menemukan titik awal melangkah
saat segalanya masih sederhana
tapi penuh cita dan asa
darah muda menemukan ladangnya
untuk menuang semua semangat yang masih menyala

Kini tak ada lagi pohon jambu di pertigaan itu
deretan ruko nampak meriah
keramaian yang kehilangan ramah
tak ada lagi jalan pintas melewati kebun rambutan
deru motor dan mobil tak henti melintas
dan aku ragu
benarkah dulu aku pernah berdiri di situ
di bawah pohon jambu

Tembalang, 26 Mei 2015

 

SEBELUM MATA TERPEJAM

Sebelum mata terpejam
berlarik peristiwa berkelebatan
hidup tak ubahnya seperti perjalanan
ada kalanya harus terhenti sebentar untuk luruhkan beban

Sebelum mata terpejam
tembang-tembang masa lalu kerap berlagu
iringi tawa bahagia
juga sendu mendayu saat mengharu biru
semua mengikuti harmoni hidup yang indah maupun gundah

Sebelum mata terpejam
berkelebatan langkah dan rasa bersalah yang pernah terlangkah
tak masalah jika membangkitkan sesal dan resah
asal menjadi catatan indah bahwa kesalahan tak boleh terulang dalam langkah

Sebelum mata terpejam
kepasrahan melegakan seluruh jiwa dalam pengembaraan
tak lupa kusebut namamu dalam diam
tersemat dalam doa dan permohonan
bahagiamulah yang selalu kuharapkan
kekasih....
pejamkan mata dalam lelap dan ucap selamat malam

Semarang, 27 Mei 2015

  

AKU KIRA DUKAKU ABADI

Ketika tiba di persimpangan
kau memilih berpisah jalan
tak terkira pedih yang kurasakan
karena tak pernah terpikir kau kan ucap selamat tinggal
meski kulihat kabut bergayut gelap di matamu
kau tetap melaju meninggalkanku tergugu

Aku melangkah resah dengan hati gundah
mendekap sisa mimpi yang masih kumiliki
tangis dan luka hati tak berarti lagi
kau telah pergi tak sedetikpun menengok lagi
tapi kuraba hati
ternyata tetap ada kau di sini

Setiap musim berganti
kudatangi taman-taman hati
hanya untuk merasakan lagi
duka perpisahan yang pernah meluka bernanah
mengenang tatap mesra dengan senyum penuh cinta
untuk kembali kudekap dalam kenang yang tak lekang

Lantas masih adakah duka yang tak terperi
ketika senyummu tetap tersimpan di hati
meski kukira dukaku abadi
tak kan lagi kini
karena senyatanya cinta tak pernah pergi
memberi energi untuk selalu indah memandang hidup ini

Semarang, 28 Mei 2015

 

SEPAGI INI

Mentari bersinar ramah
sisa hujan semalam membaur dengan embun berkilau di daun
debu-debu yang kemarin larut dalam hujan semalam
Sejuk segarnya menyusup ke seluruh jiwa
Haruskah masih ada duka

Ada kalanya tawa kehilangan suara
dan lagu merdu terdengar sumbang di telinga
bahkan burung-burung bercicit tak terdengar merdunya
kenapakah kawan
hari-hari indah harus kehilangan warna
hanya karena satu langkah yang tak tertata
lengah terbata
hingga kecewa yang mendera

Sepagi ini kulewati hutan jati
yang menguarkan hawa segar dari daun-daunnya
di tengah polusi knalpot beraneka rupa
tapi renyah mentari menyibakkan suasana
tidak luruhkah segala luka dan kecewa
saat kaurasa sejuknya oksigen menyusup ke paru-paru
di tingkah hembusan angin pagi
sungguh anugerah tak terperi

Sepagi ini
jangan biarkan duka kemarin gelapkan hati
bersama secangkir kopi
membayang senyum kekasih hati

Semarang, 29 Mei 2015

  

DAN MEI PUN PERGI

Lembar demi lembar hari berganti
catatan suka catatan duka saling mengisi
tak ada yang abadi
jika kemarin april hujan bernyanyi
maka mei tinggalah rintik-rintik senandung
menuju kemarau yang datang berkunjung

Lembar demi lembar catatan terisi
ada namamu di tiap paragraf
melukis rindu yang senantiasa berdenting merdu
menyulam cinta penuh warna yang terus terenda
memintal harap agar selalu bersemi
meski waktu terus melaju tinggalkan mimpi

Meski Mei telah pergi
kutahu kau kan tetap setia menanti
di taman hati penuh bunga warna-warni
mungkin menjelma sepasang kupu-kupu
yang beterbangan mencari madu
atau sepasang burung kecil
yang sibuk membawa reranting
menyusun sarang di pohon yang rindang

dan bebungaan menyapa dengan riangnya
Selamat datang Juni....

Semarang, 1 Juni 2015

  

PAGI DAN MENTARI

Mentari pagi yang hangat berseri
ajak langkahku menyusuri
gurat-gurat sinarmu yang membarakan asa
petakan mimpi pada kanvas kehidupan
meski raga penat kelelahan
jangan biarkan asapun pudar tak berkesan

Dalam pagi berteman secangkir kopi
sinar mentari hangat menghantar pesan
jangan ragukan selangkahpun berjalan
karena mimpi masih indah untuk diperjuangkan
dalam genggam hatimu kutitipkan harapan
jika raga tak mampu lagi bertaut tangan
setidaknya hati terus bergandengan
hadapi liku hidup yang kadang redup
senyumlah
energi alam semesta pasti menyambut
bahwa rasa syukurlah inti dari kebahagiaan

Semarang, 8 Juni 2015

  

RINDU

Pada rindu yang berdenting merdu di setiap waktu
tak hendak kuusir dari lubuk hatiku
karena senyatanya hadirmulah yang membuat hidup indah berlagu
mewarnai hari seindah pelangi
meski kadang segelap awan hitam
tapi rindu laksana pemain gitar yang piawai memetik dawai
setia dalam harmoni sesendu apapun melodi

Semarang, 8 juni 2015

  

JIKA KAU BERTANYA TENTANG RINDU

Jika kau bertanya tentang rindu
maka rinduku kugantungkan di langit biru
agar setiap saat menjelma senyummu
yang setia temani sepanjang hidupku

Jika kau bertanya tentang cinta
cintaku telah lama bertahta di dada
mengendap bersama tatap indah penuh pesona
yang menemani langkahku sepanjang masa

Jika kau bertanya tentang setia
setiaku mengalunkan symphoni rindu setiap waktu
tak bergeming dihempas badai
tak luruh diterjang kemarau panjang

Masihkah perlu kau tanya
jika segalanya telah lama bersenyawa
tak kan pernah terurai lagi menjadi unsur sendiri
hingga di ujung waktunya nanti

Semarang, 12 Juni 2015

  

MIMPI YANG ABADI

Entah sejak kapan mimpi itu singgah
mengisi segenap ruang hati
memotivasi setiap langkah menjadi berarti
meniti pagi ketika embun membasahi kaki

Mimpi yang sempat singgah ketika pagi begitu ramah
kudekap erat dalam setiap langkah
bersama senyummu menyemai harap
meraih bintang yang tinggi gemerlap

Ketika jalan berkelok penuh duri
senyumu pudar berganti tatapan sepi
tapi dekapku tak hendak lepaskan mimpi
meski air mata menganak sungai setiap hari
jalani hari tanpa senyumu lagi
mimpipun masih kupatri jauh di relung hati

Kini tahun windu berlalu
meski samar mimpi itu masih tergambar
tak sedikitpun memudar
akan kudekap selalu
mimpi yang setia temani langkahku
hingga nanti saat senja berganti warna

Semarang, 16 Juni 2015

 

SEBENING EMBUN PEMBASUH DEBU

Ingin kubasuh segala debu
yang mungkin telah lama melekat di kalbu
berbaur dengan keangkuhan dan iri dengki
hingga lupa di mana jejak kaki berdiri

Ingin kuguyur dengan sejuknya air mata
akan noda-noda yang telah lama melekat di dada
mengeras membatu mematikan hati
hingga tak peka lagi melihat duka dan derita

Ingin kulepas segala topeng di mukaku
yang tak terasa menghiasi hari dengan segala kepalsuan semu
berhias senyum dan kata semanis madu
tapi boleh jadi hanya basa-basi penutup rasa malu

Duhai ramadan yang mulia
ijinkan kudekap dengan sepenuh jiwa
agar luruhlah semua jelaga
sebening embun sejernih telaga

Semarang, 17 Juni 2015

 

KURINDU HUJAN

Tiba-tiba kurindu hujan
yang menderas membawa kenangan
susuri jemari waktu
lekuk-likunya penuh nyanyian rindu

Bukankah hujan baru saja pergi
kau titipkan segenggam mimpi
katamu di suatu pagi
yang entah tak seluruhnya kupahami

Tapi kuingin hujan datang lagi
lompati musim yang entah kapan kembali
agar kau bisa membawa payung menjemputku
lewati jalan setapak itu

Semarang, 20 Juni 2015

  

RINDUKU DI PAGI YANG DINGIN

Ramadan selalu membawaku menelusuri kenangan
ke lorong waktu yang telah jauh berlalu
sungguh waktu bak anak panah yang terus melaju
tapi kenangan itu menjadi prasasti dalam hidupku

Shubuh yang dingin dengan takzim mendengarkan kisah para nabi
yang selalu mengalir indah dari ustadz Sahlan atau Abu Suja
setelah berlari sebelum imsak tiba
karena masjid adanya di kampung tetangga

Pulang beramai-ramai dengan teman sebaya
mengejar lori dengan tebu menggunung muatannya
menarik satu dua lonjor jika tukang tebangnya terlena
ah masa kecil yang aduhai serunya

Kini waktu telah jauh melaju
entah hingga batas yang kita tak pernah tahu
rindu kadang hinggap merejam kalbu
yang tak mungkin tereja kembali di usiaku

Di padatnya perumahan kota
saat sahur tak ada lagi hiruk-pikuk kanak-kanak bercanda
tak ada lagi saling membangunkan tetangga
apalagi bertukar lauk penggugah selera

Semarang,25 Juni 2015

0 comments: