Saturday, April 3, 2021

Aku Dengar Abu Hurairah, Puisi Hasan Aspahani


KITA berwudhu, Anakku, karena air mengingatkan kita
pada perkasihan angin di Angkasa dan tanah di Bumi.

Kasih yang ikhlas, tanpa ingin dilihat seperti begitu:
menerima dan memberi, saling berganti, tanpa ada janji

Musim bukanlah tanda, tak ada yang lekas atau terlambat.

Apa yang ingin dibersihkan oleh hujan? Hujan, adalah
saat Bumi berwudhu, membasuh diri, lalu ia meneruskan
sembahyang panjang: lingkaran rukuk, sujud, dan qiyam

*

KITA bentangkan, putih sehelai surban, cukuplah untuk
meletakkan tujuh titik tubuh, di saf panjang yang kita
lempangkan, saf panjang yang menjaga dan menguatkan.

Aku dengar Abu Hurairah, dari mimbar kecil dan megah

Anakku, sebagai apa aku kelak meninggalkanmu? Apa yang
kelak kutinggalkan untukmu? Menjariahkah alir amalku?

Seperti siklus hujan yang dulu kupelajari di kelas SD,
dari guru jujur berbakti, mengajar ilmu alam pasti?

*

KITA sembahyang, Anakku, karena butir air pun harus
sejenak mengudara-menguap-mengawan, tapi tak lupa pada
kelok sungai yang mengalirkan, hamparan muara yang
mengombakkan, akar-akar dan tanah yang menyimpankan.

***

Tentang Penyair

LAHIR di Sungai Raden, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. Menulis sejumlah karya sastra dan dipublikasikan di berbagai media massa, di antaranya di harian Kompas, Jakarta. Karyanya telah diterbitkan dalam sejumlah buku, baik sendiri maupun dalam antologi bersama
----------------------------------

Sumber tulisan: Kalimantan dalam Puisi Indonesia
Sumber ilustrasi: Pixabay

0 comments: