Monday, March 15, 2021

Puisi-Puisi Abdul Rahim Hasibuan di Buku Kalimantan Timur dalam Sastra Indonesia


Matematika Modern

Dua hari aku tak tidur
Menatap langit Jakarta
Dari emperan Tugu Monas
Terbayang dalam ilusi
Di puncak-puncak gedung yang mencakar-cakar langit dan menindih bumi
Para putra-putri dewata
Makin sibuk main matematika
Like this:
King minus kong = engkong-engkong
King plus kong = kingkong
King kali kong = king of kong
King bagi kong = urusan cukong yang berkong kalikong

Astaghfirullah
Jauh bedanya dengan matematika gaya desa
Yang 1 + 1 = 2


Bunga BI

Awalnya,
700 triliun rupiah merk BLBI
Menari-nari di kepala dan hati
Jutaan anak negeri
Bagai mentari yang bergizi tinggi
Tapi berubah menjadi kabut
Jadi awan hitam
Jadi hujan
Hujan air
Air mata
Air mata hitam
Sepanjang sejarah paling hitam

Delapan persen bunga SBI
Awalnya bagai jutaan bunga indah
Tapi malah jadi bunga bangkai
Melahirkan ratusan perampok negeri

Puluhan juta anak dan cucu bangsa
Yang sejak dulu terkulai, terkilir, terpuruk
Makin terbantai
Diterjang badai virus dan bakteri
Buatan setan-setan ekonomi

700 triliun rupiah plus bunga 9 musim dan kerugian SBI
Kapankah bisa kembali ke piring nasi negeri ini?

Balikpapan, April 2007


Tentang ABDUL RAHIM HASIBUAN 

DILAHIRKAN di Surabaya. Mantan Pemimpin Redaksi Tabloid Pelopor dan Mahakam Pers serta Daya Televisi (1999--2004) ini pernah menjabat sebagai Redaktur Seni-Sastra-Budaya di Mingguan BS Jaya (1980--1984), juga sebagai wartawan Harian Manuntung (1991). Menjadi koresponden berbagai majalah, seperti Detektif Romantika, Detik, Kriminalitas dan Pencegahan terbitan Jakarta, juga Majalah Fakta Surabaya (1991--1993). 

la ketua umum Ikatan Pencinta Sastra (1983). Ia mengawali karir jurnalistik sebagai penulis lepas bidang seni di beberapa surat kabar terbitan Kaltim maupun Harian Merdeka Jakarta, Surabaya Post, Banjarmasin Post, dan Detektif Romantika. la menulis puisi, cerpen, esai, artikel, dan novelet. Beberapa karyanya dimuat di beberapa surat kabar dan majalah terbitan Kaltim maupun Jakarta. Karya-karya puisinya bersama Emha Dhanyswara/ Hamdani (tanpa judul) pernah diterbitkan Dewan Kesenian Samarinda/DKS (1980). 

Beberapa puisinya dapat dijumpai dalam antologi Merobek Sepi terbitan DKS (1978) dan antologi Secuil Bulan di Atas Mahakam terbitan Dewan Kesenian Daerah Kaltim (2000). Puisinya yang berjudul Wasiat dan "Demokrasi" dimuat pada antologi Medan Puisi (Medan Internasional Poetry Gathering) tahun 2007. Selain aktivitas sastra tersebut, ia sangat aktif sebagai project officer kursus teater dewan kesenian Samarinda, bekerjasama dengan Bengkel Teater Rendra (1978, 1979, 1980) di Samarinda. 

Selain itu, ia pernah membacakan puisi-puisinya pada berbagai acara kesenian, yaitu Musyawarah Dewan Kesenian se-Indonesia di Ujung Pandang (1992), TV Jerman Channel 11 (1992), serta Pertemuan Teater Indonesia di Surakarta (1993). Pun pada Jambore Teater Nasional (1994--1995) dan Renungan Proklamasi di Taman Ismail Marzuki/TIM Jakarta (1993). Mengamati Lomba Baca Puisi Piala HB. Yasin di Jakarta (1993--1995). 

Puluhan karyanya, baik berupa berita, esai, profil, kritik, puisi, cerpen, novelet, dan naskah drama Islami telah diterbitkan berbagai media massa. Puisinya berjudul "Main-Main ditanyangkan TVRI Pusat. la juga seorang dramawan. Aktivitas berteaterya cukup banyak, di antaranya pemah mentas di acara kesenian Musyawarah Dewan Kesenian se-Indonesia di Makassar (1979). Ia menjadi official artistic tim Kaltim pada Pekan Drama Tan dan Teater Daerah tingkat nasional di TIM Jakarta (1984).

-----------------------------------------------------

Sumber tulisan: KALIMANTAN TIMUR DALAM SASTRA INDONESIA

Sumber ilustrasi: Pixabay


0 comments: