Tuesday, April 14, 2020

Hilangnya Seorang Taipan Properti China Mengungkap Bagaimana Xi Jinping Memerintah Penghilangan Paksa

Sumber Hong Kong Free Press

Siapakah taipan itu? Mungkin Anda bertanya-tanya. Adalah Ren Zhiqiang, seorang taipan China yang blak-blakan dalam esainya pada Februari lalu menyalahkan atas wabah COVID-19 kepada budaya Partai Komunis China yang mengutamakan propaganda, pujian terhadap Xi Jinping, dan membungkam kebebasan berbicara. Lalu, ia sendiri pun telah dibungkam.

Ya, ia menghilang bulan lalu, bergabung dengan daftar para pengkritik yang hilang setelah berbicara.

Kemudian, pada Selasa lalu, seperti terlansir Hong Kong Free Press, (13/4/2020), otoritas Beijing mengumumkan bahwa ia telah diselidiki karena "pelanggaran serius terhadap disiplin dan hukum".

Padahal, masih dari media itu, hilangnya dirinya dan sistem di mana dia ditempatkan tidak ada hubungannya dengan supremasi hukum dan segala sesuatu yang berkaitan dengan pelembagaan penghilangan paksa di bawah Xi Jinping.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa China (RRC) memang tidak aman bagi pembela HAM. Siapa pun itu yang membela HAM secara rutin menghadapi pelecehan, penghilangan, atau pemenjaraan oleh pemerintah yang berkuasa di sana.

Dilaporkan pula, hilangnya Ren, harus dilihat dalam konteks yang lebih luas dari penggunaan penghilangan paksa yang terus berkembang di China.

Mengutip media itu, didirikan pada 2018, melalui amandemen Konstitusi, Komisi Pengawas Nasional (NSC) menggantikan Komisi Pusat untuk Inspeksi Disiplin (CCDI), yang telah menjadi identik dengan sistem Shuangui yang gelap. Penahanan rahasia dan penyiksaan adalah hal biasa.

Praktik-praktik semacam itu secara terang-terangan melanggar hukum hak asasi manusia internasional, yang berusaha disembunyikan China di balik pengecualian dalam hukum domestik. Tetapi pelanggaran seperti itu tidak diizinkan dalam kondisi apa pun.

China memang telah menggunakan sistem semacam itu untuk meneror dan membungkam lawan Partai Komunis China selama bertahun-tahun.

0 comments: