Friday, December 21, 2018

Puisi-Puisi Rusdi Fauzi





Rohingnya  Terluka: “Air Mata Dunia”                    

Amarah Myanmar membara Rohingya terluka
kenapa harus ada duka, siksa dan angkara murka
di Tanah yang katanya penuh welas asih sesama
hati manusia-manusia tertuba ganas bagai serigala

Hanya karena adanya beda kepercayaan dan keyakinan
mereka dibantai dengan mengatasnamakan kesucian
mereka disiksa bagai gerombolan anjing-anjing kudisan
sungguh kekejaman yang dipoles dengan beribu alasan

Tua, muda,anak-anak telah dianiaya dengan bengisnya
bagai satwa haram yang tiada diperkenankan di negeri itu
mereka dibantai bagai hama-hama yang tiada berguna
mereka dihina laksana kotoran najis sampah negaranya

Hingga mereka terkatung-katung antara hidup dan mati
dengan bekal seadanya mencoba menyelamatkan dirinya
meninggalkan tanah, rumah dan harta bendanya di sana
meninggalkan jenazah-jenazah hasil siksa angkara murka

Dalam tempat pengasingan mereka menunggu belas kasih
menanti  tali kasih orang-orang yang punya hati nurani
menanti usapan ramah dunia pada nasib malang mereka
menanti tangan saudara sekeyakinan dan kepercayaannya.

Barabai, 22/05/2015



Kenangan Duka di Bukit Benawa                     

Ilalang kecil menangis di padang gersang
rembulan pucat meradang di setiap pandang
langit mendung di sepanjang jalanan berbatu
menemani tapak langkah yang telah terbuang

Di bukit nan penuh kesunyian kupijakkan kaki
di atas tanah merah yang basah sehabis gerimis
kutatap ranah-ranah hijau memukau tak bertuan
sedari dahulu selalu begitu-begitu saja adanya

Saat kucoba meneriakkan namamu berulang-ulang
karena bukankah kita telah janji bertemu di sini
berbincang tentang pucuk-pucuk tunas hijau merona
hingga kita tak sampai hati untuk segera memetiknya

Aku masih setia dan masih menunggumu di sini
bersama burung yang tak henti bernyanyi-nyanyi
bersama rintik hujan yang masih menyisakan duka
kumasih sendiri merenung bagai batu-batu gunung

Karena aku telah lelah menunggu kedatanganmu di sini
kuayun langkahku menuruni jalan setapak berbatu-batu
melintasi rumahmu janur kuning telah menghias indah
sebagai penanda janji-janji setiamu telah tergadai dusta.

Barabai, 22-05-2015



Di Ujung Embusan Napas Terakhir                              

Langit membiaskan warna kelam
hentakkan napas tersendat pilu
di ujung senyuman yang  terakhir
tiada sempat mengurai amanat
senyum di bibir mata terpejam
tangis membayang wajah kelam

Elmaut datang tanpa berbilang
tiada guna jeritan dan air mata
desah napas semakin memberat
terlihat wajah-wajah kesedihan
terpejam mata seakan terlena
wajah berseri seakan bermimpi

Gerimis sedih mengantar duka
menghujam rasa belasungkawa
menikam pedih dalam jiwa lara
kelopak mata merinai tangisan
jasad terbujur kaku sepi sendiri
berselimut selembar kain kafan

Berbekal amalan dan keyakinan
yang menerangi di dalam pusara
diam damai menunggu sengkala
makam kembali sunyi dan hampa
senja merinai gerimis membasah
pelawat kembali bersama doa-doa.

Barabai, 09-02-2015



Sungai Batu Benawa                                    

Di keruh permukaanmu namun nampak tenang
berhias batu-batu dan lanting penambang pasir
dan deretan joran pancing pemburu ikan-ikan
menanti sentuhan selera ikan penghuni sungai

Kecipak joran penanjak nyanyikan lagu syahdu
tembang sungai Benawa yang merdu mendayu
iringi getaran dawai pucuk bambu merayu kalbu
hamparkan kesejukan dan keindahan dalam rindu

Di sela batu-batu air mengalir menjelma lukisan
simpan legenda yang penuh kedukaan dan air mata
tentang cinta kasih yang berakhir dengan kutukan
berabad sudah hingga kini masih mengalir ceritanya

Basah tubuh-tubuh penambang pasir Sungai Benawa
dan banyaknya pelancong bertamasya ria di sana
gambarkan geliat tubuh Batu Benawa masihlah ada
menghias benua dengan legenda dan pesona indahnya

Sungai Benawa sungai nan penuh beribu kenangan
dari dahulu hingga hari, minggu, bulan, tahun berganti
seakan tak hampa dengan segala decak kekaguman
menyimpan misteri keindahan dan legenda masa lalu.

Barabai,13-05-2015



Keindahan di Ujung Benua                         

Kicau burung terdengar merdu
penanda hari datang silih berganti
Indahnya alam memesona rasa
seakan dunia menjadi kekal abadi

Terhanyut dibuai semua keindahan
dengan rasa bahagia penuh rahasia
menyatu dalam damai ujung harapan
rasa melayang-layang di khayangan      ,

Duhai semua keindahan yang ada
hadirlah nyata di setiap waktu
menghiasi sudut-sudut jiwa raga
dengan tarian warna penuh pesona

Desiran angin yang membelai damba
dan pepohonan yang menari riang
berpadu indah bunga-bunga berseri
laksana taman firdaus di dunia fana

Keindahan yang maha sempurna
selalu membuat hati kagum terpana
namun kita harus merawat alamnya
agar semua keindahan abadi selamanya.

Barabai, 26-03-2015



Burung-Burung Kerinduan


Tarian aksara cinta bersenandung lagu rindu
terpetik dawai-dawai melodi hati mendayu
pelepas belenggu kerinduan dalam penantian
pada letih haru biru perjalanan kasih sayang

Wahai angin bawalah angan dan lagu rinduku
untuk seseorang yang menungguku di sana
karena aku merindukan senyum manisnya
hingga kuingin selalu berada di sisinya

Duhai burung pembawa warta cinta
temani aku bernyanyi dan menari
biar sempurna hari-hari bahagia
dalam irama hati dan jiwa pencinta

Burung-burung bernyanyi riang
jangan engkau sembunyikan kicaumu
menarilah dalam keindahan rasa
sampai tiba cinta abadi di dalam hati.

Barabai,15-01-2015



Munajat Kerinduan                            

Kubuka jendela berbingkai kaca
menatap megahnya angkasa raya
mengawang awan putih merona
sungguh terpesona aku dibuatnya

Terpancar terang fatamorgana langit
semburat cahaya indah bulan purnama
menambah syahdunya ujung malamku
saat hatiku merindukan kehadiranmu

Bulan tersenyum menyentuh jiwa
rindu tergantung dalam angan-angan
menggamit seluruh rasa yang tersisa
karena akulah si perindu di ujung sepi.

Barabai, 01-01-2014



Munajat Diri         

Kusendiri di jalan sepi tak ingat jalan pulang
senja terlalu cepat menua di kejar kelam
bersama ilalang tengah padang membisu
yang terhanyut dalam kesepian hari berlalu

Langkah terayun pilu tak searah mata angin
tak lagi bersitatap ke kutub harapan jiwa
hingga beribu makna bertebaran di langit malam
terpendar dan terserak di bibir-bibir  peradaban

Kumulai kembali membaca lembar penuh risalah diri
yang mulai tergerus dan bimbang dalam keheningan
seakan merebak wewangian sorgawi di ujung mimpi
dan mencoba bersuci pada setiap langkah ukhrawi

Kusendiri melangkahi sepi yang tiada berbatas
merangkai harapan yang membuai sisi kalbu
sayup bagai khayalan semata membuai damba
kuterawang pelangi ragu yang menjelma debu

Sendiri di jalan ini mencoba menata langkah diri
seakan semua keinginan mati dalam hati nurani
kuhanya mencoba mengarungi cerita duniawi
sampai waktunya berpulang ke negeri yang abadi.

Barabai, 06-01-2015




Rusdi Fauzi dikenal sebagai salah seorang sastrawan dari Kalimantan Selatan. Ia kelahiran Barabai pada  tanggal 11 Agustus 1971. Selain menulis, ia juga aktif sebagai pelatih tari tradisional dan penyanyi lagu-lagu Banjar. Rusdi Fauzi hingga kini tercatat sebagai pengurus dan anggota berbagai sanggar seni dan budaya Kabupaten Hulu Sungai Tengah di antaranya sanggar Tari MELATI (1980), sanggar Musik MERATUS (1991), Sanggar Sastra LALAYA (2013) dan tercatat sebagai pendiri cikal bakal Lapak Seni Dan Sastra Dwi Warna Kabupaten Hulu Sungai Tengah.

Karya-karyanya pernah di muat dalam Antologi Puisi ASKS X di Banjarbaru dan Antologi Puisi ASKS XI di Tapin/Rantau, Suara 5 Negara (Kumpulan Puisi Penyair Lima Negara), Nyanyian Kacincirak (Antologi 6 Penyair Hulu Sungai Tengah/2015). Rusdi Fauzi mempersiapkan buku antologi Haiku pribadinya yang berjudul Aksara Yang Terlarung Di Sungai Mimpi.

Sumber foto: www.fixabay.com (gratis)

0 comments: