SEGARA ANAKAN


Aku bukan tipe remaja yang suka pacaran gonta-ganti pacar atau suka berdua-duaan. Semua memang tergantung pribadi masing–masing. Aku bukannya sok suci dan tidak gaul. Gaul tidak harus disimbolikkan dengan gaya hidup berpacaran dan bergaul bebas. Aku tetap masih bisa punya banyak teman. Meskipun terkadang ganjalan utama kepribadianku adalah aku terlalu minder dalam bergaul. Aku takut tersakiti hatiku dan aku memang terlalu over protektif melindungi hatiku sendiri. Meskipun aku juga open untuk hal hal baru sepanjang aku memegang prinsip dan komitmenku. Karena aku memang bukan tipe yang mudah jatuh cinta. Tetapi sekali aku menemukan cinta selamanya aku setia dan susah meninggalkannya. Malam yang begitu pedih terkadang aku tak tahu apa arti kebahagiaan adalah ketenangan dan ketentraman hati yang kurasakan jauh sebagai cinta.

Perempuan menangis. Setidaknya keadaan membuat lebih tenang dan membuat menyerah untuk tidak mengenang dan menjadi obat peluntur lupa yang mujarab. 10 tahun sudah berkutat dengan hal–hal yang jauh dan itu cara membuang kenangan dan melupakan waktu lalu. Setidaknya banjir besar yang melanda kotaku, yang merendam dan merusak seluruh buku buku puisi dan semua kenangan di almari di rumah orang tuaku, yang tak bisa terselamatkan, dan sisa sisa buku puisi dan cerita itu sudah dibakar dan diloakkan orang tuaku, mengenaskan sekali, pedih dan menyesal mengapa semua harus terjadi.

Perempuan sering baper bila ia sedang menulis. Puisi lagi novel lagi. Tidak dunia itu sudah jauh kutinggalkan. Kuletakkan sebelum aku masuk RSJ, rumah sakit jiwa. Novel novel lagi. Sudah tidak lagi ada dalam pikiran. Sekarang keadaan sudah jauh lebih baik. Semenjak Abah bangkrut gulung tikar usahanya karena krismon 1998, badai itu mengguncangnya. Dan menulis sekarang hanya jadi terapi, sesekali kangen menulis akan ia tulis. Usia pun sudah makin menua apa lagi yang ingin dicari. Dan berhenti sejak ia tak bisa jatuh cinta lagi. Meski itu harus dimulai usia 40 tahun. Hidup dimulai pada saat usia 40 tahun.

Hidup kedua. Setelah hidup pertama porak poranda ia mulai dari titik nol kehidupan. Dari paling nisbi dan paling tidak realistic. Bahkan saat dimana dan pada mulai mana saat mulai kehidupan baru yang harus dijalani pun sudah tidak peduli lagi. Yang penting bertahan hidup.

Terkadang aku heran mengapa aku diberi kenikmatan hidup yang begitu luar biasa dan sangat indah ini. Aku bertanya tanya ada rahasia apa dibalik semua nikmat yang Allah berikan ini. Menemukan bahagia adalah puncak dari segala hidup dan pencarian. Dan pencarian itu telah berakhir, yang berakhir sudah menemukan puncaknya. Di atas itu hanya Tuhan satu satunya di puncak paling atas. Bahagia sekaligus indah, itu yang sulit tidak semua orang mendapatkan kesempatan untuk menemukan dan merasakan.

Dan apa bahagia itu sejatinya? Baru merasakan kebahagiaan sejati baru bisa akan mendefinisikan bahagia. Aku merasa menjadi orang orang pilihan yang dipilih Tuhan untuk merasakan arti bahagia. Bahagia sejati yang sesungguhnya adalah bahagia yang bisa merasuk dalam suksma sejati tidak hanya artificial di fisik semata yang kasat mata tapi ia tak kasat mata, tak terukur dan ternilai.

Kebiasaannku mau mendengarkan cerita orang dan menampung keluh kesah orang inilah mungkin aku punya kebiasaan menulis cerita. Aku suka memberikan kupingku untuk mendengar apa saja, siapa saja yang ingin bercerita dan berkeluh. Dan aku perhatian tulus menanggapi cerita mereka. Menurutku dulu aku berbakat konselor juga mau mendengarkan curhatan orang dan menyediakan waktu untuk menerima persoalan dan keluhan orang. Juga sampai sekarang aku akan tinggalkan apa saja yang membuat orang terganggu jika sedang mengeluh ke aku. Aku juga tidak begitu suka pegang gadget, Hanya sesekali bolehlah. Jadi aku banyak menampung teman, tetangga, saudara dan siswa siswaku sekarang. Aku banyak mendengarkan keluhan teman mau berbagi dan memberikan tisyu jika mereka ingin sekadar menangis atau curhat tentang suami atau kemalangan yang sedang menimpa.  

Aku membuka hp angka jam menunjuk pukul 01. 42. Terbangun, meski masih ngantuk. Masih ada yang harus kuselesaikan malam ini. Jago kluruk, sesekali berkokok di tengah bangunku. Aku harus sempurnakan RPP besok pagi monitoring di kelas. Besok adalah jadwalku supervisi kelas, semua perangkat harus sudah kusiapkan dan sudah harus kuteliti agar benar. Maka malam menjelang dini hari ini aku cek ulang finally RPP ku apa masih amburadul apa sudah fiks, ada yang perlu kubenahi mumpung aku ingat. Supervisornya adalah sarjana S-2 lulusan Perguruan Tinggi Swasta, aku maklum saja dan mengikut saja. Aku mengakui kekalahan aku hanya S-1 meski dari Perguruan Tinggi Negeri. Tetapi itu tak membuatku harus berbesar hati dan berbesar nama. Toh di atas kertas aku memang belum punya ijazah S-2, aku masih berpikir panjang untuk mengambil S-2 selalu gagal. Entah faktor apa meski dari lembaga perguruan Tinggi tempat almamaterku dan dosen-dosenku dulu selalu menawari untuk melanjutkan studi S-2 disitu, tetapi mungkin Tuhan belum memberikan aku kesempatan, waktu, tenaga dan biaya.

Kembali kubuka file RPP Asesor aku besok pagi disupervisi, aku mengambil materi recount teks (teks cerita ulang dengan sub judul teks biografi). Ada yang masih belum pas dan ingin kutambahi untuk menambah bagian media pembelajaran untuk mencantumkan LCD aku belum cantumkan kemarin, meski nanti harus ku print out ulang tidak apa Cuma revisi sebentar langsung kelar. Nah ahai benar saja penayangan video untuk menayangkan biografi BJ Habbie belum kucantumkan, ini harus ditambahi dulu karena file atau video sudah siap kemarin didownload sebagai tugas anak anak. Alhamdulillah aku masih ada banyak waktu untuk memperbaiki jelang pagi nanti.

Jam di laptop menunjuk pukul 02. 47 usai sudah suntingan RPP yang besok harus siap saji. Dari semua sudah terangkum aku mencari cari yang belum terkover. Mulai dari Judul, Satuan Pendidikan, Mata Pelajaran, Kelas/Semester, Materi Pokok, Alokasi  Waktu, Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar dan Indikator, Tujuan pembelajaran, Materi Pembelajaran, Metode dan Media,Alat Sumber Belajar, Langkah Pembelajaran, Penilaian sampai Tanda Tangan Kepala Sekolah. Rasanya semua sudah merasa siap dan merasa sudah tidak ada salah.

Kuteliti ulang dan ku-print ulang lagi untuk kuberikan pada Supervisor berikut dengan dokumen perangkat yang lain yang setumpuk dalam jilidan.

Supervisor menilai, aku membuka jam pelajaran pagi. LCD, Lap Top, dan seperangkat pembelajaran, soal dan tugas sudah disipakan. Pagi pagi menemui kepala sekolah di ruang Kepala meminta tanda tangan dan pengesahan. Belum lagi setelah supervise masih banyak dokumen dan hal yang harus kusiapkan.

Ada teman kuliahku mengirim pesan pendek.

“Apa yang membuatmu bahagia, lakukan saja, Da!”

“Oh iya sekarang kau kerja di mana,  Ded?!”

“Aku masih ngurusin bisnis keluarga, masih di Purcashing!”

“Kontraktor!”

“Ya gitu gitu, aku banyak di lapangan nego nego dan mengecek proyek di luar kota!”

“Woyy sastra jurusan engineering dong!”

“Ya mungkin bisa begitu dibilang Sastra jurusan Insinyur dan arsitek!”

“Wah keren nu!”

“Keren apanya, urusan dunia kerjaan yang keras!”

“Pekerjaanku di jalan ngurusi bebatuan dan konstruksi beton, semen, jalan layang dan sebagainya, terkadang di kantor atau di base camp.

“Oh iya kalau ada waktu aku besok Sabtu mengecek proyek di Boyolali, dan sekitar Bandara, dan ngecek jalan tol Soker di sekitaran Solo,  aku bisa mampir dan ketemu  kalau ada waktu aku tak mampir ya!”

Okey silahkan dengan seneng hati, aku tunggu!” sms dari Dedy.

“Oh yak au masih suka nulis novel ‘kan Da, semoga novel novelmu laris manis ya, sukses buku-bukumu ya!” kata Dedy waktu meneleponku.

Pikiranku bercabang ke mana-mana, dari Solo ke Yogya, dari Teluk Cikal ke Bukit Bintang dan dari Candi Sewu ke Sanggaratu, entah lari ke Segara Gunung aku sungguh tak tahu tubuhku terbelah-belah dari waktu ke waktu. Tapi aku mendapati tubuhku di atas roda aspal jalanan dari pulang menikmati Solo di waktu malam. Betapa banyak hal yang mencuat dari kenangan ke kenangan, dari waktu ke waktu. Di Gramed Slamet Riyadi aku ketemu kawan-kawan. Diskusi dan bincang–bincang tetapi sekali lagi aku gak muda lagi waktu yang sangat terbatas. Setelah anakku belanja belanja di tingkat atas turun mencariku. Itu artinya tanda aku pulang harus angkat bokong dari duduk lesehan di balai Soedajatmoko, aku tinggalkan mas Triyanto, mas Yunanto, mas Gunawan Budi Santosa, dll juga teman-teman puteri lainnya mbak Indah, Seruni, Catur, Lukas, dan Catur Pelita juga teman-teman lainnya mas Joni, Sam Edy dan Eko Triono dll dari Jogja.

Sungguh pertemuan yang tentu mengejutkan, diantara terbatasnya waktuku aku masih bisa menyempatkan diri ke Balai kumpul dan bincang dengan teman-teman dari jauh. Menikmati roda di malam hari, menikmati angin malam masih anggunnya kota Bengawan Solo, melewati ramainya malam mingguan di Solo. Melewati pasar Singopuran, Pasar Triwindu, Pasar Gedhe yang sudah tutup. Tinggal kemaraian kafe Kobong, kafe–kafe yang menjamur di Solo yang super romantic. Menyusuri Gladak, Gading, Tanggul  lalu belok arah kiri menuju Gramed. Solo sungguh tak bisa dituliskan dengan kata–kata. Tak cukup kata-kataku mewakili keindahannya untuk melukiskan Solo di waktu malam. Mengenang jejak jejak kenangan manis yang hilang, timbul tenggelam di antara warung warung dan steak steak, resto dan hotel hotel berbintang di Solo. Warung Babi Bakar Ong, Mie Gadjah, Timlo Sastro pojok Sargedhe, dan aneka jajanan kuliner yang sangat beragam.

Kekonyolan jadi ingat dulu ketika di masa kuliah tumbuh subur gedung bioskop diantaranya Gedung Bioskop President Teater, dan kau ingat kekonyolan Dedy yang nonton bioskop pakai sarung rame rame. Dan Dedy yang selalu mengantar dosen dosennya naik vespa terus dia yang di depan semua kekonyolan yang alami dan mengundang lucu. Bukan  Dedy kalau gak dugal. Bagaimana gadis–gadis yang begitu kesal dan marah–marah ulah si Dedy.

Di dirimulah. ada  segala   segala  bahagia hamba berserah, di  jalan  cahaya, tak lagi  kucari  lagi  karena. hanya  Engkau  jawabannya.

            Melewati  keruntuhan  dunia.  suara  penuh  getaran  tak  berjiwa,  berfoya  foya  dalam angan. dan  rindu  kutemu  Engkau, di  balik  sepiku  para  pendiri-pendiri  malam  bersama-Mu. yang  menzuhudkan  diri dalam   banyak  Muhasabah. …Ya  Rabbby istigfar-ku  hanya  untukmu  semua  tanganku,  hidung mata, dan  semua  yang  terbuka, dari  lubangku  yang  selalu  bau. …Engkau  yang  maha  sucimaha  Bersih  dan  Maha  terjaga….

Wahai  jiwa  jiwa Mutmainah. Yang senantiasa  terjaga shalat  malamnya. Yang selalu  membangunkan kekuatan  sepinya. Yang  selalu  tersenyum  dalam  kesepiannya. Karena  tangisnya untuk Tuhan. Karena air matanya melihat  neraka. Karena rintihanya menyaksikan  siksa  kubur. Karena jeritannya merasakan anak  yatim.

Ia lebih  baik  kehilangan demi  cinta-Mu. Ia ikhlaskan kelaparan dunia  untuk  kenyang-Mu. Ia serahkan  kehausan   demi   dahaga-Mu. Ia berikan derita  untuk melihat surga-Mu

Tak ada  yang  lebih  indah  kecuali kalam-Nya. Penuntun  syafaat di  hari  kiamat. Bukan  lagu pemburu  rindu-rindu  sesat. Pemuja cinta  sesaat. Tak ada  yang  layak kecuali untuk CintaNya. Kesombongan telah meraja menjadi  tuhanmu. Hingga kau  lupa siapa yang  memberi  nikmat. Kesombongan  telah  menjadi  nafsu.

Selanjutnya? Klik Daftar Isi atau Bagian Selanjutnya, yakni Hijrah. 

0 comments: