![]() |
| Ilustrasi: Pixabay |
Tuhan, tujuh bulan di bilik penjara, yang jauh lebih sempit, dan lebih jelek dari toilet rumah mewahku dulu itu, aku benar-benar sangat menderita. Padahal masa hukumanku masih tujuh tahun lagi, atas korupsi tujuh milyar rupiah. Jauh lebih berat dari hukuman Gayus Tambunan, yang diduga koruptor di ratusan kasus dan merampok duit negara ratusan milyar rupiah.
Istri pertamaku yang dulu kumanjakan dengan shopping barang-barang mewah di berbagai plaza minta cerai. Sedangkan istri keduaku yang dulu kumanjakan dengan berbagai wisata ke manca negara, sudah duluan diwarisi orang.
Selusin gendak yang kudapatkan di berbagai: bar, diskotik, panti pijat, hotel-hotel dan rumah-rumah karaoke, termasuk teman-temanku ke dunia itu, tak satu pun yang membesukku. Malah sobat kentalku yang dulu sering kulupakan dan kulecehkan, kini sering membesukku, bahkan ikut memelihara putra-putriku.
Hari ini ia memberi kabar:
Putraku yang sejak kelas satu SMA sudah sering gonta-ganti mobil, dan sering dipanggil bos oleh teman-temannya barusan ditangkap Polisi gara-gara terlibat penyalahgunaan narkoba. Sedangkan putriku yang cantik dan tinggi semampai itu, astagfirullah sudah dua bulan ini jadi pelacur kelas tinggi, lantaran tak sudi hidup miskin.
Ya, Tuhan, mendengar semua ini spontan nafsu makanku hilang. Nasi dengan lauk pauk, tumis kangkung dengan tumis teri yang minggu ini sudah mulai kuakrabi itu, terasa bagai batu. Aku tersedak-sedak, kala teringat: jenis makanan ini, dulu cuma makanan anjing dan kucingku. Telinga dan hatiku terasa ingin pecah ketika teringat sebagian besar teman-teman seblok di sel penjara mencaci makiku dengan kalimat: koruptor, koruptor itu binatang paling buas dan paling menjijikkan. Makanannya darah dan keringat rakyat.
"Ingatlah Tuhan bertaubatlah, alhamdulillah jika kau mau tekun berguru pada Tuhan. Karena Tuhan adalah mahagurunya para mahaguru sedunia. Ia ultra Maha dalam segala-galanya," bisik lirih dan lembut sahabatku itu tapi itu sangat mengguncang jantungku. Karena aku jadi teringat akan siksa neraka yang amat menyakitkan. Kata petugas penjara, tadi aku sempat pingsan satu jam. Tanpa basabasi lagi, aku langsung bersujud, sambil berterima kasih pada Tuhan, yang belum mencabut nyawaku, lalu aku bertekad, setiap saat akan berdoa dan bertaubat. Tapi apakah rakyat mau mengampuni dosa-dosaku?
✿✿✿
Samarinda, 3 Februari 2011
ABDUL RAHIM HASIBUAN DILAHIRKAN di Surabaya, 25 Agustus 1956. Mantan pemimpin redaksi Tabloid Pelopor dan Mahakam Pers serta Daya Televisi (1999--2004) ini pernah menjabat sebagai Redaktur Seni-Sastra-Budaya di mingguan BS Jaya (1980--1984), juga sebagai wartawan harian Manuntung (1991).
Berikut menjadi koresponden berbagai majalah, seperti Detektif Romantika, Detik, Kriminalitas dan Pencegahan terbitan Jakarta, juga Majalah Fakta Surabaya (1991--1993). la pernah menjadi Ketua Umum Ikatan Pencinta Sastra.
Ia mengawali karir jurnalistik sebagai penulis lepas bidang seni di beberapa surat kabar terbitan Kaltim maupun harian Merdeka Jakarta, Surabaya Post, Banjarmasin Post, dan Detektif Romantika. la menulis puisi, cerpen, esai, artikel, dan novelet. Beberapa karyanya dimuat di beberapa surat kabar dan majalah terbitan Kaltim maupun Jakarta. Karya-karya puisinya bersama Emha Dhanyswara/Hamdani (tanpa judul) pernah diterbitkan Dewan Kesenian Samarinda/DKS (1980).
Beberapa puisinya dapat dijumpai dalam antologi Merobek Sepi terbitan DKS (1978) dan antologi Secuil Bulan di Atas Mahakam terbitan Dewan Kesenian Daerah Kaltim (2000). Puisinya yang berjudul "Wasiat dan "Demokrasi" dimuat pada antologi Medan Puisi (Medan Internasional Poetry Gathering) tahun 2007. Selain aktivitas sastra tersebut, ia sangat aktif sebagai project officer kursus teater Dewan Kesenian Samarinda, bekerjasama dengan Bengkel Teater Rendra (1978, 1979, 1980) di Samarinda.
Selain itu, ia pernah membacakan puisi-puisinya pada berbagai acara kesenian, yaitu Musyawarah Dewan Kesenian se-Indonesia di Ujung Pandang (1992), TV Jerman Channel II (1992), serta Pertemuan Teater Indonesia di Surakarta (1993). Pun pada Jambore Teater Nasional (1994--1995) dan Renungan Proklamasi di Taman Ismail Marzuki/TIM Jakarta (19931. Mengamati Lomba Baca Puisi Piala HB. Yasin di Jakarta (1993--1995).
Puluhan karyanya, baik berupa berita, esai, profil, kritik, puisi, cerpen, novelet, dan naskah drama Islami telah diterbitkan berbagai media massa. Puisinya berjudul "Main-Main" ditanyangkan TVRI Pusat. Cerpennya "Investor" dan "Mesin Sex" mendapat Surat Penghargaan sebagai Peserta Sayembara Australia Broadcasting Coorporation dan Voice of Amerika (1987). Cerpen lainnya. "Wartawan Cap Gadis dan "Kembalinya Orang Hukuman sekaligus menjuarai Peringkat I dan II. Puisinya berjudul "Iklan" sebagai Pemenang Juara Harapan I untuk Lomba Penulisan Puisi dalam Lomba Penulisan HUT X SKM Sampe.
la juga seorang dramawan. Aktivitas berteaternya cukup banyak, di antaranya pernah mentas di acara kesenian Musyawarah Dewan Kesenian se-indonesia di Makassar (1979). la juga menjadi official artistic tim Kaltim pada Pekan Drama Tari dan Teater Daerah tingkat nasional di TIM Jakarta (1984). la juga mengikuti diskusi Puisi Amerika Abad XX di Surabaya yang diselenggarakan oleh Lembaga Indonesia Amerika; Mengikuti seminar Internasional Sastra Indonesia-Melayu (2007), yang diselenggarakan Pusat Bahasa RI di Samarinda. Menjadi narasumber Bengkel Sastra di Berau, yang diselenggarakan Kantor Bahasa Kaltim, dan di Samarinda (2006 dan 2007). la pernah menggagas Pekan Teater Kalimantan di Kabupaten Kutai Kartanegara sekaligus sebagai tim perumus rekomendasinya. Sedangkan pada acara Jambore Teater Nasional di Jakarta (1994--1995) ia berperan sebagai pembicara, moderator, sekretaris merangkap anggota dewan juri pada acara lomba akting
Berikut ia anggota dewan juri Cipta Puisi POSPENAS se-Kaltim tahun 2007. Peserta Kongres Cerita Pendek ke-V di Banjarmasin (2007). Ia pernah duduk sebagai Anggota Komite Litbang Dewan Kesenian Provinsi Kaltim periode 2007--2012 .
Sumber: Buku "Kalimantan dalam Puisi Indonesia"









0 comments:
Post a Comment