Saturday, May 9, 2020

Benarkah Cina dan Rusia Meningkatkan Kerja Sama untuk Menyebarkan Narasi Palsu atas Pandemi COVID-19?


Departemen Luar Negeri AS - Hong Kong Free Press


Cina (Republik Rakyat Cina/RRC) dan Rusia dikenal sebagai dua negara adidaya berhaluan komunis yang telah lama bekerja sama dalam banyak aspek kehidupan.

Terkait COVID-19, Amerika Serikat pada hari Jumat (8/5/2020) berpendapat bahwa Cina dan Rusia meningkatkan kerja sama untuk menyebarkan narasi palsu atas pandemi coronavirus, dengan mengatakan Beijing semakin mengadopsi teknik yang diasah oleh Moskow.

"Bahkan sebelum krisis COVID-19, kami menilai tingkat koordinasi tertentu antara Rusia dan RRC dalam ranah propaganda," kata Lea Gabrielle, koordinator Pusat Keterlibatan Global Departemen Luar Negeri AS, yang melacak propaganda asing seperti terlansir Hong Kong Free Press, Sabtu (9/5/2020).

"Tetapi dengan pandemi ini, kerja sama ini telah meningkat dengan cepat," katanya kepada wartawan.

"Kami melihat konvergensi ini sebagai hasil dari apa yang kami anggap sebagai pragmatisme antara dua aktor yang ingin membentuk pemahaman publik tentang pandemi COVID-19 untuk tujuan mereka sendiri," tambahnya.

Global Engagement Center sebelumnya mengatakan ribuan akun media sosial yang terhubung dengan Rusia menyebarkan konspirasi tentang pandemi, termasuk menuduh bahwa virus yang pertama kali terdeteksi tahun lalu di kota metropolitan Wuhan di Cina diciptakan oleh Amerika Serikat.

Cina membuat marah Amerika Serikat ketika seorang juru bicara kementerian luar negeri mentweet konspirasi bahwa militer AS membawa virus ke Wuhan.

Masih dari sumber yang sama, menurut Global Engagement Center, Cina sekali lagi mengintensifkan kampanye daringnya untuk mempertahankan penanganan pandemi, yang telah menewaskan sekitar 270.000 orang di seluruh dunia, dan mengkritik Amerika Serikat.

"Beijing beradaptasi secara real time dan semakin menggunakan teknik yang telah lama dipekerjakan oleh Moskow," kata Gabrielle.

Cina semakin banyak menggunakan jaringan bot untuk memperkuat pesannya, lanjut Gabrielle.

Dia menyebutkan bahwa akun Twitter diplomatik resmi Cina tiba-tiba mengalami peningkatan pada akhir Maret, yakni berubah dari menambah sekitar 30 pengikut baru setiap hari menjadi lebih daripada 720. Dan penambahan itu seringkali dari akun yang baru dibuat.

Dirinya menjelaskan pula Cina pertama kali diamati menggunakan metode online seperti itu untuk “menabur perselisihan politik” di wilayah otonom Hong Kong, yang telah menngalami demonstrasi besar-besaran pro-demokrasi.

Selain itu, Gabrielle juga mengatakan Rusia dan Cina menemukan "konvergensi narasi" pada coronavirus, meskipun tidak mungkin untuk mengetahui sejauh mana koordinasi keduanya.

"Saya pikir ada beberapa contoh di mana kita pada dasarnya melihat narasi didorong oleh aktor negara lalu diulang oleh yang lain," katanya lagi.

0 comments: