Thursday, December 30, 2021

Bahasa Berangas dalam Dinamika Kehidupan Masyarakat Penuturnya

Penutur bahasa Berangas (Sumber: Kanal YouTube Mahmud Jauhari Ali)


Yuliati Puspita Sari

Apakah Anda pernah mengenal bahasa Berangas?  Bahasa ini merupakan satu bahasa daerah yang ada di Provinsi Kalimantan Selatan. Sesuai dengan namanya, bahasa Berangas ini dituturkan oleh masyarakat Suku Dayak Berangas. Suku Dayak Berangas adalah subetnis Suku Dayak Ngaju. Mereka mendiami bagian hilir Sungai Barito dan berpusat di Berangas, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan.  

Sebagian orang ada yang menyebut orang Berangas dengan sebutan orang Alalak. Hal ini disebabkan para penutur bahasa tersebut berada di daerah aliran Sungai Alalak. Mereka tinggal pada beberapa desa yang terletak di perbatasan Kota Banjarmasin dan Kabupaten Barito Kuala. 

Berdasarkan cerita rakyat yang berkembang dalam masyarakat Berangas, sebutan Berangas ini berasal dari kata baranggau yang artinya pohon mati.  Menurut cerita, dulu ketika orang-orang Balandean (Ujung Panti) pindah ke Berangas, mereka menemukan daratan yang di sepanjang tepian sungainya terdapat banyak pohon mati. Kemudian,  orang-orang tersebut menamai  tempat itu dengan kata baranggau yang artinya pohon mati. Lama kelamaan, kata baranggau ini berubah menjadi barangas, dan sekarang lebih lazim disebut dengan kata berangas.

Seiring dengan berjalannya waktu, penutur bahasa Berangas kian berkurang. Jika diamati lebih lanjut, ada dua faktor utama yang melatarbelakangi hal tersebut, yakni pertama, secara geografis, wilayah konsentrasi pemukiman orang-orang Dayak Berangas berada di antara orang-orang Banjar. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama di lapangan, orang-orang Dayak Berangas terbiasa hidup membaur dengan orang Banjar. Tingginya tingkat interaksi antara orang-orang Dayak Berangas dan orang-orang Banjar sangat berpengaruh terhadap bergesernya bahasa Berangas yang merupakan bahasa minoritas ke bahasa Banjar yang merupakan bahasa mayoritas;  kedua, adanya sikap kurang percaya diri orang-orang Dayak Berangas terhadap bahasanya. Ketika wawancara dilakukan terhadap orang-orang Berangas, terungkap bahwa mereka tidak percaya diri dengan bahasa nenek moyang mereka, yakni bahasa Berangas. Mereka menganggap bahwa bahasa Berangas tidak ‘sesantun’ bahasa Banjar.  Akibatnya, mereka enggan menggunakan bahasa tersebut dan enggan pula mengajarkan bahasa itu kepada generasi di bawahnya;  Keadaan seperti inilah yang akhirnya membuat bahasa Berangas mulai ditinggalkan oleh masyarakat penuturnya. 

Saat ini memang, masih ada beberapa orang penutur bahasa Berangas yang dapat ditemui.  Tetapi jumlah mereka sangat sedikit. Jika hal ini terus dibiarkan, bukan hal yang mustahil, suatu ketika bahasa ini hanya akan dapat ditemui dalam bentuk dokumentasi tertulis berupa laporan hasil penelitian.

Melihat kondisi yang  tengah dihadapi oleh bahasa Berangas tersebut, perlu dilakukan berbagai tindakan preventif demi mencegah atau setidaknya memperlambat laju kepunahan bahasa yang satu ini. Sikap positif  masyarakat Berangas terhadap bahasanya perlu ditumbuhkan sehingga para penutur aktifnya mau mengajarkan bahasa tersebut kepada yang lainnya dan orang-orang pun (khususnya orang-orang Berangas) dengan bangga mau mempelajari bahasa Berangas tersebut. Para orang tua perlu diberikan dorongan untuk menggunakan bahasa Berangas dalam ranah keluarga sehingga generasi muda Berangas tidak lagi asing dengan bahasanya sendiri. 

Peran pemerintah juga sangat diperlukan dalam hal ini.  Membuat spanduk-spanduk berbahasa Berangas yang dilengkapi dengan bentuk pengindonesiaannya dan menempatkan spanduk-spanduk itu di tempat-tempat strategis merupakan salah satu langkah sederhana tapi akan sangat berharga dalam menumbuhkan kembali kebanggaan orang-orang Berangas terhadap bahasanya. Ketika kebanggaan seseorang terhadap bahasanya sudah tumbuh, peluangnya untuk menggunakan bahasa tersebut juga akan semakin tinggi.  Semoga bahasa Berangas masih memiliki kesempatan untuk itu.


Yuliati Puspita Sari adalah peneliti di Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa


Sumber foto ilustrasi: Kanal YouTube Mahmud Jauhari Ali


0 comments: