Friday, December 18, 2020

PROLOG KORRIE LAYUN RAMPAN DALAM SUARA 5 NEGARA

 


Berenang dalam lautan puisi yang ditulis lebih dari seratus penyair dari lima negara merupakan hal yang menyenangkan. Namun untuk menulis pengantar yang akan menyelami makna dari sekian ratus puisi, bukanlah hal yang mudah. Meskipun puisi merupakan kebajikan rohani yang menakik-nakik perasaan, mengurai arti dan maknanya yang terdalam dari inti perasaan dan pemikiran bukanlah pekerjaan yang gampang. Untuk itu dibutuhkan pembacaan yang berulang-ulang secara mendalam, dengan penikmatan yang menyendiri, sehingga mampu ditemukan dan dipetik  makna utuhnya sebagai sajak.

Sebagaimana dikatakan penyair Acep Zamzam Noor, kata-kata puisi mengandung kerumitan¹ yang didasari oleh pengalaman yang ditulis dalam puisi berlapis-lapis. Dengan demikian, pembacaan harus mampu membuka lapisan-lapisan itu sampai ditemukan inti sajak dari berbagai pelapisan yang menjadi bahan yang diikat satu dengan lainnya.

Pengikatan sajak menggunakan media bahasa yang tidak saja bersifat diskursif dengan menyajikan kata-kata objektif dengan objektivasi komunikasi verbal. Bahasa puisi berbeda dari bahasa prosa yang bersifat denotatif, puisi menggunakan konotasi kata sehingga bahasa menempati posisinya sebagai bahasa imajinatif. Dengan demikian kerumitan dimulai ketika penyair menempatkan kata bukan hanya sebagai media komunikasi, tetapi sebagai media kreasi. Kata-kata yang ditempatkan di dalam sajak bersifat kreatif, sehingga menghasilkan pilihan yang membuahkan makna sejati dan agung.

Membaca puisi dari para penyair seperti A Amin Jamaluddin (Brunei Darusslam); Abdillah SM (Malaysia); Abdul Karim Amar (Indonesia); Abdul Salam HS (Indonesia); Abdul Rani (Indonesia); Abdul Razak  Othman (Malaysia); Abdullah Awang (Malaysia); Abu Rahmad (Indonesia); Ach Nurcholis Majid (Indonesia); Adella Azizah MP (Indonesia); Ahmad MD Tahir (Singapura); Ahmad S. Zahari (Indonesia); Ahmad Wayang (Indonesia); Agni Kasmaranwati (Indonesia); Andi Wahyu/Andi Magadhon (Indonesia); Asmira Suhadis (Malaysia); Akhmad Zailani (Indonesia); Arsyad Indradi (Indonesia); Ali Syamsudin Arsi (Indonesia); Alya Salaisha (Indonesia); Azridah Ps Abadi (Malaysia); Azmi Taib (Malaysia); Dee Dyantry (Indonesia); Desinta Sy. Mahadewi (Indonesia); Dian Hartati (Indonesia); Dianna Firefly (Indonesia); Dina Kurniawati/Addien Sjafar Qurnia (Indonesia); Dinda Az-Zahra (Indonesia); dan Dimas Arika Miharja (Indonesia) yang hanya sebagian kecil penulis kenal, selebihnya merupakan nama-nama asing yang membutuhkan penyelaman secara serius untuk mengenal bahasa mereka.

Di antara nama yang penulis kenal ialah Agni Kasmaranwati, Arsyad Indradi, Dian Hartati, dan Dimas Arika Miharja. Nama yang terakhir ini sebenarnya nama pena Prof.Dr. Sudaryono, penyair birokrat yang bermastautin di Jambi. Beberapa tahun lalu penulis pernah diminta menulis pengantar kumpulan puisinya yang sebagiannya disertakan dalam buku Antologi Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia. Penyair ini menemukan bahasanya secara bersih, tanpa menanam kerumitan yang berseluk-belik, akan tetapi menulis secara lebih cerah di dalam sintaksis yang bermuatan isi yang intim dan renyah.

Sajak adalah inti bahasa. Itu sebabnya para pemikir bahasa dan para penulis puisi sering merumuskan bahwa puisi harus ditulis dengan bahasa yang efektif. Efektivitas bahasa, kata, dan kalimat puitik yang khas efektif itu akan membuahkan tafsiran yang kaya. Letak kekayaan tafsiran itu membuahkan makna tertentu yang pada ahirnya memgbuat karya puisi itu jadi bersifat polyinterpratable dalam menentukan makna isinya secara sastrawi.

Sebagai inti bahasa, sajak selalu membuahkan persepsi dan penggambaran yang konkret. Dalam tataran tertentu, sastra atau puisi, atau karya estetis tertentu selalu berupaya mengonkritkan yang abstrak. Menurut Dr. Theo Huubers dalam bukunya Manusia Merenungkan Dirinya² memperlihatkan bahwa eksistensi berkaitan dengan (1) persepsi mengenai objek jasmani dalam keadaan hadir dan penggambaran mengenai objek jasmani dalam keadaan hadir (Dasein). Dalam penggambaran objek real direpresentasi, dan karena direpresentasi hanya muncul menurut sifat-sifatnya (Sosein). (2) Objek persepsi lebih lengkap daripada gambaran. Dalam gambaran banyak data yang ada dalam objak persepsi sudah hilang. (3) Objek persepsi dalam ruang yang objektif, gambaran dalam ruang bayangan. (4) Dalam persepsi objek dapat diamati selama beberapa waktu, sedangkan gambaran biasanya sulit ditahan. (5) Objek persepsi tidak dapat dipanggil kembali sebagai objek persepsi, gambaran dapat dibayangkan kembali. Dan, sebagaimana puisi-puisi yang diinginkan panitia adalah puisi-puisi protes, hasilnya apa yang dicapai oleh para penyair dengan persepsi dan pengamatan masing-masing yang kemudian ditulis dalam puisi yang disertakan dalam buku ini, Menurut Naga Pamungkas, ada sejumlah puisi yang harus disisihkan karena menggunakan kata-kata verbal yang terlalu kasar dan profan. Namun  para penyair El Adriani (Indonesia); ES Pernyata (Indonesia); Fajar Sidik (Indonesia); Fanny Ys (Indonesia); Fikrah Syailah  Adam (Indonesia); Grasia Renata  Lingga (Indonesia); Gabriel Kimjuan (Malaysia); Hadi Mulyadi (Indonesia); Hanna Fransisca/Zhu Yong Xia (Indonesia); Hasyuda Abadi (Malaysia); Hesti Daisy (Indonesia); Heri Sucipto (Kaltim-Indonesia); Herman Mutiara (Singapura); Ibnu HS (Indonesia); Indah DP (Indonesia); Idrisboi Boiboi (Malaysia); Isbedy Setiawan ZS (Indonesia); Jaya Ramba (Malaysia); Kahar Al Bahri (Indonesia); Kamaria Bte Buang (Singapura); Kamal Ishak (Malaysia); Khairul Arifin Angwa (Indonesia); Kony Fahran (Indonesia); Korrie Layun Rampan (Indonesia); Kiki Rukiana (Indonesia); Ladin Nuawi (Malaysia); Lailatul Kiptiyah (Indonesia); Lauh Sutan Kusnandar (Indonesia); Mahmud Jauhari Ali (Indonesia); Mahabbah El-Ahmady (Indonesia); M Abd Rahim  (Indonesia); Mawar Marzuki (Malaysia); Marsli NO  (Malaysia); Maya Brunei (Brunei Darussalam); Meidi Chandra (Indonesia); Mening (Indonesia); Muhammad Nurfarhan Hamzah (Malaysia); Muhammad Isaac Briant (Indonesia); Mohd Isa Abd Razak (Malaysia); Nadirah Junior (Malaysia); N Athirah Al-Labuani (Malaysia); Nano L Basuki (Indonesia); dan Nassury Ibrahim (Malaysia) telah menemukan bahasa yang pas sehingga imajinansi kreatif dan suara-suara miris maupun suara-suara yang melengking tinggi dari  mereka terwakili di dalam antologi yang cukup tebal ini.

Sebagaimana filsafat sebagai ibu ilmu pengetahuan, maka puisi merupakan ibu sastra. Sebagai ibu puisi melahirkan sastra dari imajinasi murni sebuah lihatan pengalaman fisik dan batin. Itu sebabnya penyair Radhar Panca Dahana mengatakan di dalam menulis sastra dan menjalani hidup sebagai sastrawan dibutuhkan integritas³ Sebagaimana integritas adalah suatu sikap dan kemauan yang secara moral menegakkan harga diri. Sastra, sebagaimana diamini bersama adalah karya estetik yang membawa sastrawan pada dunia pengakuan. Penyair Indonesia seperti Chairil Anwar, Amir Hamzah, Rendra, Subagio Sastrowardoyo, Sitor Situmorang, Afrizal Malna, Emha Ainun Nadjib, Gus tf Sakai, Jamal D. Rahman. Agus R. Sarjono, Cecep Syamsul Hari, Ajamuddin Tifani, Jamal T. Suryanata, dan lain-lain telah menegakkan integritas kepenyairan, sehingga eksistensi mereka dapat ditakar dalam integritas kesastrawanan.

Secara tematik, seperti dikatakan di atas, kumpulan ini pada awalnya hendak menghimpun karya puisi dengan tema perlawanan. Namun dalam perjalanan pengumpulan sajak, tema itu tak dapat dipertahankan, karena para penyair lebih ingin bebas menyatakan ide-ide jenial mereka. Maka disatukanlah tema-tema umum dan tema protes sosial di dalam antologi ini. Berkumpullah para penyair dari lima negara: Nenny Makmun (Indonesia); Nia Samsihono (Indonesia); Nina Rahayu Nadea (Indonesia); Norman Mohd Yusoff (Malaysia); Norgadis Labuan (Malaysia); Norjannah MA (Malaysia); Novy Noorhayati Syahfida (Indonesia); Nur Amanah (Indonesia); Nurfirman AS (Indonesia); Nurfarhan Hamzah (Malaysia); Phaosan Jehwae (Thailand); Poul Nanggang (Malaysia); Praja Rahman  (Indonesia); R Hamzah Dua (Malaysia); Rabeah Mohd Ali (Malaysia); Rama Putu Barata (Indonesia); Ramlee Jalimin Jainin (Malaysia); Ramli Jusoh (Malaysia); Ratna Dewi (Indonesia); Rahmat Ansyarif (Indonesia); Rahmat  Heldy (Indonesia); Ramli Jusoh (Malaysia); Redia Yosianto (Indonesia); Remmy Novaris DM (Indonesia); Rezqie Hidayatullah (Indonesia); Roma DP (Indonesia); Rosnani Ahmad (Malaysia); Rosmiaty Shaari (Malaysia); Rita Asfiani/Fia Pradita (Indonesia); Rizky Mula Saputra (Indonesia); Rubiah Dullah (Malaysia-); Sabahuddin Senin (Malaysia); Sabrina WS (Indonesia); Saifun Arif Kojeh (Indonesia); Santi Nurmayanti (Indonesia); Sani La Bise (Malaysia); Suhana Bt. Sarkawi (Malaysia); Sukron Jayadi (Indonesia); Sulthan ARP (Indonesia); Sutirman Eka Ardhana (Indonesia); Sofyan Rh Zaid (Indonesia); Sunthi Fatimah (Indonesia); Taufik Walhidayat (Indonesia); Tajuddin Noor Ganie (Indonesia); Ummi Husnah (Indonesia); Usup Supriyadi (Indonesia); Utomo Priyambodo  (Indonesia);  Wahyu Yudi (Indonesia); Wahyu Wibowo (Indonesia); Zabidin Hj Ismail (Malaysia); Zani El Kayong  (Indonesia); Zurinah Hassan (Malaysia); dan Zainal Abas (Malaysia) yang menyatakan di dalam pengucapan konkret mereka. Sajak-sajak yang terkumpul dari sekian banyak penyair ini berusaha menyampaikan berbagai ragam pemikiran kreatif yang dituangkan di dalam aneka ragam pengucapan yang sangat variatif.

Ini semuanya merupakan suara rakyat, suara bangsa. Dari sini, sesungguhnya, kalau ingin dibuat kajian model bahasa, struktur pikiran, atau struktur tema, kajian itu akan menghasilkan puluhan buku. Namun pengantar ini tidak akan membahas sajak-sajak itu satu per satu, karena mengingat ruang yang terbatas. Jika saja diadakan kajian struktuaralisme atau kajian semiotika—atau lainnya—antologi ini akan memberi materi yang amat kaya.

Untuk itu semua, penulis hanya mengucapkan selamat membaca. Semoga antologi ini memberi sumbangsih yang bermanfaat untuk masyarakat sastra, sastrawan, dan  penyair dari 5 negara. Saya berharap semoga antologi ini dilanjutkan dengan antologi-antologi berikutnya, baik antologi esai, puisi, cerpen, fragmen novel, dan fragmen drama.

 

 Samarinda, 29 Juli 2012

KORRIE LAYUN RAMPAN

  

Catatan:

¹Acep Zamzam Noor, Puisi dan Bulu Kuduk, 2011, Bandung: Nuansa, hlm. 21

²Penerbit Kanisius, cetakan ke-4, Yogyakarta, 1996, hlm. 91.

³ Dalam Sebotol Coklat Cair, 2008, Jakarta: Koekoesan, hlm.45. 


Biodata Korrie Layun Rampan



Korrie Layun Rampan (lahir di Samarinda, Kalimantan Timur, 17 Agustus 1953 –meninggal 19 November 2015 pada umur 62 tahun) adalah seorang sastrawan berkebangsaan Indonesia. Korrie merupakan pencetus penyusun buku Sastrawan Angkatan 2000 terbitan Gramedia Pustaka Utama yang memuat lebih dari seratus sastrawan, terdiri dari penyair, cerpenis, novelis, esais, dan kritikus sastra. Beberapa nama besar yang masuk dalam angkatan tersebut antara lain Afrizal Malna, Ahmadun Yosi Herfanda, Seno Gumira Ajidarma, Ayu Utami, Dorothea Rosa Herliany..

Sumber tulisan: Buku Suara 5 Negara (Antologi Puisi Penyair Lima Negara) 
Sumber foto dan biodata penulis: Wikipedia


0 comments: