Wednesday, April 15, 2020

Pilihan Bijak, Dua Pemuda Ini Memutuskan Tidak Mudik di Tengah Pandemi COVID-19

Kiri (Shidiq Pramono) dan kanan (Agus)

Ibarat burung, yang terbang pagi-pagi mencari santapan, kemudian mengepakkan sayap menuju sarang.

Begitu pula setiap orang pasti memiliki naluri kembali ke tanah kelahiran meski hidup enak di perantauan. Ada kenangan, manis dan getir, yang berpadu menjadi kisah tak terlupakan. Dan, sesekali ingin kembali menjamah semuanya lebih dekat di kampung halaman.

Tapi, hidup tidaklah selalu sejurus dengan naluri manusia. Ada kalanya berlawanan. Maka, keidealan sikaplah yang dikedepankan agar hidup lebih bermakna dan terasa indah.

Sebutlah contohnya di tengah COVID-19 yang menjadi pandemi global saat ini. Stay at home agaknya menjadi hal paling ideal untuk memutus rantai penyebaran wabah mematikan itu. Alternatif lainnya seperti menjaga jarak aman antarmanusia, terutama sekali saat berada di luar ruang.

Itulah sebabnya, menjelang bulan suci Ramadhan yang diikuti Idul Fitri pada tahun ini, sebagian ormas keagamaan semisal Muhammadiyah dan pemerintah di Indonesia sangat mengimbau para perantau untuk tidak mudik. Dengan kata lain, tetap berdiam diri di tanah perantauan dengan mengutamakan tetap tinggal di rumah.

Imbauan ini ditanggapi dengan beragam sikap oleh masyarakat luas, khusus kaum perantau. Seperti, ada yang tetap mudik dengan alasan paling populer, yakni karena sudah kangen keluarga di desa atau kota asal.

Berbeda dari mereka yang tetap memutuskan mudik, dua pemuda asal Kabupaten Klaten, Jawa Tengah ini memutuskan untuk tetap tinggal di Kalimantan Selatan hingga wabah COVID-19 reda.

Adalah Shidiq Pramono (26) dan Agus (30). Dalam keseharian di Kalimantan Selatan, mereka menjalankan usaha kedai mi ayam antara pukul 09.00--15.00 Wita (Waktu Indonesia bagian tengah).

Kami pun berbincang santai di kedai itu. Termasuk tentang mudik.

"Rencana mau pulang tanggal 15 April (hari ini), tetapi tidak jadi," ucap Shidiq.

Saat ditanya alasannya, Agus menjawab sambil bercanda, "Karena, aku tak mau ditinggal sendiri."

Maksudnya tidak mau dikarantina mandiri, terlebih jika harus masuk ruang isolasi yang disediakan Pemerintah Daerah Klaten.

Mengenai aktivitas selama bulan Ramadhan, mereka ingin stay at home.

Terlepas apa pun alasan mereka berdua, pilihan tetap tinggal di tanah perantauan saat pandemi global merupakan pilihan bijak. Benar saja, meskipun saat di perantauan para pemudik masih sehat, tetapi selama dalam perjalanan, ada kemungkinan mereka dapat terinfeksi COVID-19 (sangat tidak diharapkan).

Dan, agaknya ungkapan, "Tidak ingin merepotkan orang lain dengan penyakit sendiri" serta "Sedia payung sebelum hujan" sangat cocok selama wabah virus Corona jenis baru ini masih menyebar.

Ya, jika seseorang terinfeksi virus ini, tentu bukan hanya dirinya yang merasakan dampaknya. Pihak keluarga dan tim medis juga ikut terdampak. Paling parah, mereka bisa ikut terinfeksi. Maka, sangat masuk akal untuk melakukan tindakan pencegahan daripada harus berjuang melawan COVID-19 di dalam tubuh sendiri.

0 comments: