Monday, April 27, 2020

Filipina Harus Bekerja Sama dengan Vietnam, Malaysia, AS, Inggris, dan Australia untuk Cegah Agresi Cina Daratan


Sumber RFA


Cina daratan atau Republik Rakyat Cina adalah negara superpower. Kekuatan militer dan ekonomi Cina sangat luar biasa. Tanpa nuklir, Amerika Serikat pun akan kewalahan melawan Cina. Bisa dikatakan, negeri tirai bambu itu sebuah ancaman besar bagi setiap negara, terutama negara-negara berkekuatan sedang atau di bawahnya, semisal Filipina dan Malaysia.

Itulah sebabnya, sangat masuk akal bahwa Filipina harus mencari patroli bersama dengan Vietnam dan Malaysia di Laut Cina Selatan untuk mencegah agresi Cina di wilayah yang disengketakan, kata seorang mantan hakim agung, Antonio Carpio, kepada para wartawan di Manila, Senin seperti terlansir RFA pada hari yang sama.

Mengutip media itu, Antonio Carpio mengatakan Beijing tampaknya mengambil keuntungan dari pandemi COVID-19 untuk mendorong kehadirannya di laut yang kaya energi sambil menghentikan aksi yang dapat mengarah pada konfrontasi bersenjata dan kemungkinan menarik di Amerika Serikat.

"Cina mengambil keuntungan dari pandemi ini, dari kesulitan kita sekarang," kata Carpio dalam forum online yang diselenggarakan oleh Asosiasi Koresponden Asing Filipina (FOCAP). "Sudah waktunya untuk berbicara dengan tetangga kita," katanya. "Saya pikir kita harus melakukan patroli bersama dengan Vietnam dan Malaysia."

Ia menambahkan bahwa Manila dapat memperluas kerja sama dengan memasukkan pasukan Inggris dan Australia, serta sekutu tradisionalnya, Washington.

"Ada cukup banyak negara yang mau mendorong kembali melawan China," katanya.

Dirinya jyga mengatakan bahwa pulau-pulau Laut Cina Selatan tempat Cina telah membentengi pertahanan dan memasang rudal "adalah belati yang diarahkan ke kita."

“Cina menggunakan intimidasi. Ini menunjukkan kepada kita bahwa ia memiliki kapal perang besar, pulau-pulau yang dibentengi di Spratlys. Itulah strateginya, "kata Carpio, namun mencatat bahwa Cina juga menyadari bahwa" jika perang penembakan dimulai "Manila dapat memohon Kesepakatan Pertahanan Bersama dengan Amerika Serikat.

Masih dari sumber yang sama, ditandatangani pada tahun 1951, perjanjian itu menyerukan kepada Filipina dan Amerika Serikat untuk saling membantu satu sama lain pada saat terjadi agresi atau perang eksternal. Sekretaris Negara AS Mike Pompeo, dalam kunjungannya ke Manila tahun lalu, mengatakan pemerintahnya siap untuk menghormati komitmen itu, menggarisbawahi bahwa China tampaknya membatasi “kebebasan navigasi” di wilayah laut.

Seperti yang diketahui bahwa Beijing mengklaim hampir semua Laut Cina Selatan, jalur air vital yang dilalui sekitar 5 triliun dolar AS melalui perdagangan kapal yang ditanggung setiap tahun.

Sementara Brunei, Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Taiwan juga mengklaim sebagian perairan itu.

Dan Spratlys, rantai pulau dan atol di Laut Cina Selatan, diyakini berada di atas deposit mineral yang luas.

Meskipun semua penggugat atas klaim-klaim tersebut telah berulang kali sepakat untuk menahan diri dari gerakan yang dapat mengobarkan ketegangan di kawasan itu, tahun lalu, sebuah kapal Cina menabrak kapal penangkap ikan Filipina dan dengan tega meninggalkan 22 nelayan yang terdampar di laut

Beruntung sebuah kapal Vietnam yang lewat membantu mereka.

Selain itu, sebuah kapal penjaga pantai Cina diduga melakukan hal yang sama baru-baru ini kepada sebuah kapal nelayan Vietnam.

Kemudian, pekan lalu, Pompeo menuduh Cina mengerahkan kapal survei energi untuk memperebutkan perairan lepas Malaysia untuk mengintimidasi penuntut Laut Cina Selatan lainnya dari pengembangan sumber daya hidrokarbon di perairan kaya sumber daya kawasan.

Pompeo menegaskan kembali posisi AS bahwa China mengambil keuntungan dari pandemi untuk menekan klaimnya di Laut Cina Selatan dan terlibat dalam "perilaku provokatif."

Maka, satu-satunya cara terbaik adalah kerja sama antarnegara berkekuatan sedang seperti Filipina, Malaysia, Thailand,, daniwan untuk mencegah agresi Cina tersebut di atas.

0 comments: