Friday, December 20, 2019

Xinjiang, Tiananmen, dan Gwangju


Dari judul di atas hanya yang terakhir berada di luar Republik Rakyat China (RRC).

Ya, Gwangju adalah sebuah kota di selatan Seoul, Korea Selatan. Saat perpolitikan memanas di sana, massa yang mayoritas mahasiswa memadati jalan di kota itu. Mereka menyuarakan dua kata dalam satu kalimat seru, "Turunkan rezim! Dan, Tindakan represif militer menyebabkan ratusan massa gugur dalam perjuangan puncak pada tahun 1987 tersebut.

Lalu tragedi Tiananmen. Ini mirip dengan di Gwangju. Bahkan, penangananya sangat mirip. Berawal dari kian meningkatnya aksi protes massa pada musim semi 1989. Tuntutan mereka adalah kebebasan politik yang lebih besar.

Selanjutnya, massa aksi sekitar satu juta jiwa berkumpul di Lapangan Tiananmen, Beijing, RRC. Kemudian, tanggal 3--4 Juni pada tahun itu, militer RRC menuju Tiananmen dan juga bertindak represif terhadap massa aksi.

Nah, yang terakhir adalah Xinjiang. Sebuah kota di RRC ini secara harfiah bermakna daerah baru. Nama Xinjiang sendiri diberikan oleh Pemerintah Dinasti Manchu atau Qing.

Oleh penduduk setempat, nama ini dianggap sebagai sebutan sinis yang menyakiti perasaan mereka. Benar saja, kota yang dihuni mayoritas Suku Uighur itu semula merupakan bangsa yang merdeka. Negara mereka bernama Turkistan yang kemudian menjadi Turkistan Timur dan Barat. Xinjiang adalah bagian timurnya.

Itulah sebabnya, mereka lebih senang dan condong pada nama asli untuk menyebut kota tersebut, yakni Turkistan Timur atau Uighuristan.

Sebagai suku yang memeluk Islam, tentu ada perbedaan dalam hal jalan hidup. Maka, gesekan demi gesekan sering terjadi. Banyak sumber menyebutkan bahwa pihak militer RRC melakukan tindakan represif terhadap muslim Uighur hingga saat ini

Lalu apa yang dapat kita pelajari dari tiga wilayah di atas. Jika kita perhatikan, ketiganya terkait dengan tuntutan kebebasan rakyat dalam menentukan arah tujuan hidup mereka. Nah, yang jadi masalah, tuntutan tersebut berbenturan dengan kepentingan penguasa setempat.

Padahal, idealnya sebuah negara, entah kerajaan atau lainnya, adalah yang mampu memberikan kebebasan kepada rakyatnya dalam hidup dan kehidupan mereka. Salah satunya di Xinjiang. Mereka menginginkan kebebasan beribadah, bermuamalah, dan lainnya. Dengan kata lain, tanpa harus dicampurbaurkan dengan paham komunis yang dianut Pemerintah RRC.

Pertanyaannya, ke depan, akan adakah penyelesaian maksimal atas Xinjiang? Sebutlah melalui Persyarikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agar muslim Uighur mendapatkan kesejahteraan hidup mereka di sana?

0 comments: