Sunday, November 17, 2019

Tolong Berikan Kata-katamu agar Malamku Menjadi Siang yang Benderang


Bulan bundar yang keperakan terlihat muncul di permukaan laut. Tampak berpendar seperti cairan kelemayar. Para penumpang kapal pun berceloteh ramai tentangnya. Tentang malam yang didekap cahaya sang rembulan.

Paragraf di atas hanyalah sebatas ilustrasi terkait sesuatu keadaan, kondisi, atau semacamnya yang sedang menjadi buah bibir. Ya, di warung, pasar, lembah, gunung, bahkan di kamar pribadi dalam perbincangan hangat sepasang kekasih.

Jika sesuatu itu baik, agaknya bisa dimanfaatkan pihak terkait sebagai pencitraan. Kalau sebaliknya, maka sebisanya dialihkan ke hal lain. Bisa berupa peledakan bom di negeri musuh, kata-kata yang menyakiti banyak orang, atau hal lainnya yang berpotensi viral.

Judul di atas mungkin terkesan begitu romantis dalam kepuitisan. Bisa jadi mereka sepasang sastrawan yang sedang bergumul di bawah langit tanpa bulan. Bukan lagi temaram, melainkan gelap yang merayap-rayap.

Itulah sebabnya, sang pria meminta kepada kekasihnya "berkata-kata" agar malamnya yang gelap itu menjadi siang yang benderang. Hal ini sebenarnya sangat terasa dalam kehidupan nyata kita. Benarkah?

Perhatikan saja ketika ada isu tertentu yang di dalamnya terlibat sosok besar. Sudah menjadi kelaziman akan menyusul kata-kata atau hal lainnya yang dihebohkan. Fungsinya tentu sebagai pengalihan isu. Sedang tujuannya supaya isu itu terkubur dalam perbincangan yang dihebohkan tersebut. 

Lalu, bagaimanakah menyikapinya?

Sebagai masyarakat biasa, tetap tenang sambil mengamati kondisi terkini mungkin lebih baik daripada membiarkan isu yang sengaja dialihkan lenyap dari indra publik. Benar, terlalu ramai meributkan isu pengalih hanya akan mengamini tindakan mereka.

Eh, tak terasa air kopi saya mulai mendingin. Kini, saatnya menikmati seduhan air hitam di bawah rembulan.

0 comments: