Monday, January 14, 2019

KORRIE LAYUN RAMPAN (1953-....): TAK HENTI-HENTINYA BUKU SASTRA MENGALIR DARI TANGANNYA




oleh Tirto Suwondo


Siapa pun yang terjun ke dunia sastra Indonesia, barangkali tak ada yang tak mengenal nama Korrie Layun Rampan. Betapa tidak! Pengarang dengan segudang predikat (penyair, novelis, cerpenis, esais, kritikus, penulis cerita anak, penerjemah, penyusun leksikon, dan sebagainya) yang telah mengembara ke dunia sastra lebih 36 tahun ini telah menulis 334 naskah (58 novel, 62 kumpulan cerpen, 8 kumpulan puisi, 42 buku esai/kritik, 50 cerita anak, 7 buku teks/kamus, 7 antologi dan 100-an cerita terjemahan). Hingga kini (sejak 1971), tak henti-hentinya buku sastra mengalir dari tangannya. Bahkan, meski telah duduk sebagai Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Kutai Barat (Kaltim) Periode 2004-2009, ia pun tak hentinya menulis.

Secara fisik Korrie lahir di Samarinda (17 Agustus 1953, dari pasangan Paulus Rampan (ayah) dan Martha Renihay Edau Rampan (ibu). Masa kanak-kanak(sampai usia 7 tahun bermukim di Rinding), dan usia remajanya, juga di mana pendidikan dasar dan menengahnya, dilakoni di kota kelahirannya. Tetapi secara profesi ia lahir dan besar di Malioboro (Jogjakarta). Sebab setamat SMA (1970) ia hijrah ke Jogja bergabung dengan PSK (Persada Studi Klub)—sebuah komunitas sastra asuhan Umbu Landu Paranggi—yang bermarkas di Malioboro. Di Jogja iamemang kuliah di ekonomi jurusan Ilmu Keuangan dan Perbankan, kemudian masuk Jurusn Publisistik, dan selanjutnya masuk fakultas hukum sampai S2 spesialisasi hukum adat. Akan tetapi di tengah kesibukan  kuliah (1971-1977), ia justru suntuk belajar menulis satra bersama rekan-rekan PSK (Emha Ainun Najib, Linus Suryadi AG, Ragil Suwarna Pragolapati, Suryanto Sastroatmodjo, Saiff Bakham, Iman Budhi Santosa, Arwan Tuti Artha, Faisal Ismail, Yoko S. Passandaran, Gunoto Saparie, dan lain-lain yang jumlahnya menurut Ragil Suwarna Pragolati mencapai 1555 orang).

Di Jogja Korrie hanya sekitar 7 tahun. Sebab sejak 1978 pindah ke Jakarta. Tetapi dalam waktu singkat itu ia begitu cepat belajar dan cepat menjadi besar. Bayangkan, tak lama bergabung dengan PSK (1971), sejumlah puisi, cerpen, dan esainya menghiasi sekian banyak media massa. Lalu buku-bukunya pun seggera lahir: Matahari Pingsan di Ubun-ubun (puisi, 1974), Cermin sang Waktu (puisi, 1974), “Putih! Putih! Putih!” Sawan (bersama Gunoto Saparie, puisi, 1976), Malam Putih (cerpen, 1978), Upacara (novel, 1978), dan lain-lain. Dan novel Upacara-lah yang membuat dirinya menjadi “besar” setelah novel berwarna lokal Suku Dayak (Kalimantan) itu memperoleh Hadiah Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta 1976.

Di Jakarta Korrie kian produktif-kreatif. Di tengah kesibukannya sebagai editor Penerbit Cypress (1978-1980), wartawan dan redaktur Sinar Harapan (1980-1982), redaktur majalah Sarinah (sejak 1982-….), Pimpinan Yayasan Arus dan Penerbit Arus, pengasuh ruang sastra dan seni budaya RRI dan TVRI Pusat, Jakarta,  pengelola Pusat Dokumentasi Sastra Korrie Layun Rampan, sekian bukunya pun terus lahir: Kekasih  (1981), Suara Kesunyian (puisi, 1981), Nyanyian Kekasih (puisi, 1981), Perjalanan Guru Sejarah (cerpen, 1983), Puisi Indonesia Kini: Sebuah Perkenalan (esai, 1980), Cerpen Indonesia Mutakhir (esai, 1982),  Perjalanan Sastra Indonesia (esai, 1983), Suara Pancaran Sastra (esai, 1984), Kritik Sastra Indonesia Mutakhir (esai, 1984), Wajah Sastra Indonesia (esai, 1984), Sajak-sajak Cinta Rendra dan Angkatan 80 dalam Sastra Indonesia (esai, 1984), Kesusastraan Tanpa Kehadiran Sastra (esai, 1984), Nyanyian Ibadah (puisi, 1985), Jejak Langkah Sastra Indonesia (esai, 1986), Matahari Makin Memanjang (cerpen, 1986), Perhiasan Bumi (cerpen, 1986).                                                                                                                                                             

Riwayat kreatif Korrie memang mengherankan. Tentu kita bertanya kapan dia menulis. Sebab, sebagai redaktur Sarinah (merangkap Direktur Keuangan sampai akhir 2000), tentu ia sangat sibuk. Apalagi juga masih sangat sering diminta ceramah, mengajar, siaran di RRI dan TVRI, mengedit buku di penerbit, menerjemahkan, dan lain-lain. Mungkin ia punya “tangan seribu?” Tentu tidak.. Tapi yang jelas bukunya terus mengalir: Perhiasan Bulan (cerpen, 1988), Ratapan  (cerpen, 1999, cetakan ke-9 1995), Undangan Sahabat Rohani (puisi, 1991), Apresiasi Cerita Pendek 1,2,(esai, 1991), Perhiasan Matahari (cerpen, 1991), Hitam (cerpen, 1993), Tak Alang Kepalang (cerpen, 1993), Wanita Penyair Indonesia (1997), Aliran-Jenis Cerita Pendek (esai, 1999), Api Awan Asap (novel, 1999), Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia (antologi, 2000), Kembang Mayang (antologi, 2000), Dunia Perempuan (antologi, 2002), Wanita di Jantung Jakarta (novel, 2000), Rawa (cerpen, 2000), Lingkaran Kabut (novel, 2000), Perawan (novel, 2000), Leksikon Susastra Indonesia (kamus, 2000). Dan novel Api Awan Asap memenangkan Hadiah Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta, 1998.

Sejak 2001 Korrie menjadi Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Koran Sentawar Pos di Barong Tongkok, Kutai Barat, Kalimantan Timur.  Kesibukannya pun bertambah karena juga mengajar di Universitas Sendawar di Melak, Kutai Barat. Lebih-lebih ketika dipercaya pula sebagai anggota Panwaslu dan kemudian menjadi Ketua Komisi I DPRD Kutai Barat. Namun hal itu tak menghalangi waktunya menulis, terbukti buku-bukunya terus mengalir: Bunga (novel, 2002), Sendawar (novel, 2003), Tarian Gantar (cerpen, 2002), Lamin Ditinjau dari Sudut Sosiologi dan Antropolgi Budaya (kajian, 2003), Acuh Tak Acuh (cerpen, 2003), Tamiang Layang Lagu dari Negeri Cahaya (cerpen, 2002), Sejarah Kutai Barat (sejarah lokal, 2002), Wahai (cerpen, 2003), Riam (cerpen, 2003), Perjalanan ke Negeri Damai (cerpen, 2003), Teliuk Wengkay (cerpen, 2003), Melintasi Malam  (cerpen, 2003), Sayu (cerpen, 2004) Wanita Konglomerat (cerpen, 2005), Nyanyian Lara (cerpen, 2005), Rindu (cerpen, 2005), Tokoh-tokoh Cerita Pendek Dunia (esai, 2005), Tokoh-tokoh Cerita Pendek Indonesia (esai, 2005).

Seperti telah disebutkan, Korrie telah menulis 334 buku². Tapi buku-buku itu memang belum semuanya terbit. Tahun ini (2007) yang sudah disetujui pernerbit ada 17 judul dan 6 judul buku lama yang dipesan dalam proyek pemerintah. Ada sejumlah novel, kumpulan cerita pendek, esai dan kritik sastra yang masih berupa manuskrip. Selain itu buku sastra anak (prosa dan puisi) yang telah ditulisnya meliputi sekitar seratus judul, di antaranya: Pengembaraan Tonsa si Posa, Sinar Harapan, Jakarta, 1981, Nyanyian Tanah Air, Cypress, Jakarta, 1981,Nyanyian Nusantara, Bahtera Jaya, Lagu Rumpun Bambu, Cypress, Jakarta, 1983,Sungai, Cypress, Jakarta, 1985,Pohon-pohon Raksasa di Rimba Raya, Cypress, Jakarta, 1985,Cuaca di Atas Gunung dan Lembah, Cypress, 1985,Tokoh-tokoh Terkemuka dari Kalimantan, 1994, Nyanyian Pohon Palma, 1994, Namaku Paku, 1994, Pohon-pohon Raksasa di Rimba Nusantara, Balai Pustaka, 1995, Mulawarman dan 29 Tokoh Terkemuka Kalimantan, 1996,Aku untuk Hiasan, 1996, Namaku Kakatua, 1996, Namaku Ikan, 1996, Namaku Udang, 1996,Keluarga Kura-kura dan Penyu, 1997, Manusia Langit,  Balai Pustaka, Jakarta, 1997, Arapaima Bersama 39 Ikan Cantik Air Tawar, 1997,Cenderawasih Emas, 1997, Asal-Usul Api,  Pusat Bahasa, Jakarta, 2002, Asal-Usul Pesut, Kerapu dan 29 Jenis Ikan Laut Lainnya, Namaku Ular, Liur Emas, Lagu Semanis Madu, Namaku Rusa, Bertamasya ke Batavia, Namaku, Burung, Namaku Ikan Hias, Namaku Durian, Durian Raja Segala Buah, Namaku Semangka. Namaku Nangka dan Cempedak, Namaku Tumbuhan Langka, Setahun Menjadi 12 Bulan, Berguru kepada Kucing, Aji Salah Menipu Hantu, Asal-usul Pesut, Gadis BertahiLalat di Tengkuk, Legenda Dara Gantar, Ning Wandan Puri, Pohon Harta, Siluq Kembali dari Pusat Air, Asal-usul Garam, Ayam Menyambar Elang, Legenda Gua Kong Beng, Nyanyian Seekor Buaya, Putri Luway, Asal-usul Durian, Putri Serangga Inai, Hantu Dua Gigi, Matahari Memburu Bulan, Namaku Buahan Langka, 1, Namaku Buahan Langka, 2, Percakapan Pohon, Gunung Geseran Ayus, Putri Junjung Bulau, Yuvai Semaring, Asal-usul Kayu Besi, Asal-usul Samarinda, Asal-usul Balikpapan, Sungai Mahakam (dan lain-lain, KLR lupa judulnya, seluruhnya sekitar 100 judul).

Di samping menulis buku-buku tersebut dan menerjemahkan cerita anak bergambar (Seri Tupai Emas dan Serangga Merah) sekitar 100-an judul, Korrie juga menerjemahkan sejumlah cerpen karya sastrawan dunia: Leo Tolstoy, Guy de Maupassant, Luigi Pirandello, Anton Chekov, O’Henry, Knut Hamsun, Puskhin, dan lain-lain. Sebaliknya, selain sering dijadikan objek kajian (skripsi, makalah dan lain-lain),  di berbagai perguruan tinggi (terutama novel Upacara), sejumlah karya Korrie juga diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dunia (Inggris dan lain-lain). Terakhir cerpennya “Terbakar” (dimuat Jawa Pos, 2005) diterjemahkan ke dalam bahasa Swedia. Sementara karya-karya puisi, cerpen, esai, dan kritik sastranya juga dimuat dalam lebih dari 50 buku antologi bersama.

Berkat aktivitas dan kreativitasnya di bidang seni-sastra,Korrie sampai 21 Januari 2012 akhirnya mengantongi 16 hadiah dan penghargaan:
  1. Hadiah Lomba Penulisan Puisi IKIP Samarinda, 1969.
  2. Hadiah Penulisan Resensi Buku majalah Tifa Sastra Universitas Indonesia, Jakarta, 1976 (atau 1977?).
  3. Hadiah Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta dengan novel Upacara, 1976.
  4. Hadiah Mengarang Esai Mengenang 10 Tahun Wafatnya Sastrawan Iwan Simatupang yang diadakan oleh BKKNI DKI Jakarta dengan esai berjudul “Taman Iwan Simatupang”, 1980.
  5. Hadiah Yayasan Buku Utama Depdikbud RI untuk Kumpulan Puisi Anak-anak: Cuaca di Atas Gunung dan Lembah, 1985.
  6. Hadiah Mengarang Esai dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1991.
  7. Hadiah Jurnalistik Pembangunan dari Departemen Penerangan RI atas liputannya di Perbatasan Kalimantan Indonesia dan Sarawak, Malaysia Timur, 1992.
  8. Hadiah Sayembara Cerita Film dari Departemen Penerangan RI atas ceritanya “Matahari” dan nominasi “Wanita Konglomerat”, 1996.
  9. Hadiah Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta atas novelnya Api Awan Asap, 1998.
  10. Hadiah Yayasan Buku Utama Depdiknas RI atas cerita anak-anak: Manusia Langit, 1997 (diberikan tahun 2000).
  11. Kaltim Post Award 2004 atas kesetiaan, dedikasi, dan sejumlah prestasinya di dunia sastra selama lebih dari 30 tahun.
  12. Hadiah Seni 2006 bidang sastra dari Pemerintah Republik Indonesia atas prestasi, dedikasi, kontinyuitas, produktivitas, inovasi, dan kreativitasnya di dunia sastra lebih dari 35 tahun.
  13. Hadiah Tokoh Sastra Kalimantan Timur, 2009 dari Pemerintah Kota Balikpapan.
  14. Citra Darma Pustaloka, 2010, Hadiah dari Badan Perpustakaan Nasional, Jakarta atas dedikasi melayani bidang pustaka dengan mendirikan Pusat Dokumentasi Sastra Korrie Layun Rampan dan Rumah Sastra Korrie Layun Rampan.
  15. Hadiah Seni Sastra dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2012 yang diserahkan Dr.H. Awang Faroek Ishak, Gubernur Provinsi Kalimantan Timur,  dalam Sidang Paripurna DPRD Provinsi Kalimantan Timur, 9 Januari 2012 di Gedung DPRD Karang Paci, Samarinda.
  16. Hadiah Tokoh Seni-Budaya dari Organisasi Sempekat Tonyooi-Benuaq yang diberikan tanggal 21 Januari 2012 di Gedung Mulia Budi Samarinda.

Demikian  riwayat Korrie Layun Rampan yang selama hidup bersama istri dan ketujuh anaknya—yang terpisah-pisah—satu di Kuala Lumpur, satu di Jakarta, satu di Banjarmasin, satu di Sendawar, dan tiga lainnya masih kuliah dan sekolah di Samarinda. Kendati sibuk sebagai anggota legislatif, dosen, pengelola tambang,  kebun sawit, dan wartawan—dan terus bolak-balik Jakarta-Samarinda-Sendawar—ia tetap aktif menulis bahkan kini juga mengelola “Pusat Dokumentasi Sastra Korrie Layun Rampan” dan “Rumah Sastra Korrie Layun Rampan” di Sendawar, Kutai Barat, Kalimantan Timur.(*)





Tirto Suwondo, lahir di Grobogan, 1962. Meraih gelar sarjana dari Ikip Muhammadiyah Ygyakarta, magister sastra dari Universitas Gajah Mada, dan gelar dokotralnya dari Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dikenal sebagai seorang peneliti dan penulis esai. Pernah juga menulis puisi dan cerpen di Harian Masa Kini, tapi tidak dia teruskan. Kini menjabat Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah. Pernah jadi wartawan Detik, Media Indonesia, dan Kartini.

Tulisan-tulisannya tersebar di media massa lokal, nasional, dan regional (Brunei Darussalam). Pemimpin Redaksi Jurnal Widyaparwa. dan Dewan Redaksi Poetika. Sering menjuarai berbagai lomba penulisan esai sastrra.

Bukunya yang telah terbit Suara-suara yang Terbungkam (2001), Sastra Jawa Balai Pustaka 1917-1942 (2001), Studi Sastra (2003), Muryalelana: Riwayat, Karier, dan Karyanya (2005), Sastra Jawa dan Sistem  Komunikasi Modern (2007), Esai/Kritik Sastra Dalam Minggu Pagi, Masa Kini, dan Semangat (2007). Cerita anak-anaknya yang sudah terbit: Sang Pangeran dari Tuban (1996), Gaggalnya Sebuah Sayambara (1998),  Sepasang Naga di Telaga Sarangan (2004), Dan Langit pun Tak Lagi Kelabu (2005), Tugas Rahasiia si Buruk Rupa (2006). Buku-buku hasil penelitian sastranya telah diterbitkan Pusat Bahasa, Gama Press, Kalika Press, Adi Wacana, dan Gama Media.


0 comments: