oleh Tirto
Suwondo
Siapa pun yang terjun ke dunia sastra Indonesia,
barangkali tak ada yang tak mengenal nama Korrie Layun Rampan. Betapa tidak!
Pengarang dengan segudang predikat
(penyair, novelis, cerpenis, esais, kritikus, penulis cerita anak,
penerjemah,
penyusun leksikon, dan sebagainya) yang telah mengembara ke dunia sastra lebih
36 tahun ini telah menulis 334 naskah
(58 novel, 62 kumpulan cerpen, 8 kumpulan puisi, 42 buku esai/kritik, 50
cerita anak, 7 buku teks/kamus, 7 antologi dan 100-an cerita terjemahan).
Hingga kini (sejak 1971), tak henti-hentinya buku sastra mengalir dari
tangannya. Bahkan, meski telah duduk sebagai Ketua Komisi I DPRD Kabupaten
Kutai Barat (Kaltim) Periode 2004-2009, ia pun tak hentinya menulis.
Secara fisik Korrie lahir di Samarinda (17 Agustus 1953,
dari pasangan Paulus Rampan (ayah) dan Martha Renihay Edau Rampan (ibu). Masa
kanak-kanak(sampai usia 7 tahun bermukim di Rinding), dan usia remajanya, juga
di mana pendidikan dasar dan menengahnya, dilakoni di kota kelahirannya. Tetapi
secara profesi ia lahir dan besar di Malioboro (Jogjakarta). Sebab setamat SMA
(1970) ia hijrah ke Jogja bergabung dengan PSK (Persada Studi Klub)—sebuah
komunitas sastra asuhan Umbu Landu Paranggi—yang bermarkas di Malioboro. Di Jogja iamemang
kuliah di ekonomi jurusan Ilmu Keuangan dan Perbankan, kemudian masuk Jurusn
Publisistik, dan selanjutnya masuk fakultas hukum sampai S2 spesialisasi hukum
adat. Akan tetapi di tengah kesibukan
kuliah (1971-1977), ia justru suntuk belajar menulis satra bersama rekan-rekan
PSK (Emha Ainun Najib, Linus Suryadi AG, Ragil Suwarna Pragolapati, Suryanto
Sastroatmodjo, Saiff Bakham, Iman Budhi Santosa, Arwan Tuti Artha, Faisal
Ismail, Yoko S. Passandaran, Gunoto Saparie, dan lain-lain yang jumlahnya
menurut Ragil Suwarna Pragolati mencapai 1555 orang).
Di
Jogja Korrie hanya sekitar 7 tahun. Sebab sejak 1978 pindah ke Jakarta. Tetapi
dalam waktu singkat itu ia begitu cepat belajar dan cepat menjadi besar.
Bayangkan, tak lama bergabung dengan PSK (1971), sejumlah puisi, cerpen, dan
esainya menghiasi sekian banyak media massa. Lalu buku-bukunya pun seggera
lahir: Matahari Pingsan di Ubun-ubun (puisi,
1974), Cermin sang Waktu (puisi,
1974), “Putih! Putih! Putih!” Sawan (bersama
Gunoto Saparie, puisi, 1976), Malam Putih
(cerpen, 1978), Upacara (novel,
1978), dan lain-lain. Dan novel Upacara-lah
yang membuat dirinya menjadi “besar” setelah novel berwarna lokal Suku Dayak
(Kalimantan) itu memperoleh Hadiah Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian
Jakarta 1976.
Di
Jakarta Korrie kian produktif-kreatif. Di tengah kesibukannya sebagai editor
Penerbit Cypress (1978-1980),
wartawan dan redaktur Sinar Harapan
(1980-1982), redaktur majalah Sarinah
(sejak 1982-….), Pimpinan Yayasan Arus dan Penerbit Arus, pengasuh ruang sastra
dan seni budaya RRI dan TVRI Pusat, Jakarta,
pengelola Pusat Dokumentasi Sastra Korrie Layun Rampan, sekian bukunya
pun terus lahir: Kekasih
(1981), Suara Kesunyian (puisi,
1981), Nyanyian Kekasih (puisi,
1981), Perjalanan Guru Sejarah
(cerpen, 1983), Puisi Indonesia Kini:
Sebuah Perkenalan (esai, 1980), Cerpen
Indonesia Mutakhir (esai, 1982), Perjalanan Sastra Indonesia (esai, 1983), Suara Pancaran Sastra (esai, 1984), Kritik Sastra Indonesia Mutakhir (esai,
1984), Wajah Sastra Indonesia (esai,
1984), Sajak-sajak Cinta Rendra dan
Angkatan 80 dalam Sastra Indonesia (esai, 1984), Kesusastraan Tanpa Kehadiran Sastra (esai, 1984), Nyanyian Ibadah (puisi, 1985), Jejak Langkah Sastra Indonesia (esai,
1986), Matahari Makin Memanjang
(cerpen, 1986), Perhiasan Bumi
(cerpen, 1986).
Riwayat
kreatif Korrie memang mengherankan. Tentu kita bertanya kapan dia menulis.
Sebab, sebagai redaktur Sarinah
(merangkap Direktur Keuangan sampai akhir 2000), tentu ia sangat sibuk. Apalagi
juga masih sangat sering diminta ceramah, mengajar, siaran di RRI dan TVRI,
mengedit buku di penerbit, menerjemahkan, dan lain-lain. Mungkin ia punya “tangan
seribu?” Tentu tidak.. Tapi yang jelas bukunya terus mengalir: Perhiasan Bulan (cerpen, 1988), Ratapan (cerpen, 1999, cetakan ke-9
1995), Undangan Sahabat Rohani
(puisi, 1991), Apresiasi Cerita Pendek
1,2,(esai, 1991), Perhiasan Matahari
(cerpen, 1991), Hitam (cerpen, 1993),
Tak Alang Kepalang (cerpen, 1993), Wanita Penyair Indonesia (1997), Aliran-Jenis Cerita Pendek (esai, 1999),
Api Awan Asap (novel, 1999), Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia
(antologi, 2000), Kembang Mayang
(antologi, 2000), Dunia Perempuan
(antologi, 2002), Wanita di Jantung
Jakarta (novel, 2000), Rawa
(cerpen, 2000), Lingkaran Kabut
(novel, 2000), Perawan (novel, 2000),
Leksikon Susastra Indonesia (kamus,
2000). Dan novel Api Awan Asap memenangkan
Hadiah Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta, 1998.
Sejak
2001 Korrie menjadi Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Koran Sentawar Pos di Barong Tongkok, Kutai Barat, Kalimantan Timur. Kesibukannya pun bertambah karena juga
mengajar di Universitas Sendawar di Melak, Kutai Barat. Lebih-lebih ketika
dipercaya pula sebagai anggota Panwaslu dan kemudian menjadi Ketua Komisi I
DPRD Kutai Barat. Namun hal itu tak menghalangi waktunya menulis, terbukti
buku-bukunya terus mengalir: Bunga
(novel, 2002), Sendawar (novel, 2003),
Tarian Gantar (cerpen, 2002), Lamin Ditinjau dari Sudut Sosiologi dan
Antropolgi Budaya (kajian, 2003), Acuh
Tak Acuh (cerpen, 2003), Tamiang
Layang Lagu dari Negeri Cahaya (cerpen, 2002), Sejarah Kutai Barat (sejarah lokal, 2002), Wahai (cerpen, 2003), Riam (cerpen,
2003), Perjalanan ke Negeri Damai
(cerpen, 2003), Teliuk Wengkay
(cerpen, 2003), Melintasi Malam (cerpen,
2003), Sayu (cerpen, 2004) Wanita Konglomerat (cerpen, 2005), Nyanyian Lara (cerpen, 2005), Rindu (cerpen, 2005), Tokoh-tokoh Cerita Pendek Dunia (esai,
2005), Tokoh-tokoh Cerita Pendek
Indonesia (esai, 2005).
Seperti
telah disebutkan, Korrie telah menulis 334 buku². Tapi buku-buku itu memang
belum semuanya terbit. Tahun ini (2007) yang sudah disetujui pernerbit ada 17
judul dan 6 judul buku lama yang dipesan dalam proyek pemerintah. Ada sejumlah
novel, kumpulan cerita pendek, esai dan kritik sastra yang masih berupa
manuskrip. Selain itu buku sastra anak (prosa dan puisi) yang telah ditulisnya meliputi
sekitar seratus judul, di antaranya: Pengembaraan
Tonsa si Posa, Sinar Harapan, Jakarta, 1981, Nyanyian Tanah Air, Cypress, Jakarta, 1981,Nyanyian Nusantara, Bahtera Jaya, Lagu Rumpun Bambu, Cypress, Jakarta, 1983,Sungai, Cypress, Jakarta, 1985,Pohon-pohon
Raksasa di Rimba Raya, Cypress, Jakarta, 1985,Cuaca di Atas Gunung dan Lembah, Cypress, 1985,Tokoh-tokoh Terkemuka dari Kalimantan, 1994, Nyanyian Pohon Palma, 1994, Namaku
Paku, 1994, Pohon-pohon Raksasa di
Rimba Nusantara, Balai Pustaka, 1995, Mulawarman
dan 29 Tokoh Terkemuka Kalimantan, 1996,Aku
untuk Hiasan, 1996, Namaku Kakatua,
1996, Namaku Ikan, 1996, Namaku Udang, 1996,Keluarga Kura-kura dan Penyu, 1997, Manusia Langit, Balai
Pustaka, Jakarta, 1997, Arapaima Bersama
39 Ikan Cantik Air Tawar, 1997,Cenderawasih
Emas, 1997, Asal-Usul Api, Pusat Bahasa, Jakarta, 2002, Asal-Usul Pesut, Kerapu dan 29 Jenis Ikan
Laut Lainnya, Namaku Ular, Liur Emas, Lagu Semanis Madu, Namaku Rusa, Bertamasya
ke Batavia, Namaku, Burung, Namaku Ikan Hias, Namaku Durian, Durian Raja Segala
Buah, Namaku Semangka. Namaku Nangka dan Cempedak, Namaku Tumbuhan Langka, Setahun
Menjadi 12 Bulan, Berguru
kepada Kucing, Aji Salah Menipu Hantu, Asal-usul Pesut, Gadis BertahiLalat di Tengkuk,
Legenda
Dara Gantar, Ning Wandan Puri, Pohon Harta, Siluq Kembali dari Pusat Air,
Asal-usul
Garam, Ayam
Menyambar Elang, Legenda Gua Kong Beng, Nyanyian Seekor Buaya, Putri Luway, Asal-usul Durian, Putri Serangga Inai, Hantu Dua Gigi, Matahari Memburu Bulan, Namaku Buahan Langka, 1, Namaku Buahan Langka, 2, Percakapan Pohon, Gunung Geseran Ayus, Putri Junjung Bulau, Yuvai Semaring, Asal-usul Kayu Besi, Asal-usul Samarinda, Asal-usul Balikpapan, Sungai Mahakam (dan lain-lain, KLR lupa judulnya,
seluruhnya sekitar 100 judul).
Di
samping menulis buku-buku tersebut dan menerjemahkan cerita anak bergambar
(Seri Tupai Emas dan Serangga Merah) sekitar 100-an judul, Korrie juga menerjemahkan
sejumlah cerpen karya sastrawan dunia: Leo Tolstoy, Guy de Maupassant, Luigi
Pirandello, Anton Chekov, O’Henry, Knut Hamsun, Puskhin, dan lain-lain.
Sebaliknya, selain sering dijadikan objek kajian (skripsi, makalah dan
lain-lain), di berbagai perguruan tinggi
(terutama novel Upacara), sejumlah
karya Korrie juga diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dunia (Inggris dan
lain-lain). Terakhir cerpennya “Terbakar” (dimuat Jawa Pos, 2005) diterjemahkan ke dalam bahasa Swedia. Sementara
karya-karya puisi, cerpen, esai, dan kritik sastranya juga dimuat dalam lebih
dari 50 buku antologi bersama.
Berkat
aktivitas dan kreativitasnya di bidang seni-sastra,Korrie sampai 21 Januari
2012 akhirnya mengantongi 16 hadiah dan penghargaan:
- Hadiah Lomba Penulisan
Puisi IKIP Samarinda, 1969.
- Hadiah Penulisan Resensi
Buku majalah Tifa Sastra
Universitas Indonesia, Jakarta, 1976 (atau 1977?).
- Hadiah Mengarang Roman
Dewan Kesenian Jakarta dengan novel Upacara,
1976.
- Hadiah Mengarang Esai
Mengenang 10 Tahun Wafatnya Sastrawan Iwan Simatupang yang diadakan oleh
BKKNI DKI Jakarta dengan esai berjudul “Taman Iwan Simatupang”, 1980.
- Hadiah Yayasan Buku Utama
Depdikbud RI untuk Kumpulan Puisi Anak-anak: Cuaca di Atas Gunung dan Lembah, 1985.
- Hadiah Mengarang Esai dari
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
RI, 1991.
- Hadiah Jurnalistik
Pembangunan dari Departemen Penerangan RI atas liputannya di Perbatasan
Kalimantan Indonesia dan Sarawak, Malaysia Timur, 1992.
- Hadiah Sayembara Cerita
Film dari Departemen Penerangan RI atas ceritanya “Matahari” dan nominasi
“Wanita Konglomerat”, 1996.
- Hadiah Sayembara Mengarang
Roman Dewan Kesenian Jakarta atas novelnya Api Awan Asap, 1998.
- Hadiah Yayasan Buku Utama
Depdiknas RI atas cerita anak-anak: Manusia
Langit, 1997 (diberikan tahun 2000).
- Kaltim
Post Award 2004
atas kesetiaan, dedikasi, dan sejumlah prestasinya di dunia sastra selama
lebih dari 30 tahun.
- Hadiah
Seni 2006
bidang sastra dari Pemerintah Republik Indonesia atas prestasi, dedikasi,
kontinyuitas, produktivitas, inovasi, dan kreativitasnya di dunia sastra
lebih dari 35 tahun.
- Hadiah Tokoh Sastra
Kalimantan Timur, 2009 dari Pemerintah Kota Balikpapan.
- Citra Darma Pustaloka,
2010, Hadiah dari Badan Perpustakaan Nasional, Jakarta atas dedikasi
melayani bidang pustaka dengan mendirikan Pusat Dokumentasi Sastra Korrie
Layun Rampan dan Rumah Sastra Korrie Layun Rampan.
- Hadiah Seni Sastra dari Pemerintah
Provinsi Kalimantan Timur, 2012
yang diserahkan Dr.H. Awang Faroek Ishak, Gubernur Provinsi Kalimantan
Timur, dalam Sidang Paripurna DPRD
Provinsi Kalimantan Timur, 9 Januari 2012 di Gedung DPRD Karang Paci,
Samarinda.
- Hadiah
Tokoh Seni-Budaya
dari Organisasi Sempekat Tonyooi-Benuaq yang diberikan tanggal 21 Januari
2012 di Gedung Mulia Budi Samarinda.
Demikian riwayat Korrie Layun Rampan yang selama hidup
bersama istri dan ketujuh anaknya—yang terpisah-pisah—satu di Kuala Lumpur,
satu di Jakarta, satu di Banjarmasin, satu di Sendawar, dan tiga lainnya masih
kuliah dan sekolah di Samarinda. Kendati sibuk sebagai anggota legislatif,
dosen, pengelola tambang, kebun sawit,
dan wartawan—dan terus bolak-balik Jakarta-Samarinda-Sendawar—ia tetap aktif
menulis bahkan kini juga mengelola “Pusat Dokumentasi Sastra Korrie Layun Rampan”
dan “Rumah Sastra Korrie Layun Rampan” di Sendawar, Kutai Barat, Kalimantan
Timur.(*)
Tirto Suwondo, lahir di Grobogan, 1962. Meraih
gelar sarjana dari Ikip
Muhammadiyah Ygyakarta, magister sastra dari Universitas Gajah Mada, dan gelar
dokotralnya dari Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dikenal sebagai seorang peneliti dan penulis esai. Pernah
juga menulis puisi dan cerpen di Harian Masa
Kini, tapi tidak dia teruskan. Kini menjabat Kepala Balai Bahasa Jawa
Tengah. Pernah jadi wartawan Detik, Media
Indonesia, dan Kartini.
Tulisan-tulisannya
tersebar di media massa lokal, nasional, dan regional (Brunei Darussalam).
Pemimpin Redaksi Jurnal Widyaparwa.
dan Dewan Redaksi Poetika. Sering menjuarai
berbagai lomba penulisan esai sastrra.
Bukunya
yang telah terbit Suara-suara yang
Terbungkam (2001), Sastra Jawa Balai
Pustaka 1917-1942 (2001), Studi
Sastra (2003), Muryalelana: Riwayat,
Karier, dan Karyanya (2005), Sastra
Jawa dan Sistem Komunikasi Modern
(2007), Esai/Kritik Sastra Dalam Minggu
Pagi, Masa Kini, dan Semangat (2007). Cerita anak-anaknya yang sudah
terbit: Sang Pangeran dari Tuban (1996),
Gaggalnya Sebuah Sayambara (1998), Sepasang Naga di Telaga Sarangan (2004), Dan Langit pun Tak Lagi Kelabu (2005), Tugas Rahasiia si Buruk Rupa (2006). Buku-buku hasil penelitian sastranya
telah diterbitkan Pusat Bahasa, Gama Press, Kalika Press, Adi Wacana, dan Gama
Media.
0 comments:
Post a Comment