Thursday, April 8, 2021

Puisi-Puisi Iberamsyah Barbary dalam Serumpun Ayat-Ayat Tuhan


Bismillah

Kupinjam ayat-ayat-Mu untuk berpuisi
Biar selamat merenangi lautan hati manusia
yang selalu bersiasat
Yang semua belum tentu mengerti,
luasnya rasa apalagi prasangka

Bismillah
Kupinjam ayat-ayat-Mu untuk berpuisi
Biar tidak tenggelam menyelam dalam duga
Yang semua orang terbatas dalam meraba
dan menyimpan napas yang tersisa

Bismillah
Kupinjam ayat-ayat-Mu untuk berpuisi
Biar aku tidak besar kepala, dalam bangga membusung dada
Jangan sampai puisi menjadi berhala

Bismillah
Kupinjam ayat-aya-Mu untuk berpuisi
Biar aku semakin mengerti,
keterbatasan mampu merangkai kata
Satu hurup pun aku tak punya

Bismillah
Kupinjam ayat-ayat-Mu untuk berpuisi
Kurangkai tulis, kurangkai kata, pena tulis menggores arti
Sedikit tak punya arti, mampuku hanya basa-basi
Kasih sayang-Mu lah yang bisa memberi arti
Untuk dimengerti


Cerita Tentang Pahlawan Ampera

Di saat demonstrasi, kami bernyanyi maju tak gentar
Antara seraknya suara, kami tulis di langit Indonesia
Pernyataan penuntutan, lapar harus dibayar,
bubarkan para pendusta
Merayapi liku lorong kota
Berjejer tentara hijau-hijau bertopi baja
dan Pekik pelumpung mesiu, memadu ketegangan kala itu
Ada insan terbaring didekap tembaga pijar,
menyumbat teriakkannya
Lahar jiwa panas, memerah basah darah
Membusa merah, tanpa komando kami maju tak lelah
Tak menyerah
Mewarnai dadanya merah putih berkibar-kibar
Dia tidak tahu jam berapa kembali
Kenapa meski berlaku, dia terlalu muda untuk terjadi
kenapa meski terbaring, anak harapan bangsa
Sedangkan dia angkat poster, tinggi-tinggi agar dunia membaca
Juga teriak ampera, sampai ke penjuru negeri

Ohai
Insan yang terbaring menatap langit yang lagi kelabu
Duka aku buat cerita kepada anak negeri
Semata air mata mengenang kala itu, laskar kami roboh
Tentara penjaga negeri meraih pelatuk mesiu,
hadiah yang tidak semestinya
Memaksa, terpaksa kau terima sebagai takdir,
klimak penderitaan rakyat
Daun hijau terkapar di kemudaan, menyemai rimbun
Anak muda perkasa
Mengecup senja, menyala, mewarnai langit sejarah negeri
Tinggal cita dan cinta di bumi serba gersang kala itu
Di rangkulan bunda pertiwi, bermanja
Tidak ada nyanyi lagi
Kau samadi berlayar ke negeri jauh tak bertepi
Bawa pernyataan kembali memuja Tuhan

1965

Tentang Penyair



Sastrawan yang satu ini lebih dikenal sebagai penyair gurindam. Benar saja, bersama gurindam karyanya, ia “meroket  ke langit” sastra nusantara kita.  Misalnya pada Juli 2014 bersama buku gurindamnya yang berjudul Banjar Negeri Harum 1001 Gurindam, dirinya tampil memukau di Teater Kecil, Taman Ismial Marzuki, Jakarta.   

Pria kelahiran Kadangan, Kalimantan Selatan ini sebenarnya telah lama berkarya sastra. Ia aktif menulis sastra sejak tahun 1963. Pada masa 1970-an awal banyak puisinya dimuat dalam surat kabar harian semisal  Banjarmaisn Post, Dinamika Berita, dan Gawi Manuntung. Akan tetapi, sekitar tahun 1972 aktivitas menulisnya tersebut tak terlihat lagi. Seakan lenyap ditelan Buto Ijo. Dan kembali aktif menulis pada 2008 lalu sampai sekarang.  

Karya-karyanya yang telah terbit dalam bentuk buku antara lain, Serumpun Ayat-Ayat Tuhan (antologi puisi, 2012), Asmaul Husna: Membuka Jalan Menggenggam Cinta  (antologi puisi, 2012), Balahindang Sakumpul Sapalimbaian (buku puisi dalam bahasa Banjar dan Indonesia,  2013), InsyaAllah, Jalan Itu Ada, Imelda! (Kumcer, 2014), dan Banjar Negeri Harum 1001 Gurindam (2014).
------------------------------------------------------

Sumber puisi: Serumpun Ayat-Ayat Tuhan 

Sumber biodata dan foto: 
https://www.wartamantra.com/2019/02/mengenal-sekilas-iberamsyah-barbary-dan.html?m=1

Sumber ilustrasi: Pixabay


0 comments: