Wednesday, December 16, 2020

BALADA SEKAWANAN BURUNG ENGGANG


Karya Syamsul Khaidir

Kini ia mulai terbang
Menepis ombak menyusuri liku Mahakam
Mencari jati dirinya yang hilang

Terbang lepas
Meninggalkan taman suaka
yang tak lagi disukainya

Maka kini terbanglah ia
Menepis ombak yang sering mengganggu orang-orang
yang sedang lagi asyik santai di tepian

tapi ia seekor burung Enggang
dengan indahnya
dikibaskannya sayapnya
karena ombak adalah sahabatnya
penguat jari-jari sayapnya

ia sadar benar
bahwa hidupnya hanya sesaat
sementara sayapnya yang indah
semestinya harus lebar-lebar direntangkan
biar cakrawala sepanjang Mahakam tak kehilangan nuansa

ia terbang dan terus terbang
meliuk dengan indahnya
dadanya semakin mekar
karena gembiranya memekiklah ia

mendengar pekikan maka gelisahlah enggang-enggang muda
terdengarlah pekikan bersahut-sahutan
rimbun dedaunan taman suaka bergoyang-goyang
seiring munculnya enggang-enggang muda

maka kini bukan hanya ia
tapi mereka
sekawanan burung enggang
menepis ombak menyusuri liku Mahakam
dengan gemuruh di dada mengalahkan deru ombak
karena gembiranya memekiklah mereka bersama

meliuk terbang bersama dengan indahnya menepis ombak menyusuri
liku Mahakam
dengan gemuruh di dada mengalahkan deru ombak
karena gembiranya memekiklah mereka bersama

sekawanan enggang terbang menghiasi cakrawala
menepis ombak menyusuri liku kehidupan
merentangkan jari-jari sayapnya
mengukir jati diri

Tanah Kutai, 20 Januari 1994


Biodata Syamsul Khaidir


Syamsul Khaidir lahir di Kecamatan Muara Ancalong pada 26 Oktober 1958 dan melewatkan masa kecilnya di Tenggarong. Pengalamannya terjun dalam dunia kesenian diawali dengan mengikuti workshop teater yang diadakan oleh Dewan Kesenian Daerah setempat. 

Kepiawaiannya dalam seni teater sudah diakui oleh banyak kalangan. Hal tersebut dibuktikan dengan beberapa penghargaan yang sudah diperolehnya. Bersama Teater Suluh ia mendapatkan beberapa penghargaan dalam Festival Pertunjukan Rakyat yang diselenggarakan oleh Departemen Penerangan dalam kurun waktu lima tahun (1982--1987). Beberapa naskah drama yang sudah ditulisnya, antara lain "Garuda" (1983), "Tunggul" (1984), "Rumah Duka," cerita rakyat "Tragedi Lubang Undan", drama operet "Kupenuhi Panggilanmu" (1996), drama tradisional "Restu Baginda Indra Bungsu" (1997), "Aku dan Negeri di Awan" (1997), dan "Suara Bumi" (1998).

"Suara Bumi" adalah naskah yang mengisahkan perjuangan masyarakat Dayak pedalaman dalam mempertahankan hutan dari pengusaha kota yang ingin mengubahnya menjadi tempat peristirahatan. 

Syamsul Khaidir sudah menulis banyak puisi, di antaranya dimuat dalam buku antologi, yakni "Merobek Sepi" (Dewan Kesenian Daerah, 1986), "Secuil Bulan di Atas Mahakam" (Dewan Kesenian Daerah, 1999), "Menepis Ombak Menyusuri Sungai Mahakam" (Dewan Kesenian Daerah Kutai Kartanegara, 1999), dan "Seteguk Mahakam" (Komunitas Masyarakat Seni Kukar, 2006). 


Sumber tulisan: buku Biografi Pengarang Kalimantan Timur
Sumber foto: facebook


0 comments: