Tuesday, April 21, 2020

Sebuah Negara Timur Tengah Melegalkan Pertanian Ganja, Apa Motifnya?


Kata ganja agaknya sangat akrab di telinga kita, tetapi jarang diucapkan. Jika mendengar atau membacanya, rasanya selalu terbayang hal-hal buruk. Sebutlah segerombolan penjahat yang menghisap ganja di markas mereka.

Lalu, bagaimana ceritanya sebuah negara di Timur Tengah melegalkan ganja? Padahal, sebagaimana diketahui Timur Tengah terkenal dengan negeri-negeri Arabnya. Dan, bicara tentang negeri Arab, seakan sedang membahas Islam.

Adalah Al-Jumhūrīyah Al-Lubnānīyah atau Republik Lebanon. Seperti terlansir Reuters, Rabu (22/4/2020) Parlemen Lebanon mengesahkan pertanian ganja untuk penggunaan obat-obatan pada hari Selasa.

Ya, itu sebuah potensi ekspor yang berpotensi menguntungkan bagi perekonomian yang sangat membutuhkan mata uang asing karena bergulat dengan krisis keuangan yang melumpuhkan negeri itu.

Dilaporkan  media itu, meskipun selama ini menanam tanaman itu ilegal di Lebanon, sebenarnya ganja telah lama dibudidayakan secara terbuka di Lembah Bekaa yang subur.

Keputusan Parlemen "benar-benar didorong oleh motif ekonomi, tidak lain," kata Alain Aoun, seorang anggota parlemen senior dalam Gerakan Patriotik Bebas yang didirikan oleh Presiden Michel Aoun.

"Kami memiliki reservasi moral dan sosial tetapi hari ini ada kebutuhan untuk membantu ekonomi dengan cara apa pun," katanya kepada Reuters.

Langkah ini akan membawa pendapatan bagi pemerintah dan mengembangkan sektor pertanian sambil mengesahkan penanaman yang dalam hal apa pun terjadi secara ilegal, katanya. "Kami tidak ingin berspekulasi tentang angka ... tetapi katakanlah patut dicoba."

Mengutip sumber yang sama, Hezbollah, kelompok Islam Syi'ah yang didukung oleh Iran, adalah satu-satunya pihak yang menentang undang-undang yang disetujui dalam sesi pada hari Selasa itu.

Sebagai informasi tambahan bahwa sebelumnya, gagasan melegalkan penanaman ganja dengan tujuan menghasilkan produk obat bernilai tambah tinggi untuk ekspor tersebut, dieksplorasi dalam sebuah laporan oleh perusahaan konsultan McKinsey yang ditugaskan oleh Lebanon pada tahun 2018.

0 comments: