Sebuah Kenang-kenangan Prof. Dr. Syaikh Abdul Malik bin Abdul Karim
Amrullah (HAMKA)
Teringatlah
saya seketika menuliskan tafsir dari pada ayat-ayat ini diakhir bulan Sya'ban 1384
sampai kepada 2 Ramadhan 1384, yang bertepatan dengan tanggal 5 Januari 1965. Ketika itu belum secukup sekarang tafsir-tafsir besar yang termasyhur
yang dapat saya baca di dalam rumah-tahanan saya di
Rumah-Sakit “Persahabatan" di Rawamangun Jakarta. Lalu saya coba mencari sendiri tafsir dari orang yang disebut dalam ayat 65 Surat Kahfi itu.
"Mereka berdua mendapati seorang hamba di antara
hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya Rahmat dari sisi Kami dan telah Kami ajarkan kepadanya suatu ilmu yang langsung daripada Kami."
Dari kecil sudah saya dengar ayah saya mentafsirkan; Nama orang itu Khidhr.
Dari kecil sudah saya dengar ayah saya mentafsirkan; Nama orang itu Khidhr.
Saya pun
telah tahu, arti Khidhr ialah hijau.
Tersebut
dalam satu keterangan dari Mujahid, maka disebut Khidhr ialah karena kalau dia
sembahyang di satu tempat,
menjadi hijaulah (subur)
tanah sekelilingnya.
Bahkan
tersebut pula satu hadits yang dirawikan oleh Imam Ahmad daripada Abu Hurairah
bahwa Nabi s.a.w. bersabda:
"Makanya
dia dinamai Khidhr ialah karena apabila dia duduk di atas rumput yang telah putih kering (mersik),
tiba-tiba rumput itu akan
menyentak naik menjadi hijau.”
Maka
terfikirlah saya di waktu dalam tahanan bersunyi seorang diri, itu. Kalau demikian Khidhr itu adalah perumpamaan belaka dari kesuburan. Tanah hijau tanah yang subur.
Lalu saya persambungkan dengan kisah Nabi Musa ini, sebagaí seorang Nabi Pahlawan, Pemimpin kaumnya, yang termasuk besar di antara Nabi-Nabi dan Rasul Allah sehingga dia seoranglah yang namanya sampai 300 kali lebih ditulis dalam Al-Our'an.
Lalu saya persambungkan dengan kisah Nabi Musa ini, sebagaí seorang Nabi Pahlawan, Pemimpin kaumnya, yang termasuk besar di antara Nabi-Nabi dan Rasul Allah sehingga dia seoranglah yang namanya sampai 300 kali lebih ditulis dalam Al-Our'an.
Pimpinannya berhasil berkat
kesabaran dan keteguhan hatinya. Dalam pada itu dia mempunyai sifat-sifat
kelemahan sebagai manusia yang terutama lekas penaik darah. Saking marahnya
kepada Harun seketika Bani Israil dapat ditipu Samiriy ketika dia pergi
menghadap Allah di Bukit Thursina, sebab
Harun tidak bersikap keras mencegah mereka, dia marah kepada Harun, dia
tarik janggut Harun, nyaris dia bantingkan. Bahkan Alwah, yaitu pecahan
batu-gunung tempat Taurat dipahatkan dengan Qudrat Ilahi dia hempaskan ke
bumi. Masih begitu bawaannya setelah dia jadi Rasul. Dan di waktu mudanya
sebelum jadi Nabi dipukulnya orang sekalí pukul, orang itu pun mati.
Sekali dia terlanjur di muka umum. Ketika ditanyai orang masih adakah orang yang lebih pintar dari dia? Dia telah menjawab saja: "Tidak ada!"
Sekali dia terlanjur di muka umum. Ketika ditanyai orang masih adakah orang yang lebih pintar dari dia? Dia telah menjawab saja: "Tidak ada!"
Waktu itulah dia disuruh mencari
Guru itu. Tuhan menyatakan kepadanya keistimewaan guru. "Dia adalah
seorang di antara hamba-hamba Kami, dia telah Kami beri Rahmat dan Ilmu yang di
dapatnya ialah langsung dari Kami sendiri."
Musa bukanlah seorang yang
sombong. Dia seorang yang selalu terbuka. Jujur dan mengatakan apa yang
sebenarnya dia tahu. Menurut pengetahuan di waktu itu memang hanya dialah
yang terpandai di antara segala orang. Ketika diberitahukan kepadanya
bahwa orang yang lebih pandai dari dia itu memang ada, tidak ayal lagi,
dia pun pergi mencarinya. Walaupun huquban yaitu akan berjalan berkata-kata bertahun-tahun,
dia belum akan berhenti sebelum bertemu orang itu.
Dan memang bertemulah orang itu.
Orang yang tidak dikenal. Yang terang hanyalah suatu keistimewaan pada dirinya.
Ke mana saja dia pergi kesuburanlah yang dibawanya. Rumput kering jadi
hijau. Tanah tandus menjadi subur. Ataupun fikiran yang telah kering,
kepayahan jiwa karena beratnya tanggung
jawab dapat terobat jika dapat bercakap-cakap dengan orang seperti itu.
Maka Musa pun menyedíakan dirinya
menurut orang itu. Tetapi orang itu memberi syarat, yaitu agar dia
mengobah tabiatnya selama ini; Lekas meluap, lekas naik darah, sebelum
memeriksa sudah mengambil sikap yang kadang-kadang ceroboh.
Musa menurutkannya dan terjadilah
tiga hal yang Musa dilarang bertanya tetapi ditanyainya juga. Sekali masih
maaf, dua kali masih maaf, tetapi cukup tiga kali terpaksalah berpisah.
Dan tiga kali itu pun sudah cukup. Karena kalau Musa
berlama-lama meninggalkan kaumnya tentu banyak pula pekerjaan yang
akan terbengkalai.
Di sinilah saya mengambil kesimpulan tafsir saya sendiri. Dan saya pun tidaklah mempastikan bahwa penafsiran saya itu sudah benar. Sebab yang muthlak benar hanyalah ayat Allah itu sendiri.
Di sinilah saya mengambil kesimpulan tafsir saya sendiri. Dan saya pun tidaklah mempastikan bahwa penafsiran saya itu sudah benar. Sebab yang muthlak benar hanyalah ayat Allah itu sendiri.
Kejadian ini adalah untuk
perbandingan bagi setiap pemuka, pemimpin dan manusia-manusia yang merasa
tanggung jawab supaya sekali-sekali membandingkan diri dengan orang lain,
supaya kebenaran jangan hanya dipandang dari satu pihak saja.
Maka bukan sajalah Musa yang
mesti mencari Khidhr buat menuntut ilmu dan menambah pengalaman, melainkan
setiap orang yang bertanggung jawab hendaklah mencari Khidhr!
Kadang-kadang Khidhr itu memang tidak dikenal orang. Kadang-kadang dia
tinggal di kampung yang jauh, di lereng bukit.
Saya sendiri kerap kali mengalami
bertemu orang biasa, tak dikenal, terpencil di dusun
jauh, atau di ladang tebu; namun butir perkataannya penuh
berisi hikmat yang benar. Dia bukan Proffesor, namun kejernihan fikirannya
dapat dijadikan pedoman hidup bagi kita yang sibuk ini.
Kalau dipandang dari segi ini,
bolehlah dikatakan bahwa Khidhr itu selalu ada tidak seorang, dan tidak
mati, melainkan ganti-berganti.
Sumber:
Tafsir AL-ASHAR JUZ XV
0 comments:
Post a Comment